Apa jadinya kalo seorang anak ketua Organisasi hitam jatuh cinta dengan seorang Gus?
Karena ada masalah di dalam Organisasi itu jadi ada beberapa pihak yang menentang kepemimpinan Hans ayah dari BAlqis, sehingga penyerangan pun tak terhindarkan lagi...
Balqis yang selamat diperintahkan sang ayah untuk diam dan bersembunyi di sebuah pondok pesantren punya teman baiknya.
vagaimanakah kisah selanjutnya?
Baca terus ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perkara Obat Nyamuk
"Om Gus, Ning Annisa itu siapa? Apa dia calon istri lo?"
Alditra tidak menjawab. Dia sendiri sangat menolak pertemuan dadakan ini, namun bagaimana lagi dia harus melakukannya. Apalagi perempuan bernama Annisa sudah jauh-jauh menyempatkan diri untuk datang.
"Om Gus, nggak lagi ngejauh dari gue kan, gara-gara cewek itu?"
Alditra melirik sekilas kearah Balqis yang langsung cemberut. Dia tidak menjawab pertanyaan Balqis yang terdengar aneh.
"Ntar kalo Om Gus nikah, trus gue sama siapa? gue nggak punya temen curhat lagi dong?!"
Alditra kembali mengeluarkan bukunya. Dia menulis beberapa kata di sana.
(Bukannya kamu yang bilang saya harus mencari istri?)
"ya iya juga sih... Ya udah temuin calon istrinya sana!"
Alditra memasukkan bukunya. Kemudian berlalu pergi dari hadapan Balqis yang masih mematung.
Balqis sendiri begitu kebingungan kenapa tiba-tiba dia bicara seperti itu? Dia tidak menyukainya. Alditra adalah orang pertama di tempat ini yang menjadi teman curhatnya.
"Hah... Udalah lupain! Mumpung gerbang dibuka Gue harus segera kabur."
Dengan gesit Balqis berlari ke arah gerbang. Dia sudah tidak sabar ingin keluar dan mencari kehidupan yang bebas serta fasilitas yang selalu diinginkannya.
Tap!
Langkah Balqis terhenti. Dia menepi saat sebuah mobil hitam melaju masuk ke dalam.
Padahal tinggal melangkah keluar, tapi hati Balqis seketika urung karena penasaran dengan orang yang akan turun dari mobil.
Saat ada kaki yabg keluar perhatian Balqis teralihkan, saat ada gerombolan orang ramai tak jauh di luar gerbang. Saat Balqis perhatikan ada seorang santriwati yang dijegal oleh sekitar 5 anak muda terlihat seperti preman. Dengan segera Balqis berlari menuju santriwati dan para preman itu.
"WOI NGAPAIN KALIAN!!!"
Seketika ke 5 pemuda itu pun melihat kearah Balqis yang sedang berlari kearah mereka. Begitupun dengan santriwati yang sedang berada di tengah-tengah pemuda itu melihat juga kearah Balqis dengan berkaca-kaca.
"Indah..." gumam Balqis terkejut
Trek!
"Balqis... Tolong!!"
"Emang An***g ya kalian! Beraninya ama cewek lemah!"
Tanpa ba bi bu Balqis pun langsung menghajar para preman yang sedang mengelilingi Indah tanpa ampun. Satu persatu pria yang tadi tumbang.
"Lo nggak papa kan, Dah?" Saat Balqis menghampiri Indah tiba-tiba Indah melotot kearahnya.
"Qis, awas dibelakangmu...."
Sreeettt!!!
Buukkk...
Balqis yang baru saja melihat kearah salah satu penjahat yang sedang menghunuskan pisau kearahnya langsung ditangkap oleh tangannya lalu memukul tengkuk penjahat itu sampai penjahat itu pingsan.
Hah... Balqis dilawan! Nggak tau apa gue muridnya Om Abraham?!
Balqis menatap tajam ke arah para preman itu.
"Mendingan kalian pergi dan jangan pernah balik lagi kesini, apalagi nyari masalah di pesantren ini... Habis kalian semua! Gue bawa anak buah gue yang seorang mafia!"
Dengan cepat ke 4 preman itu pun mengangkat preman yang sedang pingsan lalu buru-buru ngacir dari tempat itu.
"Qis... Tanganmu..." ucap Indah yang panik kearah telapak tangan Balqis yang meneteskan darah gara-gara menahan pisau tadi.
"Oh... Ini... It's okay... Nggak papa, bukan masalah besar kok!"
"Tapi... Mendingan kita ke rumah Umi minta Gus Zaigham obati lukamu..."
"Nggak usah! Di rumah Umi kayaknya ada tamu, mending ke uks aja minta perban sama alkohol buat bersihin lukanya... Nggak usah digede-gedeinlah... Nggak enak sama tamunya Umi..."
"Kalau begitu aku antar kamu ke uks ya Qis..."
"Mmh... Dan jangan bilang kalo gue abis berantem ya... Bisa berabe gue..."
Indah pun hanya mengangguk patuh.
langkah Balqis dan Indah terhenti sesaat ketika Matanya tiba-tiba lurus ke depan memperhatikan seorang perempuan memakai abaya hitam sedang duduk di kursi teras rumah Umi Fatimah.
Dia tidak bisa melihat jelas wajah perempuan itu karena terhalang cadar.
"Itu sepertinya yang bernama Ning Annisa? Gadis yang akan dijodohkan dengan Gus Alditra, berita ini sudah tersebar di para santriwan dan juga santriawati.
Balqis terdiam. Dia terus menatap perempuan cantik di depannya.
Cih... Kalo Om Gus dikasih yang kayak begitu ya mana mungkin dia bakalan nolak.
"Balqis!"
Melodi menghampiri. "Loh tangan kamu kenapa? Kenapa berdarah? Ayo kita ke uks..." ajak Melodi tanpa meminta penjelasan karena panik melihat darah yang terus menetes dari genggaman Balqis.
****
Saat Tangan Balqis sudah diobati dan di perban, Melodi pun mengajak mereka berdua ke kantin untuk diintrogasi tentang kejadian bagaimana Balqis bisa mendapatkan luka. Dan alhasil Indah pun menceritakan semuanya pada Melodi tanpa adanya kebohongan.
"Astagfirullah... Qis, Kenapa kalian tidak memanggil keamanan pesantren? Kalau Balqis terluka lebih dari ini bagaimana? Lain kali kalau ada hal seperti ini langsung lapor ke keamanan peaantren jangan dilawan sendiri!"
"Iya maaf..." ucap Indah merasa bersalah, karena memang Balqis terluka karena menyelamatkannya.
Sementara Balqis tidak perduli dengan apa yang diperingati oleh Melodi karena dia jelas tengah mendengar para santri yang ada di sana sedang membahas perempuan yang bernama Annisa. Tentunya pembahasan itu membuat hati Balqis sakit sampai ke ulunya.
Entah kenapa, dia tiba-tiba tidak suka mendengarnya. Sampai dia tidak memperdulikan tentang lukanya.
"Qis, ada apa denganmu?"
Balqis menggelengkan kepalanya sambil ngemil. Entah sudah berapa banyak cemilan yang makannya, karena secara tiba-tiba moodnya naik drastis dan ingin terus makan.
"Qis, kenapa?"
Balqis tidak menjawab. Dia malah memanyunkan bibirnya beberapa cm. Dia sangat kesal karena sudah pasti perempuan itu jauh berbeda dengannya.
Setelah selesai makan cemilan dikantin, Balqis Melodi dan Indah pun memilih kembali ke kobong.
Tap!
"Tunggu, Mel!"
Balqis menghentikan langkah Melodi. Matanya dengan tajam melihat ke arah rumah Arsalan.
"Kamu lihatin apa, Qis?"
Mata Melodi memicing, dia melihat ke arah yang dilihat oleh Balqis.
"Bukannya itu Gus Alditra? Lalu siapa perempuan itu?"
"Yang tadi diobrolin, emang lo nggak tau kalo dia itu yang bakal dijodohin sama Om Gus?!"
"Oh Jadi itu Ning Annisa? Masya Allah, cantik sekali!"
Wajah Balqis seketika sangat masam karena Melodi terlihat menyukai Annisa. Sementara Indah yang memperhatikan wajah Balqis hanya bisa terdiam tidak bisa berkomentar apa-apa.
"Lihat Qis? Dia sangat anggun sekali. Bajunya juga sangat sopan,"
Balqis memutar matanya malas. Kemudian memperlihatkan penampilannya yang random. Kerudung geblous hitam, baju pink, rok biru dan sandal jepit merah.
Iya, semenjak Balqis memakai kerudung, dia tidak terlalu memperdulikan penampilannya karena merasa ribet dan kegerahan.
"Udalah, Mel. Gue mau ke kobong duluan. Lihatin mereka mulu kok gue ngerasa gerah banget."
"Hah?"
Melodi kebingungan melihat perubahan Balqis, tidak biasanya dia berbeda seperti itu. "Qis, tunggu! Indah aku duluan ya..."
*****
Langit malam ini begitu indah. Bintang bertaburan bersama bulan yang menyorotkan cahayanya. Kemudian ditambah angin yang menerpa membuat kesejukan.
Ditambah suara para santri yang masih terdengar di mesjid. Mereka tengah mendengar penjelasan kitab yang dilakukan Zaigham.
Zaigham, memang terlihat cuek. Namun dia sangat pandai dalam bercanda. Dia sering kali bercanda bila tengah menjelaskan agar para santri tidak mengantuk.
Karena di jam 9 malam, rata-rata rasa ngantuk akan menyerang begitu cepat. Namun untuk yang sering begadang, itu tidak akan mempan. Asalkan jangan begadang bila tidak ada artinya.
"Balqis!"
Merasa namanya dipanggil, Balqis menoleh dengan kedua mata sangat sulit untuk dibuka.
"Apa kamu ngantuk?"
"Udah tau masih aja nanya!"
Balqis menenggelamkan kepalanya di antara dua lutut. Dia mendadak sangat mengantuk malam ini, padahal biasanya dia akan tidur hampir larut malam karena sibuk mengurus rencana kaburnya.
"Hoam!"
Balqis menggeliat bebas. Kemudian meringkuk seperti bayi di antara santri lain. Dia sudah tidak kuat menahan ngantuk yang menyerang.
"Bangunkan dia, Mel!"
Melodi melirik Balqis, dia merasa kasian bila harus membangunnya.
"Mel, bangunkan dia!"
Melodi mengangguk patuh. Dia menggoyangkan bahu Balqis agar terbangun. "Qis, bangun!"
"Ck... Apaan sih, Mel?"
Balqis terbangun sambil menggaruk tengkuknya. "Lo ganggu aja deh!"
Dia yang kesal beranjak dari tempat duduk. Kemudian berlalu keluar mesjid sambil mengucek matanya sekalian berharap ketika membuka mata melihat Alditra.
"Gac**, apaan itu? An***t"
Degh!
"Aaaaaa."
Balqis meloncat masuk ke mesjid. Dia memeluk Melodi dengan badan gemeteran.
"Ada apa, Qis?"
"Di sana, Mel? Ada hantu, beneran deh gue nggak bohong!"
Kening Melodi mengerut. Dia melihat keluar yang ditunjuk Balqis barusan. "Tidak ada apa-apa, Qis,' "
"Qis, sudah jangan bercanda. Kamu perhatikan ke depan, nanti Gus Zaigham marah." ucap Risma.
Balqis tidak mendengarkan. Dia masih memeluk Melodi karena apa yang barusan dilihatnya terlihat sangat nyata. Apalagi wajah pucat itu masih mengiang di kepalanya.
"Qis, apa yang kamu lihat?"
Balqis mendongak. "Cewek, mukanya pucet banget, Mel,"
"Mungkin kamu salah lihat?"
"Nggak mungkin, Mel. Dia jalan kayak ngelayang ke pohon itu?!"
Melodi kembali melihat ke arah pohon. Dia tahu cerita di balik pohon yang terkenal itu. Sejak dulu pohon itu sering terceritakan, tapi tidak tahu benar atau tidak.
"Gimana, Mel? Lo liat cewek itu nggak?"
"Tidak."
Balqis melepaskan pelukannya. Dia kembali melirik pohon yang jaraknya beberapa meter. "Hih, serem!"
Setelah selesai mengaji, sebagian santri belum kembali ke kobong. Mereka pergi ke warung terlebih dahulu untuk jajan.
Termasuk Melodi. Namun tidak dengan Balqis, dia tengah berkacak pinggang di luar mesjid menunggu Alditra keluar dari rumah. Dia ingin mempertanyakan tentang perempuan bernama Annisa itu.
Karena entah kenapa dengan hatinya yang tiba-tiba panas melihat Alditra duduk bersebelahan dengan Annisa tadi.
"Ke mana dia? kok nggak keluar?"
Beberapa menit berlalu. Sudah sekitar 20 menit Balqis menunggu, tapi Alditra sama sekali tidak menunjukkan dirinya.
Padahal tanpa Balqis ketahui, Alditra tengah memperhatikannya di jendela yang lampu kamarnya dimatikan. Dia tersenyum melihat Balqis yang tengah uring-uringan seorang diri.
"Apa dia tidak kelelahan menunggu saya yang tidak akan keluar?"
Tok!
Tok!
"Al?"
Alditra membenarkan gordennya. Dia melirik ke pintu yang dibuka.
Klik!
Lampu menyala terang di kamar nuansa hitam. "Jangan matikan lampu bila kamu belum tidur,"
Alditra mengangguk pelan. Dia tidak menoleh sedikit pun pada perempuan yang datang ke kamarnya.
"Al, bagaimana dengan Annisa? Apa kamu menyukainya?"
Alditra terdiam. Dia tidak menjawab pertanyaan Fatimah yang sejak tadi menunggu jawabannya. Karena dia sendiri menolak perempuan itu.
Dia belum siap harus menikah. Bukan tidak ingin menikah, tapi bila melihat kondisinya sekarang dia takut membuat Annisa menyesal dikemudian hari karena memilihnya.
Dan tidak hanya itu, Zaigham dan Azizah yang menjadi kakaknya pun belum menikah. Dia tidak mungkin mendahului mereka meskipun tidak sekandung.
"Bagaimana perkenalanmu tadi? Mengobrol apa saja kamu dengannya?"
Alditra lagi-lagi tidak menjawab karena dia dan Annisa tidak mengobrol sama sekali. Tidak ada obrolan di antara mereka selain terdiam satu sama lain.
"AL!"
Alditra mengangguk sebagai jawaban yang tidak pasti.
"Umi, dipanggil Aby." ucap Azizah di ambang pintu.
Fatimah mengangguk. Kemudian berpamitan dari hadapan Alditra. Setelah pintu tertutup, dia kembali membuka gorden yang ternyata Balqis sudah pergi.
Annisa memang terlihat dewasa, dia seperti memahami saya. Tapi, dia tidak sebawel Balqis.
***
Di kobong.
Balqis melipat tangannya di dada sambil menatap Melodi yang tengah makan. Sedangkan yang lain masih berada di luar.
"Mel!"
"kenapa Qis?"
"Ajarin gue jadi perempuan yang sholehah kayak lo,"
Uhuk!
Uhuk!
Uhuk!
Melodi seketika langsung tersedak mendengar permintaan Balqis yang tidak pernah diduga, disangka dan terpikirkan.
"Kenapa, Mel? Apa permintaan gue kedengeran aneh banget ya?"
Melodi menggelengkan kepalanya. "Alhamdulillah, ya Allah!"
Alis Balqis mengernyit. Dia keheranan Melodi mengangkat kedua tangannya mengucap syukur.
"Lo kenapa sih, Mel?"
Melodi tersenyum bahagia. "Qis, aku akan membantumu. Aku sebagai sahabatmu akan setia ikut membantumu berubah,"
Balqis mengangguk setuju. Kemudian mengetuk-ngetuk dagunya. "Kalo gitu, gue harus ngerubah penampilan gue kayak cewek yang nama si Annisa... Annisa itu,"
"Hah! Kenapa bawa-bawa Ning Annisa?"
"Ya gue pengen berubah buat dapetin cinta seseorang. Pokonya gue harus bisa berubah,"
"Astaghfirullah!"
Melodi terkejut mendengarnya. Dia kira niat Balqis ingin berubah menjadi lebih baik lagi karena Allah, namun ternyata karena cinta manusia.
"Gimana, Mel?"
"Balqis, kamu tidak boleh berniatan ingin menjadi lebih baik lagi karena manusia. Semuanya harus ikhlas karena Allah, semuanya harus karena Allah."
Balqis memutar matanya malas.
"Balqis, bila kamu berniatan karena manusia itu perbuatan dosa, Allah tidak menyukainya,"
"Udah ya Mel, nggak usah ceramah."
Balqis beranjak dari duduknya. "Kalo lo nggak mau bantu ya nggak usah."
"Astaghfirullah!"
Melodi mengusap dadanya. Kebahagiaan yang barusan didengar seketika hilang. Dia masih tidak percaya, niat Balqis berubah ternyata karena ingin mendapatkan cinta.
"Gue mau berubah jadi lebih baik gara-gara dia. kalo gue baik dia pasti bakalan milih gue!."
Melodi tertegun mendengarnya. Sekalinya Balqis ingin berubah malah karena manusia, bukan karena Allah. Ternyata sangat sulit membuat Balqis terketuk hatinya.
Sejak tadi, Balqis belum bisa memejamkan matanya seperti yang lain. Dia berguling ke sana sini untuk mendapatkan kenyamanan, namun sayang dia masih tidak ngantuk.
Puk!
Puk
Bukan hanya tidak bisa terlelap, Balqis juga harus berurusan dengan nyamuk yang terus mengiang.
Nyamuk seakan-akan senang mendapatkan umpan yang bagus, karena Balqis memakai piyama tidur pendek.
[Serang manusia itu? Darahnya pasti segar.]
[Wah? Mulus sekali kulitnya. Pasti darahnya manis!]
[Aku akan gigit bagian pipinya biar merah-merah seperti jerawat. Hahaha.]
[Serang!]
Puk!
Puk!
Tangan Balqis menepis nyamuk-nyamuk yang tengah berunding akan mengigitnya. Dia sangat kesal karena mereka mengganggu dan tidak bisa diusir.
"Ck! Aku akan membasmi kalian!"
Balqis beranjak. Dia mengambil lima obat nyamuk dan membakarnya. Dia mengibas-ngibaskan asapnya ke seluruh kamar sampai membuat Melodi berserta yang lain terbangun. Mereka terbatuk-batuk akibat asap yang meluap.
[Komandan, aku tercekik.]
[Aaaaa.]
Nyamuk-nyamuk seketika berjatuhan.
Mereka tidak kuat dengan asap obat yang menyengat.
"Keluar!"
Melodi beserta yang lain berlalu keluar, termasuk Balqis berlari paling belakang.
"Astaghfirullah, siapa yang membakar obat nyamuk?"
Uhuk!
Uhuk!
Uhuk!
Siska beserta yang lain melirik bersamaan pada Balqis yang terbatuk-batuk. Mereka sudah yakin dia termasuk Balqis berlari paling belakang adalah pelakunya.
"Heh, Gue itu lagi berusaha nyingkirin nyamuk! Gue nggak kuat kalo kulit mulus gue harus digigit," ujar Balqis.
"Sudah kuduga." ucap Siska.
"Qis, kenapa tidak menyalakan obat nyamuk listrik?" tanya Raras.
"Lah.. Kenapa lo nggak ngomong kalo ada obat nyamuk listrik?" Balqis bertanya balik.
"Sudah jangan dibahas." sela Siska. Sekarang mana obat nyamuknya?" "
"Di dalem!" balas Balqis dengan santai.
Siska dan Raras masuk ke dalam sambil menutup hidung. Mereka mematikan obat nyamuk dan membuka jendela kamar agar angin segar masuk.
"Balqis, kamu mencoba membunuh kita?" ucap Siti.
"Itu cuma percobaan kok. Siapa tau kalian langsung mati," sahut Balqis.
"Ck, menyebalkan!" ketus Siti.
Balqis cengengesan. Dia juga sejak tadi menggaruk kulitnya yang gatal-gatal akibat berhasil digigit. "Mel, kulit gue merah-merah,"
Melodi mengambil minyak kayu putih. Dia membantu Balqis mengoleskannya.
"Cieee, yang dicium nyamuk!" ucap Amel.
"Kenapa? Cemburu?" tanya Balqis ketus.
"Ya nggaklah!" jawab Amel.
Mereka sesekali bercanda, sedangkan Siska dan Raras mengipas-ngipasi kamar agar aroma obat nyamuk hilang.
"Qis, lain kali cukup satu saja, jangan banyak-banyak," ucap Amel.
"Nggak usah khawatir, Gue bakalan nyoba bakar sepuluh," sahut Balqis.
"Kamu membunuh kita secara perlahan itu," sela Amel.
"Biarin. Biar lo nggak ada dimuka bumi," balas Balqis.
"Menyebalkan sekali!" ketus Amel.
Setelah menunggu beberapa menit sampai bau obat nyamuk hilang, mereka pun kembali masuk. Rasa ngantuk juga seketika hilang.
"Mau ke mana kalian?" alis Balqis mengeryit saat melihat mereka mengambil mukena. "Ini kan belum subuh,"
"Shalat malam."
Balqis memiringkan kepalanya. Kemudian ikut beranjak keluar kamar. Dia tidak seperti mereka yang shalat, melainkan hanya melihat saja.
Belum ada kemauan dalam dirinya untuk melakukan shalat malam seperti mereka. Dia hanya senang saja memperhatikan sambil mendengarkan bacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an.
Mungkin suatu saat nanti, dia akan seperti mereka. Dan bisa saja lebih dari mereka.