"Kita akan menikah dua bulan lagi, sampai kapan kita akan merahasiakan ini pada Raya?"
Deg
Raya mematung. Kakinya tiba - tiba melemas. Jantungnya seolah berhenti berdetak mendengar kalimat yang keluar dari mulut sang sahabat. Haidar dan Sintia akan menikah? Bahkan pernikahan mereka sudah didepan mata. Bukankah itu artinya hubungan mereka sudah pasti terjalin sejak lama? Tersenyum miris, Raya merasa jadi manusia paling bodoh yang mudah dipermainkan.
Pulang dengan luka hati, siapa sangka tiba - tiba datang lamaran dari Axelio, anak sahabat lama Papanya. Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan singkat, Raya memutuskan menerima pinangan Axel.
Lantas, akankah kehidupan rumah tangga Raya dan Axel bahagia? Bagaimana cara Axel membuat Raya move on dan berubah mencintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AfkaRista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"Terima kasih, Mas"
Axel mengangguk. Dia baru selesai membersihkan tubuh sang istri. Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore dan sudah waktunya Raya ganti pakaian.
"Mau makan sekarang? Mau Mas belikan sesuatu?"
"Nunggu Mama saja, sebentar lagi pasti Mama dan Papa datang"
Dan benar saja, Mama Raisa dan Papa Danu datang dengan membawa banyak bungkusan di tangan masing - masing.
"Mama dan Papa bawa apa saja? Kok banyak banget? Udah kayak orang mau pindahan aja" tanya Raya
"Ini ada masakan kesukaan kamu dan Axel. Terus tadi, Mama juga minta Papa berhenti di toko kue kesukaan kamu. Mama beli cemilan kesukaan kamu. Stik keju dan kue sus kering"
Raya terkekeh, "Kayak orang hamil aja dibawain banyak makanan"
Perkataan Raya membuat semua orang terdiam. Raut wajah istri Axel itu tersenyum kecut,
Axel menghela nafas kemudian memegang tangan Raya, "Jangan terus bersedih. Dia sudah bahagia loh disana"
"Aku tahu"
"Coba lihat Mama dan Papa. Semua yang mereka bawa itu buat kamu. Itu karena mereka sayang sama kamu"
Raya menatap kedua orang tuanya, wajah sendu mereka membuat Raya merasa bersalah "Maaf"
Mama Raisa memeluk putrinya, "Mama paham perasaan kamu. Tapi Mama minta, jangan terus berteman dengan kesedihan. Mama yakin kamu wanita yang kuat. Anak Mama kuat"
"Maaf sudah membuat Mama dan Papa sedih. Aku sudah ikhlas, tapi jujur aku belum sepenuhnya bisa melupakan dia"
"Kamu tidak boleh melupakannnya. Tapi simpan dia dihati kamu"
"Terima kasih, Ma. Terima kasih atas semua kasih sayang kalian", Raya menatap Papanya
"Tentu Sayang. Mama dan Papa selalu menyayangi kamu", sahut Papa Danu
"Ya sudah, sekarang sebaiknya kalian makan. Nanti makanannya keburu dingin"
Raya mengangguk dan Axel lega melihatnya. Meski dari luar Raya terlihat baik - baik saja, tapi luka hatinya belum sembuh sedikitpun. Bahkan saat malam mereka tertidur, Axel tahu jika diam - diam Raya masih menangisi kepergian anak mereka.
"Ayo, Mas suapi"
"Biar sama Papa saja. Kamu makanlah juga"
Axel menatap Raya. Istrinya itu tersenyum. Akhirnya mereka sama - sama makan karena jujur, Axel juga merasa lapar.
🌿🌿🌿
Usai makan, Axel memberikan obat pada Raya. Kondisi Raya sudah membaik dan jika memungkinkan besok ia sudah diperbolehkan pulang.
"Sintia sudah dibawa ke kantor polisi"
Raya menatap Papanya, "Bagaimana perkembangan kasusnya?"
"Polisi sudah melakukan penangkapan dan mungkin juga di lakukan penahanan atau tahanan kurungan. Selanjutnya akan dilakukan penyidikan. Tadi Papa sempat bertemu dengannya"
Papa Danu menatap putrinya, meski setuju melanjutkan kasus ini, tapi ia tahu jika dalam hati kecilnya, Raya masih memiliki belas kasihan padan mantan sahabatnya itu.
"Aku tidak tahu, kenapa Sintia bisa berubah. Jujur, aku seperti tak mengenalnya lagi"
"Semua orang bisa berubah, Sayang. Termasuk Sintia. Mungkin keadaannya yang membuatnya jadi seperti itu. Apalagi kalau Mas menilai, Sintia itu bukan cinta, tapi terobsesi pada Haidar. Dan orang yang terobsesi memiliki keinginan lebih kuat untuk memiliki meski harus melakukan berbagai cara"
Raya setuju dengan apa yang Axel katakan. Mungkin, Sintia tertekan dan frustasi menghadapi sikap suaminya. Dia mencintai Haidar, tapi Haidar masih mencintai dirinya. Bahkan, malam pertama mereka namanyalah yang Haidar sebut. Jelas saja Sintia marah. Istri mana juga yang bisa menerimanya?
"Dia sebenarnya orang yang baik. Tapi hanya salah langkah saja. Cinta sudah membuatnya buta"
"Mama nggak setuju kalau kamu berubah pikiran", sela Mama Raisa
Raya tersenyum, "Aku tidak mengatakan kalau aku berubah pikiran, Ma. Kali ini, biarkan dia tahu, bahwa setiap kesalahan harus ada hukumannya"
"Mama setuju sama kamu"
Raya menyandarkan tubuhnya di ranjang, dia memejamkan mata sejenak.
"Mau istirahat lagi?"
Perempuan itu membuka mata, "Enggak Mas. Capek tidur terus. Kalau boleh pulang, aku ingin pulang sekarang"
"Kata dokter, kemungkinan besok kamu sudah bisa pulang. Sabar ya, tidur disini satu malam lagi"
"Iya Sayang. Kondisi kamu harus benar - benar pulih. Harus sehat betul"
"Iya iya. Aku tahu"
Mama Raisa dan Axel tersenyum, "Kamu mau jalan - jalan diluar? Mumpung masih belum maghrib"
"Emang nggak papa?"
"Sebentar saja kalau kamu bosan"
Akhirnya Raya mengangguk. Axel memindahkan Raya pada kursi roda kemudian membawa istrinya keluar kamar. Suasana rumah sakit tidak terlalu ramai, mungkin karena sudah sore juga. Axel mendorong kursi roda Raya melewati lorong rumah sakit. Lalu mereka berhenti di taman rumah sakit. Ternyata tidak terlalu sepi, ada beberapa pasien lain disana.
"Disini nyaman juga"
Axel mengangguk setuju, "Bagaimana kalau setelah kamu keluar dari rumah sakit, kita jalan - jalan"
Raya menatap suaminya, "Aku belum ingin pergi kemana - mana Mas"
Axel menghela nafas, "Kamu mau mengurus toko lagi?"
Raya menggeleng, "Aku ingin dirumah saja"
"Sayang, Mas bukan nggak suka kamu dirumah. Tapi kalau Mas kerja, Papa kerja, kamu akan sendirian. Dan Mas yakin, kamu akan larut dalam kesedihan terus"
"Aku sudah berusaha mengikhlaskan calon anak kita"
"Kamu bisa membohongi semua orang, tapi tidak dengan Mas. Mas tahu, kamu sering menangis di malam hari, pura - pura tidur tapi air mata kamu terus mengalir"
Raya tertegun, padahal dia sudah tidak mengeluarkan suara tangisnya. Raya juga memastikan bahwa Axel sudah benar - benar tertidur.
"Kamu tahu, apa yang membuat Mas membiarkan kamu menangis?"
Raya menatap suaminya lalu menggeleng, "Mas ingin kamu menghabiskan kesedihan kamu. Meluapkan emosi yang tidak ingin kamu bagikan pada siapapun termasuk Mas sekalipun. Mas ingin, setelah semua perasaan sedih itu kamu luapkan, hati kamu akan lega. Hati kamu akan ikhlas"
Raya memeluk Axel, "Kamu bahkan tahu tentang semua itu dengan detail. Tapi aku hanya bisa membuatmu susah"
"Siapa bilang?", Axel mengusap sudut mata istrinya, "Kamu adalah kebahagiaan Mas. Kamu segalanya bagi Mas. Kalau kamu sedih, Mas akan lebih sedih lagi. Kamu hancur, Mas lebih hancur lagi. Jadi, ayo lupakan kesedihan itu. Berjanji sama Mas, jangan pernah menangis lagi"
"Terima kasih sudah menyayangi dan mencintaiku dengan tulus, Mas. Aku ... Mencintaimu"
"K-kamu bilang apa? Coba di ulang lagi"
Raya terkekeh, wajah lucu Axel membuatnya tak bisa menahan tawa, "Tidak ada siaran ulang"
"Sayang. Coba katakan sekali lagi. Mas senang sekali ketika kamu mengatakan bahwa kamu mencintai Mas", mohon Axel
"Aku mencintaimu", ucap Raya lalu menutup wajahnya.
"Kenapa di tutup?", Axel menatap wajah sang istri, "Muka kamu merona. Padahal ini bukan pertama kalinya kamu bilang cinta sama Mas"
Cup
Satu kecupan Axel daratkan di pipi Raya, "Terima kasih karena kamu sudah mau mencintai Mas"
"Aku yang berterima kasih karena kamu dengan tulus mencintai aku. Terima kasih atas kesabaran kamu. Terima kasih atas semua perhatian dan kasih sayang kamu, Mas. Aku beruntung bertemu laki - laki hebat sepertimu. I love You, suamiku"
"I Love You too, Istriku"
Mereka saling berpelukan, di saksikan langit senja dua insan itu saling mengungkapkan cinta.
"Sudah mau maghrib, kita kembali ke kamar ya"
"Iya"
Axel mendorong kursi roda Raya kembali ke ruang rawat.
"A-aku mohon. Tolong pertemukan aku dengan Raya"
Samar - samar Raya dan Axel mendengar suara perempuan dengan nada serak
"Siapa Mas?"
"Mas juga tidak tahu. Kita mau masuk atau-"
"Masuk saja", putus Raya.
Axel membuka pintu. Ternyata suara perempuan tadi adalah suara Bundanya Haidar.
"R-raya. Bisakah Tante bicara denganmu. Beri Tante waktu sebentar saja"
Raya menatap suaminya, Axel mengangguk,
"Apa yang ingin Tante katakan?"
"T-tolong bantu Sintia. Tolong-"
"Kalau kedatangan Tante hanya ingin memintaku mencabut gugatan atas Sintia, dengan tegas aku mengatakan aku menolaknya!"
Deg
raya keburu ngambil keputusan Nerima lamaran harusnya meminta penjelasan dulu..
Wkwkwkwkw Seram memang ada mak mak yg begini
Hiiiiiiiii
Orang tua egoissss
Kampreeet
Enakan di axel
klw dandan selalu ditanyak adek mau kemana dandan cantik",, maksud hati mau nyenengin suami tapi kata suami gk usah, nanti klw ada yg naksir gimana?? 😜😜😜😜
suamiku lebai amat yah 😄😄😄😄😄
jgn2 ...nnti kmu mati d tgn sintia pas ngrlindungi raya.gpp kl gitu.biar mamamu nyadar bahwa sintia yg dia elu2kan malah bunuh anaknya