Mendapatkan perlakuan kasar dari ibunya membuat Violetta Margareth seorang anak kecil berumur 4 tahun mengalami traums berat.
Beam selaku ayah daei Violetta membawanya ke sebuah mall, sampai di mall Violetta histeris saat melihat sebuah ikat pinggang karena ia memiliki trauma dengan ikat pinggang. Renata yang saat itu berada di mall yang sama ia menghampiri Violetta dan menenangkannya, ketika Violetta sudah tenang ia tak mau melepaskan tangan Renata.
Penasaran kan apa yang terjadi dengan Violetta? yuk ikuti terus ceritanya jangan lupa dukungannya ya. klik tombol like, komen, subscribe dan vote 🥰💝
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Violetta ketakutan
Tubuh Violetta bergetar ketakutan saat sekelebatan ingatan menghantui pikirannya, Renata memeluk tubuh Violetta seraya menenangkannya.
"Sayang jangan takut ada kakak disini, kakak mohon kamu tenang ya." ucap Renata dengan lembut.
"Tatak.. Vio takut.." ucap Violetta ketakutan.
"Tidak perlu takut, kamu aman sama kakak." ucap Renata.
Violetta mulai tenang di dalam dekapan Renata, dia berusaha menghilangkan ingatan yang membekas di dalam pikirannya. Bram turun dari lantai atas saat mendengar teriakan Violetta, dia berjalan tergesa kearah halaman depan rumah.
"Vio kamu kenapa berteriak nak?" tanya Bran khawatir.
"Sepertinya Vio mengingat sesuatu, jadinya dia berteriak sama sepertiku dulu." jawab Renata seraya menghapus keringat dan juga air mata yang membasahi wajah Violetta.
"Maksudmu?" tanya Bram.
"Nasib Vio hampir sama persis denganku, aku juga sama sepertinya sering di siksa dan juga di jadikan pembantu oleh ibu tiri dan saudara tiriku, aku merasakan trauma tetapi aku berusaha melawannya. Terkadang sekelebatan ingatan menyakitkan itu tiba-tiba terlintas di benakku yang mana membuatku merasa cemas dan ketakutan, mungkin itulah yang saat ini Vio rasakan." jelas Renata.
'Jadi Renata juga sama seperti Vio?' tanya Bram dalam hatinya.
Bram memangku Violetta kedalam dekapannya, dia membawanya masuk ke dalam diikuti oleh Renata dibelakangnya.
"Biarkan aku yang menggendong Vio, tuan istirahat saja." ucap Renata.
Bram memberikan Violetta kepada Renata, dia mengusap kepala Violetta dan mengecup pipinya sekilas. Wajah Renata memerah melihat Bram mengecup pipi Violetta tepat dihadapannya, dia langsung memalingkan wajahnya kesamping.
"Tolong jaga Violetta, aku akan kembali ke kamarku." ucap Bram.
"I-iya tuan," ucap Renata gugup.
'Njir, Vio yang di kecup tapi kenapa pipi gue yang panas sih? Kalo dilihat dari deket bapaknya Vip ganteng juga' batin Renata.
Bram menyembunyikan senyumannya dari Renata, dia melihat wajah Renata yang memerah yang mana membuatnya ingin tertawa.
'Kenapa wajahnya memerah? Oh Tuhan, kenapa dia lucu sekali' batin Bram.
Bram melangkahkan kakinya kembali ke kamarnya, Renata berusaha menetralkan wajahnya yang memerah.
Renata menyalakan tv agar Violetta tidak melamun, Violetta tidak boleh ditinggal sendirian karena jika dibiarkan seperti itu ia akan sering berhalusinasi sampai berusaha mencelakai dirinya sendiri. Sambil menonton tv Renata terus mengajak Violetta mengobrol, dia tahu bagaimana perasaan Violetta meskipun Renata membuat kesibukan untuknya pikiran Violetta masih berkelana entah kemana.
"Vio jangan melamun ya sayang, bagaimana kalau kita main tebak-tebakan?" ajak Renata.
"Tebak-tebakan apa?" tanya Violetta.
"Vio tebak ya, hewan apa yang memiliki tanduk di kakinya?" ucap Renata memberikan pertanyaan pada Violetta agar pikirannya teralihkan.
"Ayam." seru Violetta.
"Wahh, prok..prok..prokk Vio pinter banget. Sekarang coba tebak lagi ya, hewan dengan kepala bercabang dan juga binyik putih di punggungnya, hewan apakah itu?" ucap Renata sambil bertepuk tangan.
"kambing." jawab Violetta.
"Salah," ucap Renata.
"Oh, aku tahu. Rusa." seru Violetta.
Prok..Prokk..Prokk.
"Nilai 100 buat Vio, yeaayyy.." sorak Renata.
Renata melanjutkan permainan tebak-tebakkannya dengan Violetta, dia semakin bersemangat karena melihat antusias dari Violetta.
Di rumah Fadlan.
Andini sedang bermalas-malasan dikamarnya sedangkan ibunya sibuk mengerjakan pekerjaan rumah, Namira merasakan lelah karena setiap harinya sejak kepergian Renata dialah yang mengerjakan semua keperluan orang rumah.
"Si Andini kemana sih? Udah tahu sekarang gak ada Renata dia malah enak-enakan diem dikamar, awas saja tak kasih pelajaran." kesal Namira.
Namira berjalan kearah kamar Andini, dia mebawa sapu dan juga lap pel ditangannya.
Ceklek.
Brukk..
"Bagus ya, ibu cape beresin rumah sendirian kamu malah tiduran disini?! Cepet bangun sapu halaman rumah sama pel semua sudut ruangan." titah Namira.
"Enggak mau lah bu, nanti kuku Dini rusak." ucap Andini.
"Kamu pikir setelah si Rena pergi siapa yang beresin rumah hah?! Ibu juga capek, kuku ibu rusak demi kamu bisa makan dan juga tidur di rumah yang bersih, pakaian udah rapih dan wangi siapa yang ngerjain? Kita gak punya pembantu, cepet bantuin ibu kalau kamu masih gak mau babtuin ibu maka jangan harap ibu kasih kamu makan sama uang jajan." ancam Namira.
"Nyebelin banget sih ibu, lagian si Rena keman sij gak balik-balik nyusahin aja tau enggak." gerutu Andini.
"Udah jangan banyak ngomong, cepet kerjain semuanya!" tegas Namira.
Dengan malas Andini mengambil sapu dan lap pel dari tangan ibunya, dia membersihkan halaman rumah dan juga mengepel dengan lantai yang basah tanpa di peras. Fadlan baru saja tiba di rumahnya, dia melepas sepatunya dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.
"Assalamu'alaikum." ucap Fadlan memberi salam.
Sreeett.. Brukk..
Fadlan jatuh terpeleset karena lantai yang licin, dia meringis kesakitan saat tubuhnya terduduk diatas lantai.
"Aawwhhh.." ringis Fadlan.
Namira dan Andin yang saat itu sedang berada di dapur mendengar suara Fadlan yang sedang meringis kesakitan, keduanya berjalan menghampiri Fadlan. Namira syok melihat suaminya sedang terduduk diatas lantai, dia dan Andini berjalan dengan tergesa sampai keduanya ikut terjatuh sama seperti Fadlan.
Sreett..Brukk..Brukk..
"Adduuhhh..sakitnya.." ucap Namira mengaduh kesakitan.
"Aaahh..Ibu sakit.." rengek Andini.
"Kamu ini gimana sih Dini? Disuruh ngepel aja gak becus, lihat nih kita jadi korban gara-gara kamu!" omel Namira.
"Kok aku yang disalahin sih bu?" tanya Andini tidak terima.
"Kalau buka karena kamu terus ini ulah siapa hah? Lihat lantai pada licin semua." ucap Namira kesal.
"Udah, udah jangan berantem lagi. Bantuin papa bangun, papa gak kuat berdiri." ucap Fadlan.
Namira memegang meja berusaha berdiri, dia juga membantu Andini bangkit dari duduknya dengan meringis kesakitan. Namira dan Andini membantu Fadlan berdiri, keduanya membopong Fadlan masuk ke dalam kamarnya.
"Aauuhh, sayang tolong panggilkan tukang urut sepertinya kakiku keseleo." ucap Fadlan.
"Iya mas, kamu tunggu sebentar ya." ucap Namira.
Namira melangkahkan kakinya keluar mencari hp nya, dia menelpon nomor tukang urut sesuai perino99tah Fadlan.
"Si Rena kemana sih? Biasanya tuh anak pulang lagi, tapi kenapa sekarang gak pulang-pulang kan jadinya aku yang capek." keluh Namira.
Biasanya jika Renata pergi dari rumah ia akan kembali lagi dalam beberapa hari, tapi untuk sekarang Renata tidak mau menginjakkan kakinya lagi di rumah yang ia anggap neraka itu. Dia sudah terlanjur sakit hati ditambah lagi ayahnya yaitu Fadlan menampar wajahnya demi membela wanita yang jelas-jelas sudah menghancurkan mental dan juga fisiknya, Namira adalah penyebab kematian ibunya. Karena perselingkuhannya dengan ayahnya diketahui oleh ibu Renata hingga akhirnya ibunya memutuskan untuk membunuh dirinya sendiri, karena tak terima di selingkuhi ibu Renata meminun racun serangga dan nyawanya pun tak bisa tertolong saat Renata menemukan sang ibu tergeletan dengan mulut yang berbusa.