Soraya adalah gadis paling cantik di sekolah, tapi malah terkenal karena nilainya yang jelek.
Frustasi dengan itu, dia tidak sengaja bertemu peramal dan memeriksa takdirnya.
•
Siapa sangka, selain nilainya, takdirnya jauh lebih jelek lagi. Dikatakan keluarganya akan bangkrut. Walaupun ada Kakaknya yang masih menjadi sandaran terahkir, tapi Kakaknya akan ditumbangkan oleh mantan sahabatnya sendiri, akibat seteru oleh wanita. Sementara Soraya yang tidak memiliki keahlian, akan berahkir tragis.
•
Soraya jelas tidak percaya! Hingga suatu tanda mengenai kedatangan wanita yang menjadi sumber perselisihan Kakaknya dan sang sahabat, tiba-tiba muncul.
•
•
•
Semenjak saat itu, Soraya bertekad mengejar sahabat Kakaknya. Pria dingin yang terlanjur membencinya. ~~ Bahkan jika itu berarti, dia harus memaksakan hubungan diantara mereka melalui jebakan ~~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tinta Selasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
“Kakak nggak turun?”
Rafael menggeleng. Saat ini ada urusan mendadak, yang mengharuskannya untuk pergi. “Kakak akan kembali cepat.”
“Baiklah, kalau begitu hati-hati.” Ujar Soraya dengan lambaian tangan. Menatap kepergian Rafael, Soraya menghembuskan nafas panjang. Masih ada sisa-sisa penyesalan dan kekesalan di hatinya saat ini.
Tapi takdir berkata itu tidak akan lama. Karena di balik pintu utama Ros telah berdiri, siap mengganti semua beban Soraya, dengan beban yang baru.
“Eh buset, bikin jantungan aja.” Kaget Soraya sambil mengusap dadanya.
Meski sudah melihat cucunya hampir membentur pintu karena terlonjak, Ros masih memasang wajah datar.
“Dari mana kamu?”
Merasa aneh dengan ketenangan sang Nenek, Soraya was-was dibuat. Duh, ketenangan sebelum badai ini pasti. Pikirnya
“Dari Rumah Sakit sama Kak Rafael, jenguk Ibunya si Sean.” Jelas Soraya, sejelas-jelasnya.
Dia percaya membawa nama Sean dan Rafael harusnya membuat dia aman.
Tapi Ros yang mendengar, malah diam saja. Mempertahankan wajah datarnya, dia hanya menatap serius Soraya, sebelum mengambil langkah pergi begitu saja.
Duh, apalagi sih Gamma! Mana sok cool gitu gayanya! Cemas Soraya, atas sikap kaku Ros yang tidak biasanya.
Dia pun mengambil langkah masuk mengikuti sang Nenek dari belakang, tapi perasaannya semakin tidak nyaman, melihat wanita tua itu bergerak ke arah kamarnya.
Begitu dilihat pintu kamarnya dibuka oleh Ros sendiri, Soraya akhirnya berhenti.
“Gamma repot-repot banget sih, sampe mau bukain pintu kamar aku. Udah kek pembantu aja.” Canda Soraya dengan selera humornya yang rendah.
Tapi meskipun itu sudah kelewatan, Ros masih setia dalam diam. Dia tidak menanggapi, hanya terus lanjut masuk. Ini membuat Soraya mau tidak mau harus ikut, dengan rasa heran akibat tidak ditanggapi.
Ternyata saat pintu dibuka, disanalah bagian pembalasan Ros untuk Soraya. Tempat tidurnya yang berwarna lilak, sudah dipenuhi dengan koper-koper, yang jika dikenali baik-baik, merupakan milik Rafael.
“Loh, kenapa koper Kakak disini?”
“Itu memang koper kakakmu, tapi semua barang di dalam punya kamu.”
Satu detik, dua detik dan seterusnya, tapi Soraya masih tidak mengerti juga. Dia menaruh kedua tangannya di pinggang, dan menatap Ros dengan bingung.
“Maksud Gamma?”
Ros tidak menjawab, hanya menggerakkan kepalanya mengelilingi ruangan. Menunjukkan pada Soraya, bagaimana barang-barang gadis itu sudah tidak ada lagi. Soraya yang mengikuti pandangan itu, akhirnya tersadar.
“AKHHHH, … Barang-barangku? dimana barang-barang ku!!” Paniknya, menatap Ros. “Gamma, apa yang terjadi, dimana barang-barangku!”
Ros hanya menunjuk dengan dagu ke arah koper-koper. Hal ini dilihat Soraya, dan semakin membuatnya panik.
“Oh gosh, apa kita kemalingan? apa mereka mengambil barangku, dan menyisakan koper busuk Kakak? begitu?!”
Mendengar pemahaman Soraya, Ros menutup mata dengan sudut bibir bergetar. Dalam situasi yang sudah begitu jelas, dia tidak menyangka Soraya masih tidak mampu untuk memahami. Ini membuat keputusan sepihak Ros, semakin bulat saja.
“Barang-barang kamu tidak hilang, semua ada di dalam koper-koper ini.”
“Wait what?” Soraya dengan kedua alis menukik berjalan ke arah tempat tidur. Masih tidak percaya, dia pun membuka salah satu koper dan menemukan baju-bajunya ada disana.
“Apa ini? kenapa barang-barangku di sini?” Tanya Soraya tanpa menatap Ros. Instingnya yang lemah, mengingatkan dia bahwa situasi sedang tidak baik.
“Gamma sudah tidak tahan lagi. Gamma putuskan, akan memindahkan kamu ke sekolah asrama luar negeri.”
DEG. Jantung Soraya, benar-benar berhenti untuk beberapa saat. Dengan susah payah, ia akhirnya berhasil mengangkat wajah, menatap sang Nenek.
“Ada panggilan dari sekolahmu, dan wanita tua ini sudah tidak memiliki wajah lagi untuk datang. Sudah cukup! Belum seminggu sejak panggilan terakhir, dan sekarang harus datang lagi? tidak mungkin. Sudah cukup kamu merusak reputasi Gamma, dan juga keluarga ini. Kamu tidak boleh disini lagi.”
Mendengar ini Soraya pun terduduk di ujung ranjang. Tangan kanannya masih bertengger di pinggang, sementara tangan kirinya menyapu rambut ke belakang. Dia syok mendengar hal ini, tapi masih mengira-ngira, apakah Ros mencoba menggertaknya.
Jadi Soraya mencoba cara paling pelan menurutnya. “Gamma, ini tuh cuman panggilan biasa kok. Cuman kayak panggilan sebelum-sebelumnya. Jadi nggak perlu di bawah hati. Kalau Gamma nggak mau datang ya nggak usah. Rileks.”
Melihat raut tidak bersalah, lengkap tanpa rasa tanggung jawab dari cucunya, tangan Ros yang kram, berubah menjadi getaran. Matanya juga mulai dipenuhi genangan air, akibat emosi yang mulai naik
Benar-benar marah, tentang darimana datangnya gen kebodohan cucunya itu. Sebelumnya, acap kali memikirkan ini, Ros selalu menahan diri. Tapi rasanya tidak kali ini.
“Kamu benar-benar membuat Gamma malu pada fakta. Fakta bahwa kamu itu cucuku.” Ucap Ros, pelan tapi jelas.
Satu kalimat ini, jelas langsung menghantam Soraya, tapi Ros belum cukup. Dia mengambil langkah mendekat. Posisinya yang berdiri, dan posisi Soraya yang duduk menambah tekanan pada situasi.
“Gamma itu menyesal, setiap kali ingat sudah bawa kamu dari Bibimu! Kalau waktu bisa diputar, akan Gamma biarkan kamu tetap dengan wanita gila itu. Biar saja Rafael jadi cucu Gamma satu-satunya.”
Apa ini? Adalah satu-satunya yang bergumam di otak Soraya. Lidahnya kelu sekali sekarang.
Tapi Ros tampaknya benar-benar tumpah, dia tidak mau berhenti bicara. Jika sebelum-sebelumnya dia akan mengomel panjang lebar, kali ini berbeda. Kata-katanya masih kasar, tapi nadanya dingin dan jauh. Tidak ada emosi menggebu-gebu, hanya wajah muak yang tak tertahan.
Mau bagaimana lagi? kebodohan Soraya terlalu terkenal, sampai-sampai saat dia akan bertemu teman-teman sebayanya, itu masih akan menjadi perbincangan.
Kehidupan tua-tua kaya sangatlah berbeda. Perbandingan kehidupan antar generasi, selalu memikat untuk jadi perbincangan mereka. Membuat perkembangan anak cucu, akan selalu dibagikan dalam lingkaran mereka.
Disaat anak cucu orang lain melambung jauh, Ros masih harus bertahan dengan pertanyaan mengenai anaknya yang masih menjadi orangtua tunggal, dan kedua cucu, yang satu adalah idaman dan satunya adalah petaka.
Tapi kali ini Ros benar-benar tidak tahan. Dia tidak tahan, bagaimana dia dipermalukan oleh kelemahan Soraya. Dia tidak tahan, harus selalu datang ke sekolah akibat panggilan. Saking tidak tahannya, kata-kata yang tidak pantas akhirnya terlontar.
“Harusnya kamu bangunkan Ibumu dari tanah, biar dia saja yang datang menghadap ke sekolah.”
BANG. Itu tadi adalah kata-kata paling menusuk bagi Soraya, hingga pandangannya yang bingung langsung berkaca-kaca.
Soraya akhirnya berdiri, menghadap dan menatap Ros langsung di matanya. Ada keberanian, kemarahan, dan luka di dalam matanya, tapi itu tidak menggoyahkan Ros juga. Saat dimana, masing-masing mereka keras kepala.
“Jadi Gamma sudah ambil keputusan, kamu akan menyelesaikan tahun terakhir kamu di luar negeri. Tidak ada bantahan! Karena Ayahmu bahkan tidak membantah.”
Mendengar ini, Soraya terkekeh kecil. Dia menganggap Ros melakukan sesuatu yang sia-sia, karena dia jelas tidak ingin.
“Aku tidak mau!”