Kanaya tidak pernah ada perasaan pada Bian saat pemuda itu menyatakan cinta nya tapi lambat laun rasa itu tumbuh untuk Bian, saat perasaan itu mulai tumbuh subur sebuah kenyataan harus dia terima tentang alasan selama ini sang kekasih mendekatinya. Aya sapaan Kanaya sakit hati mendengar sendiri kenyataan itu dari mulut kekasihnya. Apa yang akan dilakukan oleh Aya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon E.Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bian dan hidupnya
Bian baru memasuki rumahnya ketika jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Pemuda itu melepas jaket kulit hitamnya menyisakan kaos putih tanpa kerah dan celana Jeans hitamnya. Bian akan menaiki tangga rumahnya, dan harus terhenti karena suara yang beberapa hari ini tidak terdengar mengusik indera pendengarannya
"Darimana aja kamu baru pulang jam segini?" seorang pria paruh baya muncul dari remangnya dapur
Bian menoleh dan mendengus ketika melihat siapa yang ada di depannya saat ini
"Emang biasanya Bian pulang jam berapa?" tanya Bian balik
"Kalo Papa tanya, kamu cuma tinggal jawab" Papa Arka menghirup uap kopi yang mengepul dari cangkir yang ada di tangannya
"tumben Papa peduli sama Bian?" Bian memandang lekat sang papa yang menikmati kopi nya
"selama ini Papa selalu peduli sama kamu. tapi kamu yang tidak sadar dan terlalu larut dalam dendam mu sendiri" Papa Arka berlalu dari hadapan Bian dan berjalan menuju kamarnya
Bian memandang punggung papanya dalam diam, hingga punggung itu hilang dibalik pintu kamar. Bian meneruskan langkah naik ke lantai dua, tempat di mana kamarnya dan sang adik Tasya berada
Bian membuka pintu kamar berwarna putih yang terdapat tempelan alfabet nama Tasya. pandangannya mengedar menyapu seluruh ruangan kamar adiknya, mengambil satu bingkai foto yang terdapat wajah tasya dan mama nya
Bian menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur Tasya dan memandang foto itu dengan tatapan dalam
"Bian salah ya Ma?" bisiknya sambil mengusap pelan wajah mamanya yang ada di potret itu dengan ibu jarinya
"Abang cuma pengen Bagas dapet pelajaran karena udah sia-siakan ketulusan kamu" kali ini Bian mengusap foto wajah Tasya
Bian beranjak dari tidurnya, meletakkan kembali bingkai foto itu di tempatnya dan keluar dari kamar Tasya dan menutup pelan pintu itu
...*********...
Bian melirik ke arah ponselnya yang berdering untuk melihat siapa yang tengah meneleponnya
Gavian Calling....
"Hemmm" Bian mengangkat telepon nya
"Lo di mana?" tanya Gavi di seberang telepon
"Rumah, kenapa?" jawab Bian singkat
"Ada yang mau gue omongin, gue kesana" Gavi segera menutup telepon begitu Bian berdehem mengiyakan ucapannya
Saat ini Bian tengah duduk di ruang makan untuk sarapan. Bian yang tengah menyuap makanan ke mulutnya sontak melirik ke samping ketika terdengar suara pintu kamar papanya terbuka. Bian cuek saja dan melanjutkan makannya
"Ga kuliah?" tanya papa Arka sembari mengambil nasi goreng ke dalam piringnya
"Ujian aja nanti siang" jawab Bian tanpa melihat ke arah papa Arka
Ruang makan itu terasa hening tanpa percakapan, Ayah dan putranya itu terlihat menikmati makanannya masing-masing dalam diam hingga suara papa Arka membuyarkan keadaan itu
"Papa berangkat dulu" Papa Arkan berjalan melewati kursi Bian dan mengusap singkat kepala pemuda itu dan berlalu menuju depan tempat mobil sang papa terparkir dengan rapi
...********...
Gavi menengadah dan menghembuskan asap rokoknya ke udara, menyesap pelan dan menikmati rasa pahit nikotin yang memberikan efek tenang bagi dirinya
"Gue tau ada yang lo sembunyiin dari gue" Cowok yang saat ini memakai kaos polo warna army itu berucap tanpa memandang ke arah sahabat yang sedang ada di sampingnya
Bian tidak menanggapi ucapan temannya, pemuda itu juga tengah menyesapi dengan nikmat lintingan nikotin yang dia apit di sela jarinya
"Gue gak tau apa yang Lo rencanain, tapi semoga itu bukan hal yang gue takutkan" Gavi melirik sebentar pada Bian dan melanjutkan kalimatnya "Gue ga bakal tinggal diam jika Aya ikut lo seret dalam rencana balas dendam yang lo bikin" Gavi menarik nafas sejenak "Bukan gue aja, mungkin pertemanan lo sama Kevin juga bakal hancur kalo lo terusin niat lo itu"
"Lo gak ngerasain di posisi gue" ujar Bian santai sambil menyesap kembali rokoknya
Gavi bangkit dari duduknya dan berbalik menatap Bian "Pikirin lagi, apa nyokap dan adek lo bakal bahagia di sana liat lo jadi brengsek kayak gini" Gavi berjalan meninggalkan Bian dan menepuk singkat pundak sahabatnya
...*******...
Bian berjalan tenang sendiri di koridor kampus sore itu setelah menyelesaikan ujian akhir semester tahun ini, di libur akhir semester ini dia harus melaksanakan Praktek kerja lapangan bersama teman satu kelompok yang sudah ditentukan oleh jurusannya. Besok akan keluar pengumuman di mana dia akan melaksanakan magang (PKL) sekaligus KKN (Kuliah Kerja Nyata), pengumuman besok juga dinantikan oleh seluruh mahasiswa yang sedang berada di semester enam
Bian menaiki motornya dan bergegas menjalankannya menjauh dari area parkir universitas. Pemuda itu terlihat tampan dengan celana Jeans dan kaos hitamnya yang dilapisi kemeja kotak-kotak berwarna kombinasi navy dan abu muda serta menyandang tas ransel warna hitam dilengkapi jam tangan yang melingkar penuh di pergelangan tangannya
Bian berhenti di depan rumah minimalis dua lantai milik gadis yang beberapa hari lalu sudah resmi menyandang status menjadi kekasihnya. Pemuda itu menengadahkan kepalanya menatap jendela balkon yang terpasang kelambu manis berwarna pink salem. Bian mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan pesan untuk Aya
Kanaya
Aku udah di depan
sekitar 5 menit kemudian, pesan yang terkirim berubah centang menjadi berwarna biru yang merupakan tanda bahwa pesan tadi sudah dibaca oleh gadisnya namun tidak ada balasan. Bian mengalihkan pandangan ke depan ketika terdengar pintu pagar yang digeser.
"Mau ketemu non Aya ya mas?, monggo masuk,," sapa ART yang biasa membantu di rumah orangtua Aya
"Iya mbok, terimakasih,," Bian memasukkan motornya ke dalam halaman rumah kekasihnya
Terdengar suara motor yang juga menyusul masuk ke dalam halaman rumah tersebut, Bian turun dari motor dan menunggu Kevin yang terlihat sedang memarkirkan motornya
"Baru dateng juga?" Kevin mendekat ke arah Bian
"Iya, baru aja"
"Nyet, ada yang mau gue omongin sebentar sama Lo" Kevin menatap Bian, belum sempat Bian menjawab, Aya muncul dari pintu rumahnya
"Abang udah pulang juga?" Aya berjalan menghampiri keduanya
"Iya,," Kevin menoleh ke arah Aya dan melanjutkan ucapannya "Dek, bikinin minum gih buat kita berdua, gue haus"
"Ihh tumben manja banget lo bang?" Aya mengerutkan dahinya
"Abang mau ngomong bentar sama Bian, masalah futsal" Kevin mencoba mengusir halus adiknya
"Ya udah Aya ke dalam dulu" Aya berbalik dan kembali masuk ke dalam rumah
"Lo mau ngomong apa?" Bian duduk di teras setelah dipersilahkan oleh Kevin
"Gue izinin lo deket sama Aya karena gue tau lo orang yang bertanggung jawab" Kevin menatap serius mata Bian yang ada di depannya
"Gue kasih kesempatan lo, karena gue percaya lo bisa jagain Aya, jadi jangan sampai lo sia-siain kesempatan itu karena gue bakal jadi orang pertama yang bakal pisahin lo sama Aya kalo lo berani nyakitin adek gue" Kevin kembali menatap Bian dengan tajam
"Aya kesayangan di keluarga kita, dari kecil gue selalu jagain dia. Aya itu mandiri, tapi manja jika udah ngerasa nyaman sama orang. Tolong jaga hatinya, jangan sampai lo kelewat batas sama cewek lain apalagi sampai selingkuh" Kevin menarik nafasnya dalam lalu menepuk pundak Bian
"Gue percaya sama Lo" lanjut pemuda itu kemudian berlalu dari hadapan Bian