Lahir dalam keluarga yang miskin, Artian Morph harus menelan pahitnya hidup ketika orang tuanya meninggalkan dirinya sendiri.
Pada saat dia berpikir bahwa dirinya sangat bahagia karena pacarnya berada di sisinya, semuanya hancur setelah dia mengerahkan sisa tabungan yang orang tuanya tinggalkan untuknya.
Ketika kehidupannya terjerumus dalam neraka kesedihan, orang orang mulai mencemoohnya, diperlakukan dengan kasar tanpa ada satupun yang menolongnya.
"Ahaha, apakah kematian benar benar sangat merindukanku?"
Ketika dia menyerah pada hidupnya, berniat untuk melompat dan bunuh diri dari sebuah jembatan yang sepi.
Suara yang tak manusiawi layaknya suara dari kecerdasan buatan terdengar di udara yang kosong.
«Sistem Di Aktifkan»
Roda takdir kini kembali berputar, mereka yang diatas harus segera terjatuh dan yang dibawah akan mulai merangkak untuk mendapatkan posisi yang diatas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RyzzNovel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20: Kenangan
Setelah itu, hal yang mereka lakukannya hanyalah bersenang-senang dengan banyak hal. Menikmati berbagai wahana dan memakan cemilan ataupun minuman.
Mereka menaiki roller coaster hanya untuk mendapati Sena yang sepertinya kini menjadi trauma karena betapa mengerikannya rollercoaster itu.
Menuju ke rumah hantu ketika hantu itu dihajar oleh Sena karena membuat Sena terkejut. Menaiki sebuah kapal yang diayunkan dengan begitu kencang. Hingga akhirnya setelah mereka mencoba begitu banyak wahana hingga di sore hari, mereka duduk di kursi kayu yang ada beberapa di letakkan di pinggir jalan.
“Wah itu menyenangkan…,” Sena bergumam dengan begitu semangat, lalu melanjutkan dengan nada yang dipenuhi dengan trauma, “dan juga mengerikan.“
Artian yang duduk disamping nya hanya tersenyum dengan santai. Sena sepertinya memiliki sebuah phobia yang membuatnya takut dengan ketinggian.
Beruntung dia memahami hal itu dan dengan cepat membuat Sena menghindari sebuah wahana yang akan membawa mereka ke tempat yang tinggi dan menegangkan.
“Aku senang kalau kamu menikmatinya.“
Saat itu juga, Sena menatapnya sejenak, kemudian dia bertanya.
“Bagaimana denganmu?“
Jika ditanya seperti itu, tentu saja Artian sangat menikmatinya. Segala hal yang terjadi hari ini begitu menyenangkan daripada membusuk di dalam villanya dengan tumpukan uang.
“Aku menikmatinya, terimakasih.“
Mendengar itu, Sena terkikik dengan pelan. Dia mendekatkan tubuhnya dengan Artian kemudian bertanya dengan nada yang semangat.
“Kalau begitu, sekarang giliranmu! Apa ada tempat yang ingin kamu tujui?“
Artian sedikit bingung.
“Eh? Apa maksudnya?“
Melihat Artian yang bingung, Sena sendiri juga malah ikut bingung.
“Hah? Tentu saja kita sekarang akan pergi ke tempat yang kamu inginkan bukan?“
Sena terdiam sejenak kemudian melanjutkan.
“Maksudku, karena kita sedang kencan, tentunya kita berdua harus bahagia. Kamu sudah menuruti apa yang aku inginkan, jadi sudah seharusnya bagiku untuk menuruti tentang dimana kamu ingin pergi benar?“
“….“
Artian menatap Sena dengan ekspresi yang rumit. Dia benar benar sulit memahami dengan bagaimana cara Sena berpikir.
Namun, untuk beberapa hal Artian juga nampak mengerti.
Kencan sudah seharusnya menjadi hal yang dinikmati oleh kedua pasangan. Dulu, Artian selalu menuruti apa yang Lina katakan, mereka kencan dari pagi hingga malam hanya untuk berpindah dari toko ke toko lainnya.
Saat itu, melihat senyuman Lina sudah menjadi kebahagian Artian sehingga dia tidak terlalu memikirkannya.
Sekarang dia memikirkannya. Pernahkah Lina sekali saja membiarkannya memilih sebuah tempat untuk kencan mereka?
Itu tidak pernah terjadi sama sekali.
Benar, daripada kencan, bukankah dia hanya menjadi dompet bagi Lina pada saat itu?
Menyadari hal itu membuat hati Artian muram. Seharusnya dia melupakan hal tersebut dan fokus dengan apa yang terjadi sekarang.
“Ada apa? Kenapa kamu menjadi muram? Apa aku menyakitimu? Hei!“
Artian tersentak ketika dia mendengar ucapan Sena yang ditinggikan untuk membuatnya kembali tersadar.
Saat ini, gadis itu sedang menatapnya dengan bingung, namun sekilas kekhawatiran terlihat di wajahnya.
Lina tidak pernah menatapnya seperti itu. Wajah yang dipenuhi dengan kekhawatiran, meski tanpa hubungan apapun, manusia harusnya memilikinya meski hanya sedikit.
Membantu orang asing yang membutuhkan dan merasa khawatir ketika melihat orang asing yang mengalami suatu penderitaan.
Khawatir adalah hal yang normal.
“Artian!“
Sekali lagi Artian dibuat tersentak. Dia menatap ke arah Sena yang sudah berada di dekatnya, menatapnya dengan khawatir dan bingung.
“Ah, maaf.“
Artian bergegas berdiri dari tempatnya, dia berjalan kedepan dengan senyuman yang tipis di wajahnya.
Benar, dia sudah terlepas dengan masa lalu itu, dia tidak perlu memikirkannya lagi. Disekitarnya, dia hanya perlu baik dengan mereka yang baik padanya.
Dari belakang, Sena menatap Artian dengan heran.
“Kamu terlihat sangat muram, apa kamu benar benar tidak apa apa?“
Artian berbalik, dia menatap Sena kemudian menganggukkan kepalanya.
“Aku tidak apa-apa, sungguh. Ngomong-ngomong, aku punya tempat yang ingin aku datangi, apa tidak masalah?“
Sena terlihat terdiam sejenak, sepertinya dia masih memikirkan tentang Artian yang sebelumnya terlihat muram.
Namun, seperti yang Artian harapkan, gadis itu cerdas dan juga begitu pengertian.
“Tentu, ayo kita pergi!“
…
Setelah itu, mereka kembali ke mobil yang Artian miliki. Mobil tersebut berjalan di sore hari yang segera disusul oleh gelapnya malam.
Langit sudah dihias dengan warna jingga yang indah, awan awan ikut terdistorsi dengan wajah hingga tersebut, membuat langit menjadi lebih indah.
Mobil itu melaju di jalan raya, perlahan menuju ke tempat yang sepi tanpa adanya mobil ataupun motor lainnya.
Setiap saat, jalanan akan selalu mengarah naik keatas, Sena awalnya agak ragu ragu, namun setelahnya mereka sampai di sebuah tempat yang tinggi.
Beberapa mobil atau motor lainnya terlihat, Sena memandang tempat itu dengan penasaran, melirik Artian dan bertanya.
“Tempat apa ini?“
Namun Artian tidak menjawab, dia hanya tersenyum kemudian turun dari mobil.
“Kamu akan tahu nanti.“
Tidak memaksakan pertanyaan itu, Sena turun dan segera menatap sekitarnya. Ada beberapa cabang jalan disana, dia mengikuti Artian yang saat ini melalui jalan menurun dengan sebuah tangga batu.
Mereka berjalan dalam waktu kurang dari lima menit hingga sampai pada sebuah tempat yang sama sekali tidak ada siapapun.
Sebuah batu yang berada di tebing yang tinggi dengan sebuah pagar penghalang yang di buat didepannya agar tidak jatuh. Beberapa kursi disediakan secara gratis.
Sena melangkah maju, menatap ke depan, di sana sangat tinggi ketika angin berhembus kencang menerpa tubuhnya, rambutnya berkibar dengan begitu liar, menutupi wajahnya.
“Ini indah..,” ucapnya.
Artian yang berdiri di sampingnya tersenyum.
“Benar kan?“
Di depannya saat ini, matahari sedang tenggelam di ujung dunia. Perkotaan nampak begitu kecil dan rendah. Lampu lampu perlahan menyala, memberikan sebuah adegan yang begitu luar biasa.
Mereka saat ini berada di sebuah gunung yang cukup tinggi, sebuah tempat yang dibuat untuk menikmati pemasangan kita yang luas dari tempat yang tinggi dan jauh.
“…Bagaimana kamu tahu tentang tempat ini?“
Tentang tempat ini, sejujurnya ini adalah tempat yang Artian tidak sengaja temukan. Dia menatap Sena dan segera menjawab.
“Saat orang tuaku meninggal, aku berkendara dengan motor ayahku tanpa tujuan dan tidak sengaja menemukan tempat ini. Selama waktu itu, jika aku ingin menyendiri, maka tempat ini adalah yang terbaik.“
Sena meliriknya, dia nampak agak bersalah ketika menanyakan hal yang menyangkut masa lalu yang kelam bagi Artian.
Namun, ketika dia melirik, Artian sama sekali tidak terlihat sedih, pria itu tersenyum dengan wajahnya yang rupawan, mirip dengan sebuah patung yang dipahat dengan sempurna.
Dia baru menyadari jika pesona pria itu ternyata nampak begitu luar biasa, apalagi tubuhnya yang sempurna.
Sena mengalihkannya perhatiannya, kembali fokus ke depan.
Setelah itu, keheningan menyelimuti mereka. Sebuah keheningan yang begitu tenang dan damai, menyaksikan matahari yang perlahan terbenam dan digantikan oleh bulan tanpa menyadari bahwa beberapa orang telah mengikuti mereka dari belakang.
***
semangat 🥳🥳🥳