NovelToon NovelToon
Madu Hitam

Madu Hitam

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: Reinon

Tidak ada seorang istri yang rela di madu. Apalagi si madu lebih muda, bohay, dan cantik. Namun, itu semua tidak berpengaruh untukku. Menikah dengan pria yang sedari kecil sudah aku kagumi saja sudah membuatku senang bukan main. Apapun rela aku berikan demi mendapatkan pria itu. Termasuk berbagi suami.

Dave. Ya, pria itu bernama Dave. Pewaris tunggal keluarga terkaya Wiratama. Pria berdarah Belanda-Jawa berhasil mengisi seluruh relung hatiku. Hingga tahun kelima pernikahan kami, ujian itu datang. Aku kira, aku bakal sanggup berbagi suami. Namun, nyatanya sangat sulit. Apalagi sainganku bukanlah para wanita cantik yang selama ini aku bayangkan.

Inilah kisahku yang akan aku bagi untuk kalian para istri hebat di luar sana.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20 Dia Bukan Muhrim

"Aku tahu dia laki-laki, sayang," jawab Dave sambil menscan Noel dengan tangannya.

"Terus?" tanyaku lagi.

"Dia bukan muhrim mu," jelas Dave.

Kepalanya sedikit berdenyut mendapati ide gila istri tercintanya itu.

"Kau jelas tahu dia bukan muhrim tapi kau juga melakukan hal yang dilarang agama," jawabku enteng tanpa embel apa-apa.

"Ella sayang, ini berbeda. Ku kira kau sudah mengerti."

"Justru karena aku sudah mengerti duduk perkaranya makanya aku menawarkan untuk tinggal serumah dengan calon madu hitamku," jawabku santai.

Noel mendelik. Seolah ada sesuatu yang menghantamnya. Lelaki betina itu menatapku tak percaya mendengar julukan yang ku sematkan padanya.

"Apa? Kau berharap menjadi murni. Memangnya bisa?" tantang ku.

Sudut bibir pria itu mengukir sebuah senyum. Meski sekilas cukup tampak. Mungkin dia senang mendapat pengakuan dariku. Tenang saja Noel. Aku akan membuat hatimu senang di awal.

"Lagipula Noel kan tidak tertarik pada wanita. Jadi, kau pasti akan merasa aman. Kita bisa mengatakan bahwa dia kenalan mu. Kalian ada hubungan bisnis yang menyita waktu untuk bertemu. Kau adalah suami yang sangat memprioritaskan keluarga. Tentunya alasan ini bisa diterima oleh Maya dan mbok Darmi. Begitu pula jika kedua orang tua kita datang berkunjung," aku menjelaskan rencanaku dengan santai.

"Memangnya berapa lama dia akan tinggal serumah dengan kita?" tanya Dave.

"Entahlah. Kita lihat saja perkembangannya. Sampai sejauh mana hatimu terpikat padanya atau bisa jadi sembuh," jawabku sambil melirik Noel. Berharap pria itu membuka bibirnya yang kelu dari tadi.

"Dasar wanita licik!" lelaki betina itu akhirnya buka suara dengan umpatan.

"Aku memberi solusi. Kau tidak kasihan pada Dave yang nantinya akan sibuk bolak-balik antara kau dan aku. Belum lagi pikiran kita yang selalu menerawang jauh. Membayangkan apa yang dilakukan Dave. Aku tidak ingin menambah pikiran macam-macam. Menambah beban saja. Daripada repot-repot lebih baik gunakan cara ini saja. Cukup adil bukan?" balasku.

"Aku setuju," jawab Noel singkat.

Aku tersenyum mendengarnya. Ku rasa dari sekian kali pertemuan kami, ini adalah pertama kalinya aku senang mendengar kata-kata yang meluncur dari mulut lelaki betina itu.

"Ella, kenapa kau tidak membicarakan perihal ini dulu padaku?" Dave tidak terima dengan rencana yang disusun olehku.

"Memangnya kau bisa langsung setuju. Ini saja kau tidak terima. Aku tidak ingin kita berdebat. Lagipula sangat efisien kan? Aku tidak perlu menghabiskan banyak energi untuk membahas rencana ini lebih dulu denganmu. Setelah itu kita bertemu Noel. Aku tidak ingin berlarut-larut, Dave," ucapku sedikit memelas di akhir kalimat.

Dave diam. Sesekali dia memijat keningnya. Aku yakin kepalanya mendadak pusing.

"Baiklah, aku setuju. Tapi ada syaratnya," ucap Dave.

"Apa sayang?" aku sumringah mendengar pernyataan suami tampan ku itu.

"Kau tidak boleh mengenakan pakaian mini," tegas Dave padaku.

"Kau cemburu," ledekku sambil terkekeh.

"Ella!" seru Dave malas.

Aku terkekeh melihat kecemburuan suamiku. Lagipula aku mana mau mengenakan pakaian mini di depan lelaki yang bukan suami. Di rumah aku biasanya mengenakan celana pendek di atas lutut karena semua yang tinggal di rumah adalah kaumku. Kecuali Dave dan pak Ujang.

Pak Ujang lebih sering menghabiskan waktu di pos. Beliau juga selalu melewati jalan samping jika kembali ke kamarnya atau ke dapur.

Setelah melewati beberapa dialog dan kesepakan, aku memilih untuk pulang lebih dulu. Mulai nanti malam lelaki betina itu akan tinggal serumah dengan ku. Baru saja memasuki lift, tiba-tiba aku ingin ke toilet.

"Ya ampun, bukannya tadi pas di atas!" aku bergumam sendiri di dalam lift.

Mau tidak mau aku harus menggunakan toilet umum di perusahaan daripada menjadi penyakit nantinya. Keluar lift aku langsung menuju toilet. Untung saja keadaannya sepi. Jam segini semua pasti berada di tempat kerja mereka masing-masing.

Usai menjalankan hajat aku mencuci tangan. Ponsel di dalam tas mini bergetar. Aku tidak suka menyalakan nada dering. Ada waktu tertentu aku menyalakan saat menunggu panggilan masuk dari seseorang.

Aku langsung mengeringkan tangan. Penasaran siapa yang menghubungiku. Ku raih ponsel di dalam tas. Pucuk di cinta ulam pun tiba. Seseorang yang ingin ku hubungi malah menghubungiku lebih dulu. Aku langsung mengusap tanda hijau ke atas.

"Hai, Rei!" seruku senang.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ella," jawab Rei.

Aku terkekeh mendengarnya. Sebab balasan Rei menyiratkan dua arti. Pertama, dia mengucap salam dan kedua membenarkan sapaanku. Aku tahu dia hanya mengingatkan untuk mengucap salam yang benar.

"Gue lagi di toilet. Makanya ngga bisa ngucapin salam," jelas ku.

"Oala! Kalo gitu ntar aja deh!"

"Eits, tunggu-tunggu!" aku segera menyela takut Rei memutuskan panggilan.

"Ini gue udah kelar," aku cepat menimpali.

"Lagi di mana lu?" tanya Rei.

"Lagi di kantor laki gue. Napa emangnya?"

"Ngga bisa gosip dong!" kesal Rei.

"Bisalah. Tumben ngajakin gosip. Katanya ngga boleh," aku balas menggodanya.

"Yey, ini beda. Bukan gosip," bela Rei.

Aku tertawa mendengarnya. Aku mulai melangkah keluar dari toilet dengan ponsel yang masih melekat di telinga kanan. Lobi utama yang letaknya berhadapan dengan lift khusus adalah tujuan utamaku.

"Sebenarnya gue juga mau ngubungin elu. Eh, malah elu duluan! Ya, gue seneng dong," jawabku sambil mendaratkan bokong ke sofa.

Aku memilih duduk di sofa yang membelakangi lift. Rasanya aneh saja jika duduk menghadap lift.

"Wuih, pas banget dong!" sorak Rei.

"Terus gimana?" timpalnya.

"Gue ngikutin saran elu, Rei."

"Saran yang mana?"

"Ya ampun, baru juga beberapa hari udah lupa!" ucapku berpura-pura kesal.

"Hehehe. Maklum namanya juga udah oma-oma," ucapnya terkekeh.

"Cie, yang udah ngaku jadi Oma. Udah tua dong," aku balas dengan menggodanya.

"Cie, yang bakalan tinggal serumah sama madunya," Rei tak mau kalah.

"Apaan sih Rei!" aku berpura-pura kesal.

"Itu elu tau saran yang gue pakek," timpal ku.

"Baru inget," balasnya cepat.

"Terus elu ngapain nelpon gue?" tanyaku penasaran.

"Mau nanyain kabar elu sama calon madu elu lah! Udah sampe mana? Eh, ngga taunya malah udah sampe di tahap mau tinggal serumah," jawabnya terkekeh.

"Nah, itu! Gue ada masalah baru lagi," jawabku.

"Masalah apa lagi?"

"Gue bingung, Rei. Nanti kalo udah serumah gue harus ngapain? Gue jadi bego sendiri ngga ada rencana."

"Lha, gue kirain elu udah ada rencana mau ngapain aja!" balas Rei.

Jawabannya sangat tidak membantu. Aku malah semakin bimbang dan bingung dengan rencanaku sendiri. Mungkin ini yang dinamakan senjata makan tuan.

"Udah ngga usah bingung. Jalanin aja dulu. Gue ada kepikiran beberapa rencana sih. Makanya gue nelpon elu."

"Alhamdulillah. Akhirnya ngga jadi buntu otak gue. Terus rencananya gimana?" tanyaku bersemangat.

"Nanti aja kalo udah ketemuan."

"Emang elu mau ke sini?"

"Yupstze. Laki gue ada urusan di ibu kota negara tercinta kita. Sekalian ngambil cuti. Soalnya capek. Baru juga balik dari Bandung," jelas Rei.

"Asyik. Gue jadi semangat nih! Kalo gitu gue tunggu kedatangan elu, ya sayang!" seruku.

"Iya cintaku manisku," balas Rei.

"Ntar gue kabarin kalo udah santai. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," timpal Rei.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Muach!" balasku.

Di akhir percakapan aku memberi kecupan untuknya. Aku tersenyum sambil memasukkan kembali ponsel ke tas mini. Aku berdiri bersiap untuk meninggalkan perusahan Dave. Namun, saat aku berbalik, aku malah bertemu dengan lelaki betina itu.

Malas meladeninya aku berlenggang saja melewatinya. Tapi lelaki betina itu malah berkata, "Dasar wanita munafik!"

Spontan aku berbalik dan ingin mencecarnya tapi lelaki betina itu malah pergi melewati ku dengan santai. Aku menatapnya nanar. Ingin ku kejar tapi ini di perusahaan. Bisa-bisa aku membongkar aib kami tanpa sengaja.

"Tunggu saja nanti!" aku menggeram.

1
Melati Putri
lanjut thor
Melati Putri
kok jadi ke film cina, kaisar dong hua
lilhyanaaaa
Duh, kalau dikasih pilihan 1 antara jalan-jalan atau baca cerita ini, pasti saya milih ini 😍
douwataxx
Recomended banget buat yang suka genre ini.
Henry
Alurnya mengalir lancar, sulit untuk berhenti membaca.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!