Saat istri tidak ingin memiliki bayi, saat itulah kekecewaan suami datang, ditambah lagi istrinya selingkuh dengan sahabatnya sendiri, sampai akhirnya mereka bercerai, dan pria itu menjadi sosok yang dingin dan tidak mau lagi menyapa orang didekatnya.
Reyner itulah namanya, namun semenjak bertemu dengan perempuan bernama Syava hidupnya lebih berwarna, namun Reyner todak mau mengakui hal itu.
Apa yang terjadi selanjutnya pada mereka?
saksikan kisahnya ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aghie Yasnaullina Musthofia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20 CINLOK
Reyner kembali kerumah, sampai dirumah ia dikejutkan dengan seseorang yang berada didepan TV.
"Rena!"
Yang dipanggil pun sontak menoleh.
"Kakak!!! "
Rena berlari dan menghamburkan pelukanya pada Reyner.
Reyner yang bahagia pun membalas pelukan adiknya ia mengangkat tubuh adiknya sedikit lalu kembali menurunkannya.
"Aku kangen banget sama kak Rey", ujar Rena.
"Kakak juga kangen kamu, gimana kabarmu disana?", tanya Rey sembari mengacak lembut rambut Rena.
"Aku baik kak, kakak gimana pasti baik-baik aja kan apalagi kakak sebentar lagi mau nikah, ha ha".
"Dasar!", umpar Rey sambil mengacak rambut Rena.
Saat keduanya masih asyik bercanda.
"Malam Kak Rey?", Hanafi dari arah belakang menyapa Reyner.
Reyner menoleh dan ia tahu siapa yang memanggilnya.
"Han, gimana kabarmu?", Reyner menghampiri Hanafi dan memeluknya, pelukan khas pria.
"Aku baik kak, kakak gimana?"
"Aku juga baik, kalian berangkat jam berapa tadi?", tanya Rey.
"Tadi pagi kak, terus tadi siang kita jalan-jalan ke mall, cari baju buat persiapan pesta lamaran kakak besok", jawab Rena.
"Oh gitu, papa mama kemama?", tanya Rey lagi.
"Papa sama mama udah tidur duluan kak, mungkin kecapekan soalnya tadi ikut juga ke mall", jawan Rena lagi.
Reyner mengangguk menegerti, mulutnya hanya ber oh ria.
"ya udah kakak mau mandi dulu ya? Kakak udah gerah banget"
"Oke kak, udah sana mandi!", perintah Rena.
"Han aku keatas dulu ya?", Reyner menoleh ke Hanafi.
"Iya kak", jawab Hanafi penuh senyum.
"Kalian istirahatlah!", perintah Reyner, dan dijawab Rena oke melalui jari jempolnya.
Reyner pun pergi dari hadapan mereka, sementara Rena memandangi Hanafi yang senyum-senyum menatap dirinya.
"Kenapa sih mas lihatin aku kayak gitu ih", Rena mulai was-was.
"Masa kamu nggak peka sih sayang sama tatapan love aku?", jawab Hanafi gombal.
Hanafi sudah mulai memeluk istrinya itu dari depan dan wajah mereka kini pun berhadapan.
"Mas ih lepas dulu, kalau ada Bi sri gimana malu tahu", Rena melepas pelukan Hanafi.
"Ya udah ayo kekamar sayang... Aku udah nggak sabar ingin memakamu, dan pasti akan terasa nikmat karena nggak lagi mikirin kerjaan, kita akan free sayang, dan Hanafi junior pasti akan segera hadir di sini", sembari menegelus perut Rena semangat.
Rena hanya menanggapi dengan senyuman, dan ia juga berharap dengan liburan sepekan ini ia bisa hamil.
"Iya sayang, ya udah ayo! ", ajak Rena.
Hanafi yang mendengar ajakan Rena tentu saja sumringah.
"Oke", jawab Hanafi.
"Gendong,,,!", rengek Rena manja.
"Siap tuan putri!"
Hanafi mengangkat tubuh istrinya menuju kamar mereka, sepertinya mereka akan memanfaatkan waktu liburan ini untuk sering bercinta, karena Rena ingin sekali segera memiliki anak, mengingat usianya yang tak muda lagi.
***
Pagi pun tiba, Jai sudah berada didepan rumah Leni.
Sesuai janji Leni pada Syava, ia akan datang ke acara lamaran Syava dan Reyner.
Rencananya Leni dan Jai akan ke panti asuhan Syava, mereka ingin membantu persiapan lamaran di panti, walaupun sudah banyak pelayan di sana tapi Leni juga ingin membantu begitu pun Jai, mungkin inilah kesempatan Jai mendekati Leni.
Jai beralasan bahwa ia ditugaskan untuk menjemput Leni mengawasi pelayan di sana dan Leni pun mengiyakan, ya memang itu faktanya.
"Maaf kak lama ya nunggu?", Leni yang keluar dari pintu rumahnya pun seketika membuat Jai menoleh.
"Oh iya nggak apa-apa, udah siap? Ibu kamu mana?", tanya Jai sembari berdiri dari duduknya.
"Itu sebentar lagi siap", jawab Leni.
Beberapa detik kemudian ibu Leni keluar.
"Nak Jai maaf ya nunggu lama?", ujar Sarah sungkan.
"Tidak apa-apa bu santai saja,,, lagian acaranya kan masih nanti sore", Jai menjawab penuh senyum.
"Baiklah kita berangkat sekarang?", tanya Jai memandang bergantian pada keduanya.
Mereka serempak mengangguk tanda setuju.
Akhirnya mereka berangkat, mobil melaju sedang, Leni duduk didepan samping Jai, itu karena keinginan ibunya karena Sarah ingin bisa selonjoran mengingat kondisi Sarah yang sedikit tidak sehat.
Diperjalanan mereka hanya bicara seperlunya saja, tidak ada obrolan yang absurd dan yang membuat Jai dan Leni salah tingkah.
Sarah memandangi Jai dan Leni dari belakang, matanya sedikit berkaca-kaca.
"Ya Allah, jika umurku tidak panjang tolong pertemukan putriku dengan jodoh yang baik, dan mau menerima keadaan putriku yang tidak punya apa-apa ini', batin Sarah sembari menetralkan hatinya agar rasa sedihnya tidak bertambah dan membuat air matanya tak bisa terbendung.
Sarah kembali menatap jalan, ia kembali menyunggingkan bibirnya ia tidak ingin berfikir sempit, ia yakin umurnya akan panjang dan bisa melihat Leni menikah nantinya.
***
Sampai di panti, mereka semua disambut Santi yang antusias, dan Santi benar-benar tidak mengerjakan apapun, karena semua sudah dilakukan oleh pelayan Reyner.
Santi hanya membuat kue bersama Syava, namun tidak akan memakan waktu lama karena banyak pelayan yang membantu.
Sarah duduk bersama Santi di ruang tamu, Leni menuju kamar Syava, sementara Jai sedang melihat-lihat para pelayan yang mendekorasi tempat acara.
Di kamar Syava...
"Leni,,,", Syava yang tahu sahabatnya datang itu pun berjingkrak dan segera memeluk Leni erat.
"Lo kenapa Sya?", tanya Leni yang melihat wajah Leni murung.
"Gue sedih Sya ntar lagi gue nikah, gue nggak bisa lagi bebas kemana-mana", Syava sedikit manyun dan matanya berembun.
"Ih lo ini, emang lo mau jomblo seumur hidup?, buktikan kalau lo itu bisa move on dari Aris, dan suami lo itu bukan orang sembarangan", ujar Leni menyemangati.
"Tapi gue kan nggak cinta ama dia Len.. "
Leni menghela nafasnya pelan, kemudian kembali mendudukkan Syava pada ranjang kamarnya, Leni pun ikut duduk.
"Lo itu beruntung Sya,,, udah dapet calon suami yang baik dan camer yang baik pula, cinta itu bisa datang tiba-tiba, sekarang emang belum tapi seiring berjalannya waktu pasti cinta itu akan tumbuh", uajar Leni.
"Iya pak Rey juga bilang gitu", ucap Syava sembari menundukkan kepalanya.
"Anggap saja ini sebagai ucapan terimakasih lo pada keluarga pak Rey, ini adalah berkah untuk lo Sya lo ketemu pak Rey dan keluarganya, gue lihat mereka begitu sayang banget sama lo, ibarat kata lo itu bagaikan ketiban durian runtuh tahu nggak", Leni dengan gaya lebainya.
"Sakit dong kalau ketiban. Lagian pak Rey juga belum tentu baik nanti kalau kita sudah menikah", Syava memeluk bantal dipangkuannya.
"Pak Rey itu aslinya baik Sya,,,", bela Leni.
"Emang lo tahu?", tanya Syava yang sudah sedikit tenang dengan kehadiran Leni.
"Kak Jai yang bilang sama gue kalau pak Rey dulu itu orangnya baik, lembut dan berwibawa, selalu ramah pada setiap orang, cuman gara-gara peristiwa perselingkuhan istrinya itulah yang membuat dia seperti itu", Leni tidak menyadari panggilannya pada Jai tanpa embel-embel 'pak', tapi 'Kak' membuat Syava langsung curiga.
"Lo sebut nama siapa tadi? Kak Jai?", Syava mengernyitkan dahinya.
"Emm maksudnya itu pak Jai", Leni kelagapan.
"Lo cinlok yaaa sama pak Jai", tunjuk Syava menggoda Leni.
Leni panik, ia sampai lupa menceritakan kejadian kemarin pada Syava, memang Jai lah yang meminta Leni tidak memanggilnya dengan sebutan 'Pak' karena menurutnya mereka sama-sama karyawan.
"Ish apaan sih Sya, enggak, ya kan gue emang disuruh panggil gitu, kata dia kita sama-sama kerja dibawah pimpinan pak Rey, jadi biar nggak begitu formal, lagian umur gue sama pak Jai kan memang terpaut jauh", jelas Leni.
"Oh,, Leniku,, apa benar dia sudah menemukan pangerannya?", goda Syava lagi.
"Apa sih Sya, kita nggak ada hubungan apapun kok, cuma teman biasa", bantah Leni.
"Ada juga nggak apa-apa kok,,, jangan-jangan lo kemarin pulang diantar kakak Jai ya bukan naik ojol, hayo ngaku....?", Syava semakin menggoda.
Leni sudah terpojok dan mulai salting, karena ingat kejadian malam itu.
"Ish apaan sih Sya,, Enggak,,,,,", terial Leni sambil berlari keluar kamar Syava.
"Len gue belum selesai bicara,,, ", teriak Syava.
***
"GUE HAUS MAU AMBIL MINUM!!", teriak Leni.