NovelToon NovelToon
Sunda Manda

Sunda Manda

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Genius / Cerai / Murid Genius / Teen School/College / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Yourlukey

Joano dan Luna adalah dua remaja yang hidup berdampingan dengan luka dan trauma masa kecil. Mereka berusaha untuk selalu bergandengan tangan menjalani kehidupan dan berjanji untuk selalu bersama. Namun, seiring berjalannya waktu trauma yang mereka coba untuk atasi bersama itu seolah menjadi bumerang tersendiri saat mereka mulai terlibat perasaan satu sama lain.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yourlukey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 4

"Siapa yang suruh anak itu membersihkan meja?!" Margaret berteriak di hadapan para karyawan saat kafe sudah ditutup. "Sudah gue bilang, dia kerja di belakang pas lagi jam operasional! Kalian sengaja biar gue dapat masalah? Jawab! Siapa yang suruh?"

Hening sesaat, beberapa detik kemudian seorang karyawan perempuan mengangkat tangannya dengan gemetar, wajahnya pucat pasi saat Margaret menatapnya penuh amarah.

"Gaji lo mau dipotong?"

"Maaf, Bu. Tadi saya ada urusan sebentar." Akunya sambil menundukkan kepala.

Margaret menurunkan nada bicaranya, meski begitu semua ucapan yang dia lontarkan terdengar sangat menohok. "Kan sudah gue bilang kalau ada urusan minta tolongnya sama yang lain. Lo bukan bocah baru di sini. Masih harus diajari juga yang kayak begitu? Masih butuh probation lagi?"

"Maaf, Bu. Tadi yang lain pada sibuk."

"Oh ngejawab. Berani, ya!" Nada bicara Margaret kembali meninggi mendengar alasan itu. "Gaji lo, gue potong."

Tanpa basa-basi Margaret langsung memberi keputusan. Saat karyawan itu ingin meminta ampun, Margaret justru memilih untuk pergi dari tempat itu. Bagi sebagian orang, kerugian itu memang bukan jumlah yang banyak, tapi untuk sebagian orang lagi itu bisa menjadi jumlah yang berarti.

Dari balik pintu dapur, Joano ikut merasa sedih melihat apa yang telah terjadi. Dia ingin meminta maaf tapi kejadian itu juga bukan kesalahannya. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain berdiam diri di tempatnya dan menatap nanar karyawan itu.

Tidak ada yang memperpanjang masalah saat ada orang yang menyenggol Joano hingga Margaret datang dan mengganti sedikit kerugian. Wanita itu memang terlalu berlebihan jika sudah bersangkutan dengan pelanggan. Dia tidak akan membiarkan respons negatif mempengaruhi citra kafenya, juga tidak akan membiarkan siapa pun terkecuali karyawan kafe mengetahui bahwa dia memperbudak anak asuhnya.

...***...

"Ya kalau yang telepon rekan kerja, ngapain kamu sembunyiin handphone segitunya sih, Mas?" Marisa mulai kehilangan kesabaran saat suaminya bersikukuh tidak mau menunjukkan siapa orang yang baru saja menelepon dirinya. Alih-alih memberitahu, Satria justru menjauhkan ponselnya dari pandangan Marisa.

"Bukan sembunyiin Mar. Ini handphone-nya mau dicas." Dalih Satria.

"Iya, kan bisa dilihatin ke aku sebentar." Marisa masih berusaha sabar, tapi nada bicaranya sudah terdengar kesal.

Satria mendecak lidah saat Marisa terus mendesak dirinya. Dia kemudian menunjukkan riwayat panggilan teleponnya. Ada nama perempuan tertera di urutan paling atas.

Marisa mengerutkan kedua alisnya, dia mulai marah. "Emangnya ada rekan kerja yang telepon sampai selarut ini? Besok tanggal merah, loh."

"Justru karena besok tanggal merah makanya dia tanya apa yang perlu dikerjain malam ini. Dia nggak suka nunda kerjaan." Jelas Satria, berharap Marisa percaya padanya.

"Tahu banget kamu, sampai paham gitu kalau dia orangnya nggak suka nunda kerjaan." Marisa berkata ketus sembari menatap Satria penuh selidik.

"Semua orang di kantor tahu kalau dia nggak suka nunda kerjaan. Semua orang tahu itu, bukan aku aja yang tahu." Satria berkata penuh penekanan. Dia kemudian menghampiri Marisa yang duduk di tepi ranjang, menggenggam tangan wanita itu. “Percaya sama aku.”

"Emang nggak bisa ditunda sebentar sampai telepon suami orang tengah malam begini?”

"Mar," Satria menggantungkan ucapannya, mencoba meyakinkan istrinya bahwa mereka tidak memiliki hubungan apa-apa. "Ini beneran masalah kerjaan."

Marisa masih memasang muka masam dan melepaskan genggaman Satria. Wanita itu kemudian bergeser ke sisi sebelah, merebahkan tubuhnya di ranjang sambil membelakangi suaminya.

Sementara itu, Luna yang awalnya hendak masuk ke kamar orang tuanya harus menelan mentah-mentah keinginannya begitu melihat pertengkaran mereka. Dia bersembunyi di balik pintu saat mendengarkan perdebatan mereka. Setelah perdebatan berakhir, gadis kecil itu memilih kembali ke kamarnya dengan langkah gontai.

...***...

"Woi! Bikinin gue kopi!"

Joano sedang mengelap meja ruang tamu saat Tio berteriak menyuruhnya. Tanpa menunggu lama anak laki-laki itu langsung pergi ke dapur dan meracik minuman yang diperintahkan padanya. Setelah selesai Joano segera mengantarkan kopi itu ke ruang tengah, menaruhnya di hadapan Tio yang sedang duduk melipat kaki di sofa. Namun, saat Joano membalikkan badannya dan melangkah pergi, Tio kembali memanggil bocah itu dengan cara mendesiskan lidah. Dia lalu menunjuk kopi itu menggunakan dagu.

"Bukan di situ. Geser, geser."

Joano menggeser cangkir itu beberapa senti, menyesuaikan arah yang diperintahkan. Namun Tio tidak juga puas dan tak kunjung menemukan tempat yang pas untuk meletakkan cangkirnya, padahal di meja itu hanya ada sepiring bolu pandan.

"Kopinya angkat dulu, gue masih mikirin tempat yang pas." Katanya sambil berpikir, dia lalu menunjuk cangkir itu menggunakan kakinya, "Taruh di tempat semula."

Baru saja cangkir itu akan menuju tempat yang Tio maksud, tiba-tiba kaki laki-laki itu menyenggol cangkir yang Joano pegang dan tumpah di paha kaki anak itu.

Joano merintih kesakitan begitu tumpahan kopi itu mengenai lapisan kulitnya. Napasnya tersengal-sengal saat dia berusaha menahan perih di pahanya.

"Nggak sengaja. Sakit nggak?" Laki-laki itu hanya terkekeh melihat Joano yang kesakitan. "Harusnya lo pegang yang benar. Haha."

Tanpa merespons perkataan Tio, Joano langsung berlari ke kamar mandi untuk menyiram lukanya dengan air kran yang mengalir selama beberapa saat. Untungnya Joano pernah melihat langkah-langkah dasar itu dari salah satu karyawan yang mengalami kejadian serupa, jadi dia bisa menerapkan pengetahuan tersebut.

...***...

Tangis Joano pecah saat dia berada di ruangan persegi itu. Gudang yang di sulap menjadi kamar seadanya itu menjadi saksi bisu bagaimana dia selalu menangis karena kekerasan yang dia dapatkan dari Ayah angkatnya, Tio. Ini sudah ketiga kalinya dalam satu bulan Joano mendapat kekerasan fisik yang dibalut dengan kata bercanda atau tidak sengaja.

Joano pertama kali mendapatkan kekerasan fisik dari Tio tepat di hari ke tujuh sejak dia tinggal di rumah itu. Saat itu, Joano yang baru pulang dari pasar dipanggil Tio untuk pergi ke dapur. Begitu sampai di sana Joano disuruh untuk mencicipi pisang goreng yang baru saja matang. Karena senang bisa merasakan makanan yang dibuat sendiri oleh ayah angkatnya, Joano menyambut tawaran itu dengan antusias. Apalagi Tio menyuapkan sendiri pisang goreng itu ke mulut Joano, jadi anak itu semakin kegirangan.

Namun, ketika makanan itu masuk ke mulut Joano dalam keadaan panas, Tio justru membungkam mulut Joano dengan telapak tangannya lalu tertawa lebar. Saat Joano ingin melepaskan tangan Tio, laki-laki itu justru menyuruh Joano untuk mengunyahnya begitu saja. Tio mengancam jika Joano tidak menuruti permintaannya maka dia akan memukul Joano. Tidak ada yang bisa Joano lakukan selain menuruti perintah Tio. Anak itu hanya bisa mengunyah dan terus mengunyah, merasakan panas yang membakar rongga mulutnya.

Dua minggu setelahnya, Joano kembali mendapatkan kekerasan fisik dari Tio. Waktu itu Tio yang sedang merokok di teras rumah tiba-tiba mendekati Joano yang sedang memotong rumput kemudian mencolokkan puntung rokoknya ke lengan bocah itu. Saat Joano merintih kesakitan, tanpa ada rasa bersalah dan penyesalan sedikit pun Tio justru berkata, "Gue cuma penasaran gimana jadinya kalau kulit manusia terkena puntung rokok yang masih menyala."

Setelah beberapa kali mendapat kekerasan fisik dan verbal dari Tio dan Margaret, Joano berulang kali berpikiran untuk kabur dari rumah itu dan kembali ke Pantinya. Namun begitu menyadari betapa jauhnya tempat yang dia tinggali sekarang membuat Joano mengurungkan niatnya. Dia hanya berharap jika suatu hari nanti Tio dan Margaret akan menyayanginya selayaknya anak sendiri.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!