Kara sangat terkejut saat Ibunya tiba-tiba saja memintanya pulang dan berkata bahwa ada laki-laki yang telah melamarnya. Terhitung dari sekarang pernikahannya 2 minggu lagi.
Karna marah dan kecewa, Kara memutuskan untuk tidak pulang, walaupun di hari pernikahannya berlangsung. Tapi, ada atau tidaknya Kara, pernikahan tetap berlanjut dan ia tetap sah menjadi istri dari seorang CEO bernama Sagara Dewanagari. Akan kah pernikahan mereka bahagia atau tidak? Apakah Kara bisa menjalaninya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ririn Yulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dimarahi
Setelah semalaman menemani ku menjaga Mas Saga, aku pun menyuruh Disha agar pulang saat jam masih menunjukkan pukul 5 subuh tadi. Mengingat Disha akan berangkat ke kantor, terpaksa aku menghubungi Bu Adis untuk meminta izin tidak masuk hari ini. Tak lupa juga aku memberi tahunya alasan aku tidak masuk kerja hari ini.
Aku juga sudah selesai menghubungi orang tua ku dan juga orang tua Mas Saga. Ibu terdengar begitu khawatir saat aku memberitahunya tadi, Mas Saga masuk rumah sakit karna alergi dengan udang yang aku masak, ingin datang ke sini tapi aku bilang tidak usah karna keadaan Mas Saga juga sudah membaik setelah bangun tadi .
Berbeda dengan kedua mertuaku yang langsung menyusul kesini begitu aku memberi kabar bahwa Mas Saga masuk rumah sakit, saat sampai terlihat Mama yang paling khawatir langsung memeluk Mas Saga dan menangis.
"Aku gapapa, Ma," ujar Mas Saga menepuk bahu Mama saat terdengar isakan dari wanita paruh baya itu.
"Gapapa, gimana? Kamu masuk rumah sakit begini Saga!" seru Mama menatap Mas Saga tajam. "Kalau tau kamu sakit begini, ngapain kamu susulin Kara kesini!!"
Mendengar perkataan Mama barusan membuat aku langsung menunduk, merasa di hakimi dan merasa bersalah. Karna, aku lah penyebab Mas Saga masuk rumah sakit, andai saja dia tidak datang dan tidak memakan masakanku pasti sekarang dia masih baik-baik aja.
"Aku kangen istriku, makanya aku kesini, Ma. Lagian cuman demam dikit karna ga sengaja makan udang, sekarang udah gapapa," ujar Mas Saga.
"Saga! Kamu kan udah Mama kasih tau jangan makan seafood apa lagi udang!! Liat sekarang kamu masuk rumah sakit gini," omel Mama.
"Udah, Ma. Jangan ngomel lagi masih pagi loh, lagian Saga udah baik-baik aja sekarang," Papa membuka suara begitu mendengar Mama terus marah.
Tak terima atas perkataan Papa, Mama langsung melirik tajam ke suaminya itu. "Papa itu ga pernah khawatir sedikit pun sama Saga, anaknya masuk rumah sakit gini malah di bilang gapapa! Gimana bisa tenang kalau liat anak satu-satu aku masuk rumah sakit!!"
"Saga demam Pa, di bantuin oksigen tadi malam karna sesak!" lanjut Mama terlihat begitu marah.
"Kena lagi," gumam Papa yang masih bisa terdengar, lalu mengambil duduk di sofa karna tidak ingin berdebat lagi dengan Mama.
"Udah Ma, jangan marah-marah lagi. Aku udah gapapa," kata Mas Saga menggenggam tangan Mama agar bisa sedikit lebih tenang.
Bukannya tenang, Mama juga menatap Mas Saga tajam. "Kamu itu sama aja kaya Papa mu, ga ada bedanya. Sakit gini malah di bilang gapapa!"
Mas Saga tak lagi menjawab, tak berani dengan Mama yang semakin marah, walaupun Mama marah-marah terus kami hanya diam mendengarkan.
Lelah marah-marah dan memang sudah waktunya Mas Saga untuk minum obat, Mama pun memberikan obat pada Mas Saga lalu di suruh tidur. Begitu Mas Saga sudah tertidur, Mama memanggilku untuk mengikutinya keluar kamar. Sedangkan Papa ku lihat juga sudah tertidur di sofa.
...****************...
"Kenapa, Ma?" tanya ku begitu kami sudah di luar kamar.
Mama menatapku begitu tajam. "Kamu ngasih makan apa ke Saga sampai dia masuk rumah sakit? Kamu ga tau kalau Saga itu punya alergi dengan udang!!"
Aku menunduk, menatap ke lantai, tak berani menatap wajah Mama yang sedang memarahiku. "Maaf, Ma..." hanya itu kalimat yang bisa ku ucapkan.
"Kamu pikir dengan kamu minta maaf gini, bikin Saga ga masuk rumah sakit?? Saya sudah berusaha besarin anak saya dari kecil sampai sekarang biar dia ga sakit, batasin makanan apa saja yang boleh dia makan dan penuhin semua kebutuhannya," Mama menjeda ucapannya sebentar untuk menetralkan emosinya. "Tapi, kamu yang baru jadi istrinya beberapa hari sudah bikin anak saya masuk rumah sakit!!"
"Heran saya kenapa dia mau nikah sama kamu, saya udah duga dari awal kalau kamu ga pantas buat anak saya!! Kalau bukan karna takut dengan Papanya Saga, saya ga bakal biarin Saga nikahin kamu!!"
Deg!
Mama langsung kembali masuk ke kamar begitu selesai mengatakan hal yang membuat aku tidak bisa menahan air mataku, nyeri dan sesak langsung ku rasakan begitu mendengar Mama mertuaku itu berucap bahwa aku tidak pantas dengan Mas Saga.
Kata tak pantas itu terus terdengar dan terbayang di kepalaku, tak perduli bahwa ada orang yang memperhatikan ku atau tidak, tapi air mataku langsung keluar dengan deras. Sakit sekali, bahkan untuk menjelaskan sakit yang sekarang aku rasakan tak bisa mengungkapkan semuanya. Rasanya berat mengangkat kakiku untuk melangkah, tapi dengan sekuat tenaga aku langsung berlari ke toilet umum terdekat.
Aku menumpahkan semua tangisanku begitu aku sudah berada di dalam toilet, tak perduli ada yang mendengar ku atau tidak yang ku pikir sekarang hanya menangis untuk menumpahkan semuanya karna perkataan Mama yang mengatakan aku tidak pantas untuk Mas Saga terus terngiang-ngiang di kepalaku.
Aku berteriak dengan keras, menutup mata dan telingaku karna terus mendengar perkataan Mama.
Aku menangis terus menerus, tak bisa menahan perih dan sesak di dadaku. Aku juga tidak mau menikah, bukan aku yang menginginkan ini semua apalagi menikah dengan Mas Saga. Kenapa Mama sekarang malah menyalahkan aku? Apakah sebegitu tidak pantasnya aku dengan Mas Saga? Kenapa Mama tega sekali.
Aku tak sadar menangis berapa lama sampai seseorang mengetuk pintu dan menanyakan aku baik-baik saja atau tidak.
"Mbak, Mbak gapapa di dalam?"
Aku menatap ke arah pintu yang di ketuk dari luar, mengusap air mataku lalu menjawab. "I-iya, saya gapapa," sahut berusaha agar suaraku tetap terdengar baik-baik saja.
Setelah mendengar langkah kaki pergi aku buru-buru mencuci muka, belum bercermin sudah aku tau bahwa mataku saat ini jelas merah dan sembap. Tak mungkin aku balik dalam keadaan begini.
Aku menarik nafas sebelum keluar dari toilet, kembali membasuh wajahku dan bercermin, untung saat ini toilet sepi jadi aku tidak malu dengan penampilan ku sekarang ini. Aku pun melangkah keluar meninggalkan toilet, mengikuti langkah kakiku kemana saja dia membawa aku pergi yang penting bukan bertemu mertuaku apa lagi Mas Saga.