Dira Namari, gadis manja pembuat masalah, terpaksa harus meninggalkan kehidupannya di Bandung dan pindah ke Jakarta. Ibunya menitipkan Dira di rumah sahabat lamanya, Tante Maya, agar Dira bisa melanjutkan sekolah di sebuah sekolah internasional bergengsi. Di sana, Dira bertemu Levin Kivandra, anak pertama Tante Maya yang jenius namun sangat menyebalkan. Perbedaan karakter mereka yang mencolok kerap menimbulkan konflik.
Kini, Dira harus beradaptasi di sekolah yang jauh berbeda dari yang sebelumnya, menghadapi lingkungan baru, teman-teman yang asing, bahkan musuh-musuh yang tidak pernah ia duga. Mampukah Dira bertahan dan melewati semua tantangan yang menghadang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Balas dendam
Jam Istirahat
Di kantin, Dinda, Dira, dan Gerry duduk di meja yang sama, mengamati dari jauh. Di sudut lain, Levin dan Naomi terlihat bermesraan di depan semua orang. Siswa-siswa lain sibuk bergosip, membicarakan kedekatan mereka yang tiba-tiba.
Dinda melirik Dira. "Tuh, Dir, lihat deh. Kok bisa Levin mau sama Naomi? Nggak masuk akal banget."
Dira, yang tadinya sudah bingung, kini merasa lebih frustrasi. "Iya, aneh banget. Aduh, gue jadi pusing liat si Levin sekarang. Kayak... dia bukan Levin yang gue kenal. Pacaran sama Naomi makin bikin semuanya tambah aneh. Ah, gue bener-bener nggak ngerti," keluh Dira, merasa pikirannya kacau.
Di seberang kantin, Naomi yang duduk bersama Levin menyadari tatapan Dira. Ia tersenyum licik dari kejauhan, seolah merayakan kemenangannya. Senyum itu seperti sebuah pesan—bahwa Naomi telah menang, dan Dira hanya bisa melihat dari jauh.
Dira yang melihat senyum itu merasa hatinya semakin panas, namun tak bisa berbuat apa-apa. "Ada apa sebenarnya antara mereka?" pikirnya, rasa penasaran dan frustrasi semakin menumpuk.
"Awas ya lo, Naomi..." gumam Dira dalam hati, matanya menyipit penuh kegeraman saat melihat senyum kemenangan Naomi di kejauhan.
Sepulang sekolah, Dira, Vanya, dan Levin berada dalam mobil menuju rumah. Suasana dalam mobil terasa canggung, terutama setelah Dira mendengar gosip tentang Naomi dan Levin."Kak, Kakak bener pacaran sama Naomi?" tanya Vanya tiba-tiba, memecah kesunyian. Levin yang tengah fokus menyetir hanya menanggapi dengan singkat tanpa melirik ke belakang. "Udah, nggak usah pikirin hal begituan. Kamu fokus sekolah aja," jawabnya datar.
Dira yang duduk di samping Levin ikut memasang telinga. "Dia nggak jawab sama sekali pertanyaan si Vanya... Ini pasti ada yang nggak beres," batinnya, semakin yakin ada sesuatu yang disembunyikan Levin.
Beberapa menit kemudian, Levin berbicara lagi, kali ini langsung kepada Dira. "Dir, nanti kamu pergi les sendiri ya. Gue harus jemput Naomi sore ini."
Mendengar nama Naomi disebut, darah Dira langsung mendidih. "Enggak mau! Gue nggak bisa sendiri. Gue nggak punya duit buat bayar ojek online atau taksi," jawab Dira tegas, menolak mentah-mentah.
Levin menoleh sebentar, lalu mengeluarkan dua lembar uang berwarna merah dari kantong celananya dan menyodorkannya ke arah Dira. "Nih, buat lo."
Dira terkejut, matanya membesar. Dia tak percaya Levin benar-benar memberikan uang begitu saja. "Gue enggak butuh duit lo," ujarnya dengan nada dingin, lalu melempar uang itu kembali ke arah Levin.
Levin hanya mendesah pelan, sementara Dira mencari cara lain. "Ya udah, gue bisa pinjem motor Vanya," katanya, menatap Vanya yang duduk di kursi belakang dengan harapan.
Namun, Vanya hanya menggelengkan kepala cepat, seolah menolak permintaan Dira tanpa berkata apa-apa. Dira yang tak mau menyerah, mengedipkan satu matanya, berharap Vanya akan berubah pikiran. Vanya hanya tersenyum tipis, mencoba menghindari keterlibatan lebih jauh. Suasana di dalam mobil pun kembali hening, ketegangan semakin terasa.
...****************...
"Aduh, Kak Dira, aku kan juga mau les, dan sopir lagi nggak masuk. Jadi nggak ada yang nganterin," keluh Vanya saat Dira meminta untuk meminjam motornya. Vanya menatap Dira dengan ekspresi yang bingung, seolah tak yakin bagaimana menyelesaikan masalah ini.
"Kamu pakai ojek online dulu aja, tapi pakai uang kamu dulu, nanti kakak ganti deh kalau uang dari ibu udah ditransfer. Soalnya ini penting banget, kakak harus les hari ini," pinta Dira dengan nada memohon, mencoba meyakinkan Vanya. Vanya melipat tangan, jelas tidak begitu terkesan. "Ah, biasanya juga kakak suka bolos, kan?" sindirnya, mengingat bagaimana Dira sering absen dari kelas les.
"Hari ini tuh beda, Vanya! Ini penting banget, serius. Kakak harus les," balas Dira, semakin memaksa agar Vanya memberikan kunci motornya. Vanya mendesah, tapi akhirnya menyerah "ya udah, nih. Aku kasih buat sekarang," katanya sambil mengulurkan kunci motor. "Tapi, sebagai imbalannya, kakak harus make up-in aku pas ulang tahun nanti.
"Udah, gampang itu! Nanti kakak dandanin kamu, deh. Yang penting sekarang kakak bisa berangkat les. Ya ampun, ini gawat banget," jawab Dira dengan ekspresi lega, buru-buru mengambil kunci motor dari tangan Vanya. Namun Vanya sempat mengerutkan dahi, merasa ada yang aneh. "Eh, Kakak aneh deh. Ngapain minjem motor Vanya, kan tangan kakak lagi sakit?"
Dira tersenyum canggung, tapi tak sempat menjawab karena sudah terburu-buru. Ia segera beralih memanggil Gerry yang bersembunyi tak jauh dari rumah Levin. "Ger! Gerry! Cepet sini," panggil Dira, melambaikan tangan dengan penuh semangat. Gerry, yang tampak ragu, berjalan mendekat. "Boncengin gue sekarang," perintah Dira sambil menyerahkan kunci motor Vanya ke Gerry.
"Tapi, Dir, gimana mobil gue? Kan masih di sana, di deket rumah Levin," balas Gerry, merasa ragu meninggalkan mobilnya. Dira menepis kekhawatiran Gerry dengan cepat. "Gampang, nanti gue suruh satpam rumah ini buat jagain mobil lo. Udah, cepetan!"
Dengan setengah hati, Gerry akhirnya menurut dan menyalakan motor Vanya. Dira pun segera duduk diDira tersenyum licik sambil memperhatikan hasil kerjanya dari kejauhan. Sekitar jam 2 siang, ia dan Gerry sudah tiba di tempat les, beberapa menit sebelum Levin dan Naomi muncul. "Nah, kan, cakep kalau gini. Emang lo aja yang bisa ngerjain gue di sekolah?" gumam Dira pelan setelah dengan lihai menuangkan cairan lem di kursi Naomi, dibantu oleh Gerry yang selalu setia dengan ide-ide usilnya.
"Ya udah, Dir, gue tunggu di depan minimarket sana. Biar gak ketahuan si Levin atau si Naomi. Bisa mati gue gara-gara lo," kata Gerry sambil melangkah cepat, meninggalkan Dira di dalam kelas dengan senyum penuh kepuasan.
Tak lama kemudian, Levin dan Naomi tiba di kelas. Dari jauh, Naomi melirik Dira dengan tatapan tajam, namun Dira berpura-pura sibuk dengan bukunya. "Tumben banget lo masuk les," sindir Naomi sinis, berjalan menuju kursinya yang berada tepat di sebelah Levin. Dira hanya menunduk, pura-pura tak mendengar, sambil menahan tawa yang hampir pecah. Saat Naomi duduk, ia langsung merasa ada yang tak beres. "Apaan nih, kok basah gini?" Naomi bergumam pelan, wajahnya mengernyit. Tanpa menyadari apa yang terjadi, ia mencoba berdiri namun seketika terdengar suara robekan. Semua mata langsung tertuju pada Naomi yang kini berdiri dengan wajah terkejut, rok yang ia kenakan robek di bagian belakang, menempel pada kursi.
"Siapa nih yang ngerjain gue?!" teriak Naomi, wajahnya memerah menahan malu. Suasana kelas yang tadinya tenang langsung berubah menjadi keributan. Murid-murid di sana saling berpandangan, bingung dengan apa yang terjadi pada Naomi, beberapa dari mereka menahan tawa. Levin menatap Naomi dengan alis terangkat, bingung dan tak mengerti apa yang sedang terjadi. Sementara itu, dari sudut ruangan, Dira menahan senyum penuh kemenangan, merasa puas dengan hasil rencananya.
yu follow untuk ikut gabung ke Gc Bcm thx