Kisah ini bermula ketika JAPRI (Jaka dan Supri) sedang mencari rumput untuk pakan ternak mereka di area hutan pinus. Sewaktu kedua bocah laki-laki itu sedang menyabit rumput, beberapa kali telinga Supri mendengar suara minta tolong, yang ternyata berasal dari arwah seorang perempuan yang jasadnya dikubur di hutan tersebut. Ketika jasad perempuan itu ditemukan, kondisinya sangat mengenaskan karena hampir seluruh tubuhnya hangus terbakar.
Siapakah perempuan itu? Apa yang terjadi padanya? dan siapakah pembunuhnya?
Ikuti kisahnya di sini...
Ingat ya, cerita ini hanya fiktif belaka, mohon bijak dalam berkomentar... 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zia Ni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 20 Anak Durhaka
Berita penangkapan Agus sudah tersebar luas, termasuk di daerah tempat tinggalnya. Mbah Ngatiyem, neneknya Agus benar-benar terpukul begitu mendengar cucunya terlibat dalam kasusnya Murni.
Sejak umur 8 tahun, Agus sudah diserahkan pada Mbah Ngatiyem oleh ibunya. Bahtera rumah tangga kedua orang tua Agus tidaklah harmonis karena bapaknya Agus doyan selingkuh, suka main tangan dan jarang memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga, salah satunya dalam hal memberi nafkah.
Karena ibunya Agus sudah tidak tahan dengan kelakuan suaminya, wanita itu akhirnya minta cerai lalu pergi merantau ke luar kota untuk mencari pekerjaan. Untuk itulah, Agus akhirnya dititipkan ke neneknya untuk diasuh.
Dari kecil, Agus sudah menunjukkan perilaku yang tidak wajar. Dia berani mencuri, suka berbohong, sulit diatur dan berani dengan neneknya. Sekalipun sering mendapat teguran tapi tidak mempan.
Dari SD sampai SMP kelas VIII, Agus sering bolos dan membuat masalah di sekolah hingga Mbah Ngatiyem beberapa kali dipanggil oleh pihak sekolahan. Karena pelanggarannya sudah tidak bisa ditolerir lagi, bocah itu pun akhirnya dikeluarkan oleh pihak sekolah.
Setelah putus sekolah, Agus jadi sering bergaul dengan anak-anak berandalan, hingga membuat kelakuannya semakin tambah parah.
Hampir setiap hari kerjaannya sering nongkrong, kelayapan, mabuk-mabukan dengan teman berandalannya, dan sama sekali tidak mau membantu neneknya. Kalaupun ada di rumah, dia sukanya tiduran dan leyeh-leyeh sambil nonton TV.
Mbah Ngatiyem sudah angkat tangan menghadapi tabiat buruk Agus. Wanita tua itu tidak berani lagi menegur cucunya karena takut kena pukul lagi.
Untungnya dengan tersebarnya berita penangkapan Agus, para tetangga tidak ada yang membenci Mbah Ngatiyem karena mereka tahu siapa dan bagaimana polahnya Mbah Ngatiyem untuk menafkahi Agus.
Sekalipun Mbah Ngatiyem sudah berumur 60 tahun, tapi wanita itu rela jadi buruh tani atau pembantu serabutan di rumah tetangganya hanya untuk menyambung hidup, karena kiriman uang dari ibunya Agus tidak mencukupi kebutuhan mereka berdua selama sebulan. Ditambah lagi sifatnya Agus yang suka mencuri uang neneknya.
Para tetangga malah sangat bersyukur jika Agus dipenjara dalam waktu yang lama karena dengan demikian Mbah Ngatiyem dan para tetangga bisa hidup dengan tenang.
"Sudah Mbah tidak usah ditangisi lagi. Lanangan gak genah seperti dia tidak pantas dikasihani," Bu Maksum berusaha menghibur Mbah Ngatiyem sambil mengusap-usap pundak wanita tua itu.
"Saya merasa gagal mendidik dia, Bu Maksum," kata Mbah Ngatiyem dengan terisak.
"Bukannya Embah yang gagal mendidik Agus, tapi memang dasar dia nya saja yang kurang ajar. Itu bawaan pabrik, Mbah. Niru bapaknya itu," ucap perempuan paruh baya tersebut.
"Apa yang harus saya katakan pada ibunya nanti. Jangan-jangan Tinah malah menyalahkan saya. Dikiranya saya yang gak becus ngurusi anaknya," keluh wanita berumur 60 tahun itu.
"Yo tidak bisa begitu, Mbah. Masa' Embah yang disalahkan. Wong yang punya tanggung jawab utama untuk membesarkan anak, mendidik anak dan tetek bengeknya itu harusnya kan orang tuanya, Mbah," ujar Bu Maksum.
"Mbah Ngatiyem ngomong jujur saja ke Tinah. Gak perlu takut," lanjut perempuan paruh baya tersebut.
Baru saja mereka menyebut nama Tinah, Emaknya Agus, tiba-tiba Mbah Ngatiyem mendapat telpon dari anaknya. Dengan segera wanita tua itu mengangkat HP nya.
"Halo Mak, bagimana kabarnya Emak dan Agus? Baik-baik saja to?" tanya suara di seberang sana.
"Kamu tidak melihat atau membaca berita terbaru to, Nduk?" kata Bu Ngatiyem.
"Berita apa, Mak? Memang apa hubungannya dengan Emak dan Agus?" hati Tinah menyimpan tanda tanya.
"Kamu tidak dengar kasus jenasah yang ditemukan di hutan dekat Desa Suka Makmur?" lanjut Mbah Ngatiyem.
"Emak itu ngomong opo to? Aku kok malah bingung. Ditanya kok balik tanya," gerutu suara di seberang sana.
"Nduk, Tinah, salah satu pelaku yang terlibat dalam kasus jenasah yang di temukan di hutan itu anakmu, Nduk. Agus salah satu pelakunya," terang wanita berumur 60 tahun itu.
Tinah terkaget. "Opo Mak?! Agus terlibat kasus pembunuhan?!" Kok bisa to Maak Mak."
"Nduk, dari dulu Emak kan sudah sering cerita ke kamu tentang kelakuannya Agus, tapi kamu seperti gak mau tahu. Sekarang kejadian seperti ini. Emakmu ini juga kaget kalau Agus ikut terlibat pembunuhan," ujar Mbah Ngatiyem.
"La sekarang Agus bagaimana, Mak? Ditahan polisi?" tanya suara di seberang sana.
"Iyo Nduk, sudah 3 hari ini dia ditahan polisi," jawab wanita berumur 60 tahun itu.
"Ya sudah Mak, kalau begitu aku tak segera minta ijin cuti kerja supaya bisa pulang," ucap Tinah.
"Iyo Nduk, ati-ati."
Panggilan telpon antara Mbah Ngatiyem dan Tinah pun berakhir.
"Piye Mbah? Tinah ngomong opo?" tanya Bu Maksum.
"Dia mau minta ijin cuti kerja supaya bisa pulang," sahut Mbah Ngatiyem.
"Harusnya memang begitu Mbah, wong Agus itu anaknya dia. Masa' mau pasrah bongkokan ke panjenengan," kata perempuan paruh baya itu.
"La bapaknya Agus sudah tahu apa belum, Mbah?" lanjut Bu Maksum.
"Gak usah mbahas lanangan kayak dia, Bu. Percuma. Saya sudah angkat tangan. Sudah males rasanya. Dulu waktu pingin nikahi Tinah kayak yok yok o, tapi setelah berumah tangga ketahuan aslinya. Lanangan busuk rupanya," keluh wanita berumur 60 tahun tersebut.
*
Setelah mendapat informasi dari Agus, pihak kepolisian bergerak dengan cepat. Mereka segera membentuk tim untuk memburu Burhan, Rusdi, Totok, dan Doni.
Dalam jangka waktu 2 minggu, Totok dan Doni berhasil ditangkap. Ternyata mereka kabur di luar kota, di tempat tinggal kerabat mereka. Sedangkan untuk Burhan dan Rusdi, statusnya masih DPO alias buron.
Pihak kepolisian sudah menginterogasi anggota keluarga Burhan dan Rusdi, namun nihil, tidak ada satu pun dari mereka yang tahu dimana keberadaan paman dan ponakan itu.
Sementara itu, Bu Patmi, yang mengenal Burhan, sama sekali tidak menyangka jika pria paruh baya itu adalah otak di balik kasus pembunuhan anaknya.
Dulu, sewaktu Murni masih belum berniat menjadi TKW, Burhan memang pernah datang ke rumah Bu Patmi untuk melamar Murni. Namun dengan halus, Bu Patmi menolak lamaran Burhan dengan alasan karena Murni memang belum minat untuk menikah.
Siapa sangka penolakan halus itu ternyata berbuntut panjang, Burhan menjadi sakit hati dan akhirnya mempunyai rencana yang dia pendam dalam benaknya.
Sebenarnya Burhan mengenal sosok Murni secara tidak sengaja. Waktu itu dia sedang dalam perjalanan menuju ke Desa Suka Karya untuk membahas masalah penjualan sawah dengan Pak Broto, salah satu orang terkaya di desa tersebut.
Ketika Murni dalam perjalanan pulang dari tempat kerjanya dengan naik sepeda ontel, lewatlah mobil Burhan, dan pria paruh baya itu langsung kesengsem dengan gadis cantik tersebut.
Tanpa berpikir panjang, Burhan pun mencari informasi tentang Murni dan mencari waktu untuk mendekati gadis cantik itu.