kita memang tak tau siapa yang tuhan takdir kan untuk kita,namun kita bisa melabuhkan hati kita pada siapa. namun bagaimana jadinya jika ternyata hati dan takdir tak sejalan. Begitulah yang di rasakan oleh Aidan Arsyad Rafardhan,dia mencintai seorang wanita dan berniat akan melamar nya,namun bagaimana jadinya malah dia menikah dengan adik dari sang pujaan hati?
"menikahi orang yang di cintai memang impian,tapi mencintai orang yang di nikahi adalah kewajiban."
Aidan Arsyad Rafardhan
yukkk simak cerita lengkapnya di sini 👇
tinggalkan like,komen dan follow setelah membaca yah ☺️😆
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon h.alwiah putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 20. masa lalu Maureen
"maksud bapak apa nyuruh bos saya mengeluarkan saya dari restoran hah."bentak Maureen.
Aidan yang tadinya tengah fokus dengan laptop di hadapannya pun terkejut mendengar bentakan Maureen.
Entah dari kapan Maureen datang,Aidan sama sekali tak mendengar suara mobil terparkir di depan rumahnya.
"Kenapa sih pulang marah marah?"tanya Aidan dengan lembut.
"Gak usah sok baik yah, maksud bapak apa nyuruh bos saya ngeluarin saya dari restoran hah? Apa hak bapak ngeluarin saya gitu aja dari sana. Jangan mentang mentang bapak punya kuasa terus seenaknya aja yah pak."mata Maureen sudah memerah menahan amarah.
Melihat kilatan amarah dari mata Maureen,Aidan langsung sadar jika Maureen saat ini tengah merah besar padanya.
"Tenang dulu okey ini minum dulu jangan marah marah yah."Aidan menyimpan laptop nya lalu memberikan Maureen segelas minum air putih.
Prang
Maureen menepis gelas berisi air itu hingga pecah di atas lantai.
"Saya gak butuh kata kata penenang anda pak,yang saya butuhkan penjelasan. Anda tau gak sih pak,susah saya bisa ada disana. Kerja di sana adalah penyelamat saya bisa hidup di sini bisa kuliah di kampus,kalau saya gak kerja disana mau pake apa saya makan,bayar kampus hah."nafas Maureen semakin memburu,tak terasa air matanya jatuh melewati pipi.
"Bapak tau gak sih gimana rasanya cape nyari kerja di kota ini,bapak enak dari lahir udah kaya tinggal urus perusahaan ayah bapak. Kalau saya, meskipun saya lahir dari keluarga berada tapi dari kecil gak sepeser pun saya di kasih uang di biayai sekolah dan lain lain sama ayah saya. Kerja di restoran itu adalah penyelamat saya pak,kalau bapak keluarin saya dari restoran itu gimana saya bayar kuliah hah. Saya harus nyari pekerjaan lain gitu? Susah pak nyari pekerjaan di sini tuh susah. Cape capek saya pulang kuliah kerja tapi dengan entengnya anda malah mengeluarkan saya dari restoran itu."
Aidan hanya bisa mendengarkan curahan serta unek unek yang ada di isi kepala Maureen,tanpa mau menyela sedetikpun.
Maureen terus mengeluarkan unek unek nya,sembari di iringi Isak tangis.
Setelah Maureen selesai mengeluarkan unek unek nya,Aidan langsung memeluk tubuh Maureen.
Ya,Aidan akui ini salahnya karena dengan sepihak memerintah bos Maureen untuk mengeluarkan Maureen dari pekerjaan nya.
Setelah sempat kemarin dia menyuruh orang untuk menyelidiki tentang Maureen,dan ada informasi jika Maureen bekerja di restoran. Aidan pagi tadi langsung datang ke restoran itu dan meminta pemilik restoran itu untuk mengeluarkan Maureen.
Niat Aidan baik,dia tak ingin Maureen kecapean karena harus bekerja. Toh buat apa Maureen bekerja semua na sekarang sudah di tanggung oleh Aidan.
Setelah dirasa Maureen sudah renang Aidan melonggarkan pelukannya. Lalu menangkup kedua pipi Maureen dan menghapus air mata yang masih mengucur ke pipi Maureen.
"Udah yah nangis nya,maaf saya minta maaf karena udah gegabah ambil keputusan ini tanpa bilang dulu sama kamu."
"Dengerin saya dulu yah,saya melakukan semua ini demi kebaikan kamu. Saya gak mau kamu kecapean,saya pengen sepulang dari kampus kamu bisa langsung pulang atau mungkin main sama temen kamu tanpa harus terbebani lagi dengan pekerjaan. Ingat sekarang kamu udah punya suami,dan saya suami kamu. Segala yang bersangkutan dengan kamu adalah kewajiban saya,mulai dari material dan finansial. Sudah menjadi kewajiban saya untuk memenuhi kebutuhan kamu,tanpa kamu harus cape cape kerja lagi."jelas Aidan.
"Tapi pak gimana saya bayar uang kuliah kalau saya gak kerja."lirih Maureen.
"Hey kenapa kamu mikirin itu hemmm,itu udah jadi kewajiban saya. Uang kuliah kamu udah beres,saya udah lunasin sampai nanti kamu lulus. Sekarang kamu gak usah cape cape kerja lagi okey. Cukup diam aja di rumah,yang kerja cukup saya aja."
"Tapi pak-"
"Nurut sama saya Maureen."tekan Aidan.
Maureen pun mengangguk,memang benar juga apa yang di katakan oleh Aidan. Seharusnya dia juga tak marah dengan apa yang di lakukan oleh Aidan,toh seharusnya dia senang kan.
"Udah yah saya minta maaf karena udah ambil keputusan ini sendirian tanpa bilang apapun dulu sama kamu. Kamu mau kan maafin saya."Aidan tampak memperlakukan Maureen selayaknya kepada anak sendiri,lembut. Hingga Maureen pun mau tak mau mengangguk.
"Sekarang giliran kamu,saya ingin bertanya sama kamu. Apa alasan kamu bekerja di restoran itu?"tanya Aidan.
Maureen diam sejenak. "Saya terpaksa, karena kalau gak kerja mau di bayar pake apa kuliah saya. Jika selama ini bapak kira uang kampus saya di bayar oleh ayah saya, jawabannya salah. Sepeserpun dia gak pernah mengeluarkan uang untuk saya. Dari saya kecil sampai sebesar ini."
"Hah kok bisa?"tanya Aidan merasa tak percaya dengan apa yang di ucapkan oleh Maureen.
"Saya kayak bicara omong kosong yah, hahaha padahal menang itu kenyataan pak. Dari kecil saya gak di anggap sama ayah,saya di rawat oleh nenek dan kakek saya. Sejak kecil saya gak pernah liat muka ayah kandung saya sendiri, bahkan dia juga gak ada sepeserpun mengeluarkan uang untuk saya. Jangankan datang untuk sekedar menjenguk saya,kirim uang saja tak pernah."
"Namun, untungnya saja dulu saya di rawat dan hidup di lingkungan orang orang yang baik. Saya merasa bahagia disana, kebutuhan say pun tercukupi. Namun setelah nenek dan kakek saya meninggal,dia datang dan membawa saya kesini. Awalnya saya senang namun ternyata disini saya malah tersiksa. Tak di anggap,di beda bedakan hah rasanya saya menjadi orang asing di keluarga sendiri. Mungkin bisa di katakan selama ini saya hanya menumpang tidur dan makan saja disana. Karena buktinya semua kebutuhan saya,itu hasil dari keringat saya sendiri."
"Ya mungkin itu cerita singkat saya aja sih pak, udahlah pak dada saya sesek kalau harus inget inget mereka."Maureen berusaha tersenyum, walaupun dihatinya saat ini merasakan sesak yang teramat sangat karena mengingat kenangan buruk nya.
Aidan pun hanya bisa terdiam,tak pernah dia sangka ternyata kehidupan Maureen seperti itu. Pantas saja Maureen sekarang bisa menjadi seperti ini, ternyata memang benar efek dari tekanan dan siksaan.
Ada rasa sedikit bahagia, karena sedikit demi sedikit Maureen mau membuka masa lalunya pada dirinya, mendengar cerita Maureen saja sudah membuat dirinya ingin tau lebih dalam tentang Maureen.
"Tapi dari mana bapak tau saya kerja disana?"tanya Maureen mengalihkan pembicaraan.
"Saya suruh orang buat cari tau apa hubungan kamu sama restoran itu, karena setelah kejadian kemarin dan beberapa waktu lalu saya merasa ada hal yang kamu tutupi dari saya."
"Dan benar saja selama ini kamu bekerja di restoran itu,pantas saja saat kamu masak dan membuatkan saya bekal rasanya seperti tak asing di lidah saya. Ternyata kamu chef restoran itu. Hah jadi sekarang saya gak perlu lagi ke restoran itu kalau mau makan sesuatu karena saya udah bawa chef nya langsung."Aidan menoel hidung Maureen.
Maureen pun hanya bisa terkekeh malu malu.
mewek, emosi, gregetan pokoknya jd satu.