Ditindas dan dibully, itu tak berlaku untuk Cinderella satu ini. Namanya Lisa. Tinggal bersama ibu dan saudara tirinya, tak membuat Lisa menjadi lemah dan penakut. Berbanding terbalik dengan kisah hidup Cinderella di masa lalu, dia menjelma menjadi gadis bar-bar dan tak pernah takut melawan ketidakadilan yang dilakukan oleh keluarga tirinya.
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anim_Goh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Iblis Berwajah Manusia
"Rumah siapa ini?"
Lisa menatap seksama bangunan megah yang ada di hadapannya. Tadi saat dirinya baru akan istirahat, ibu dan kakak tirinya pulang dan langsung memintanya berganti pakaian. Awalnya Lisa menolak. Tetapi setelah diberitahu kalau mereka akan mengajaknya pergi jalan-jalan, dengan cepat dia melupakan rasa lelah yang menyiksa dan bergegas bertukar baju dengan yang baru. Lisa sudah sangat tidak sabar ingin segera mengetahui kehidupan di dunia luar.
"Heh gadis bengal, dengarkan ucapanku baik-baik ya. Di dalam nanti kau harus patuh pada semua yang dikatakan oleh pemilik rumah. Jangan coba-coba melawan apalagi melarikan diri. Mengerti?" tandas Hanum mengingatkan Lisa supaya tidak macam-macam.
"Kalian menjualku?" tanya Lisa santai. Tak terlihat gurat panik ataupun takut di wajahnya.
"Menjualmu?"
Hanum menatap ibunya kemudian tertawa. "Hahaha, Lisa Lisa. Memangnya siapa yang mau membeli gadis bau sepertimu? Jangan berandai-andai terlalu jauhlah, nanti kau kecewa kalau hasilnya tak sama dengan yang kau bayangkan."
"Dan juga ya, Lis. Apa kau tidak takut jika seandainya benar kami ingin menjualmu, hm?" Arina ikut menimpali. Jika bisa dijadikan uang, mengapa harus dijual?
"Takut?"
Kini giliran Lisa yang tertawa. Dan tindakan tersebut membuat ibu dan saudara tirinya mengerutkan kening.
"Kau ... tertawa?"
"Iyalah. Memangnya telinga kalian sudah tidak berfungsi lagi sampai tidak bisa membedakan mana suara tawa dan mana suara tangisan?" ejek Lisa tanpa merasa takut. "Lagipula untuk apa aku merasa takut. Toh sejak Ayah meninggal aku telah menjalani kehidupan yang jauh lebih menakutkan dari sekadar dijual. Yaitu tinggal bersama kalian. Jangan lupakan kalau kalian berdua adalah perwujudan iblis berwajah manusia. Punya hati, tapi mati nurani."
Arina tergugu oleh sindiran keras yang dilayangkan oleh Lisa. Sementara Hanum, wanita itu tampak menggigit bibir. Tentu ikut merasa tersindir saat Lisa menyebut kalau dia dan ibunya merupakan jelmaan iblis berwajah manusia.
Tak sabar ingin segera lepas dari kekangan keluarga tirinya, Lisa memutuskan untuk keluar dari mobil. Dia kembali berdecak mengagumi kemegahan bangunan yang ada di hadapannya. Seperti istana. Bedanya tidak ada pilar tinggi menjulang seperti yang pernah dia lihat di dalam buku dongeng.
"Kira-kira yang tinggal di rumah ini manusia atau bukan ya?" Pikiran Lisa melantur. Dia cuek saja saat mendengar gerutuan Hanum.
"Jangan belagak kampungan, Lis. Itu bisa mempermalukan kami!" tegur Hanum sambil menatap tajam ke arah Lisa yang lancang keluar dari mobil tanpa ijin. Untung saja gadis ini tidak melarikan diri. Huft.
"Yang malu kan kalian, kenapa jadi aku yang kena omel?"
"Hei, bisa tidak jangan membantah terus? Aku ini lebih tua darimu. Bersikaplah yang hormat."
Tanpa disangka-sangka Lisa berbalik menghadap Hanum kemudian membuat pose seperti sedang hormat pada tiang bendera. Sangat lawak. Namun, tindakan tersebut tak membuat dua wanita itu merasa senang. Malah mereka mencibir sinis dan menyebutnya sebagai gadis tak waras.
"To the point saja. Sebenarnya apa tujuan kalian membawaku kemari? Bukankah saat di rumah kalian mengatakan ingin membawaku pergi jalan-jalan? Kenapa malah tersesat di istana megah ini?" tanya Lisa menuntut penjelasan.
"Cihh, enak sekali mulutmu menguap. Berdiri di depan sebuah rumah yang sangat megah dianggap sedang tersesat? Kau benar-benar bodoh, Lisa. Pastinya ada alasan kuat mengapa kami membawamu datang kemari," jawab Arina sambil menahan kesal. Kalau tak ingat ada hadiah yang telah dijanjikan, dia pasti sudah menjambak rambut gadis ini. Semakin dibiarkan sikap Lisa semakin kurang ajar.
"Kalau begitu cepat jelaskan."
"Apa hakmu meminta kami untuk menjelaskan?"
Lisa memutar bola matanya jengah. Terlalu bertele-tele. Kalau memang dirinya akan dijual, apa susahnya bicara jujur. Toh itu tidak akan berpengaruh apa-apa di hidupnya.
"Teman Hanum butuh seorang pelayan, dan kami meminjamkanmu untuk sementara." Arina berdehem. "Nanti di dalam kau bekerjalah dengan benar. Jangan membuat kekacauan seperti yang sering kau lakukan di rumah. Itu memalukan."
Deg
(Kejamnya. Jadi mereka memberikanku pada orang lain sebagai seorang pembantu? Ayah, aku sungguh tidak mengerti apa yang sebenarnya Ayah pikirkan sebelum menikahi nenek sihir ini. Sekarang lihatlah perbuatannya kepadaku. Sudah memperbudakku di rumah sendiri, sekarang mereka malah menjadikanku sebagai pembantu di rumah orang lain. Kapan penderitaan ini akan berakhir? Aku sudah lelah)
Hanum menyikut pelan lengan ibunya karena merasa heran melihat reaksi Lisa yang malah merenung. Dia merasa was-was, takut kalau gadis bengal ini tiba-tiba mereog dan menolak tawaran mereka.
"Bagaimana ini, Bu. Tidak biasanya Lisa menjadi diam begini. Aku jadi takut," bisik Hanum gelisah.
"Apa yang perlu ditakutkan? Dasar bodoh," Arina mendengus. Akan dia pastikan Lisa mau menerima pekerjaan ini. Apapun caranya. "Tak akan Ibu biarkan dia menggagalkan kesenangan kita. Jangan khawatir. Oke?"
"Kalau dia mengamuk bagaimana?"
"Gampang. Ibu akan bilang kalau .... "
"Sampai kapan aku akan bekerja di rumah ini?"
Tiba-tiba Lisa bertanya. Tatapannya sendu, pilu memikirkan nasibnya yang seperti bola pingpong. Di sana sini hanya untuk dipukuli.
"S-sampai ... sampai .... "
"Kalian sudah datang?"
Suara bariton menghentikan perkataan Hanum yang terbata-bata. Kecuali Lisa, semua mata langsung tertuju pada sosok pria yang tengah berdiri tak jauh dari sana.
(Oh Tuhan, apakah dia titisan dewa? Sangat tampan. Rasanya aku seperti akan mimisan)
"Siapa diantara kalian yang akan masuk sebagai pelayan?" Pria itu kembali berbicara. Dingin, dan tatapannya sangat tajam.
"Aku." Singkat, padat, dan jelas. Tanpa ba-bi-bu lagi Lisa langsung masuk ke dalam rumah tanpa menunggu dipersilahkan. Tubuh dan pikirannya sudah terlalu lelah untuk sekadar menunggu arahan.
Lionel, menaikkan satu alisnya ke atas ketika gadis kumal itu berjalan melewatinya dengan sangat santai. Terkesan lancang, tapi anehnya dia tak bereaksi lebih. Malah diam membiarkan gadis itu masuk ke dalam rumah.
"Em Tuan Lionel, yang barusan bicara itu adalah pelayan yang saya bawa. Namanya Lisa. Usianya belum genap tujuh belas tahun," ucap Hanum menjelaskan identitas pelayan yang dibawanya. Dia bicara dengan nada selembut mungkin, berharap bisa mengetuk hati pria tampan di hadapannya.
"Apa kalian memperjualbelikan anak di bawah umur?" sarkas Lionel. Cukup mengagetkan saat mengetahui usia gadis aneh itu.
"Tentu saja tidak. Kami ... kami hanya ingin menolongnya yang sedang kesulitan mencari pekerjaan."
"Berikan nomor rekeningmu sekarang. Waktuku tidak banyak."
"Nomor rekening?"
Lionel kembali menaikkan satu alisnya ke atas. Apa-apaan wanita ini? Menggelikan sekali.
"Num, Tuan Lionel ingin memberikan hadiah karena sudah mengantarkan pelayan ke rumahnya. Cepat berikan nomor rekeningmu. Jangan membuatnya menunggu," tegur Arina gemas sendiri melihat sikap Hanum yang seperti orang kebingungan.
"Ibumu jauh lebih mengerti uang daripada kau, Nona. Sayang sekali."
Tertegun oleh ucapan Tuan Lionel, Hanum segera menyebutkan nomor rekening setelah lengannya dicubit oleh ibunya. Saat hendak protes, kedua matanya dibuat membelalak lebar oleh pesan yang baru saja masuk ke ponsel.
"T-Tuan, Anda tidak salah mentransfer uang 'kan? Jumlahnya banyak sekali," pekik Hanum syok saat menghitung angka nol di dalam M-banking miliknya.
"Kalian boleh pergi." Tak ada basa basi, Lionel langsung masuk ke dalam rumah begitu urusannya selesai. Mengabaikan kehebohan dua wanita yang baru saja menerima segelintir hadiah darinya, dia bergumam. "Di mana-mana wanita sama saja. Matanya akan langsung menghijau begitu melihat uang. Cih!"
***
Apa kau adalah saudara tirinya Lionel?
lisa adalah definisi pasrah yang sebenernya. udah gk takut mati lagi gara2 idup sengsara