Harap bijak dalam membaca.
kesamaan nama keadaan atau apapun tidak berkaitan dalam kehidupan nyata hanya imajinasi penulis saja.
Seorang wanita muda kembali ke tanah kelahirannya setelah memilih pergi akibat insiden kecelakaan yang menimpanya dan merenggut nyawa sang Kakek.
Setelah tiba ia malah terlibat cinta yang rumit dengan sang Manager yang sudah seperti Pria Kutub baginya. Belum lagi sang Uncle dan mantan kekasih yang terus mengusik kehidupan asmaranya.
Lalu di mana hati Alice akan berlabuh? Dapatkah Alice menemukan pelaku pembunuh sang kakek..
Yuk ikutin kisahnya...
jangan Lupa Like Vote Komentar maupun Follow terimakasih..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kanian June, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 20
CETEK
"Dasar anak nakal main masuk aja, sengaja ya mau lihat roti sobek!" Ledek William yang melihat Alice masih menutup matanya dengan kedua tangan.
Alhasil sebuah sentilan melayang tepat di kening Alice.
"Aw! Sakit tau!" Protes Alice. "Uncle gak sopan ih sana pakai baju!" Teriak Alice masih berdiri di posisi nya.
"Hem buka mata dong kamu kesini pengen lihat roti sobek uncle kan, sini lihat dulu." Jail William sambil menggoyangkan tubuh Alice.
"Ah enggak! Alice gak tau Uncle bakal keluar dari kamar mandi cuma pake handuk ya! Lagian di panggil dari tadi nggak ada jawaban. Alice di suruh panggil uncle buat makan malam bareng." Elak Alice menanggapi ucapan sang paman.
"Dasar alesan! Ya suka-suka uncle ini kamar punya sendiri juga. Lagian kamu penasaran banget sih sama barang orang." Tuduh William yang berjalan menuju Walk in closet miliknya untuk mengambil pakaian.
Kaos hitam polos dengan bawahan senada menjadi pilihan nya malam ini.
"Ya Maaf Uncle, gak lagi deh Alice lancang. Yasudah buruan pake baju uncle, ayo turun. Alice gak bisa jalan kalo uncle belum pake baju." Protes Alice saat merasa masih mendapati sang paman berdiri di sampingnya.
Tiba-tiba suasana kamar menjadi hening saat Alice beberapa kali memanggil sang paman namun tidak ada jawaban. Ia panggil sekali lagi dan bertanya untuk memastikan apakah William sudah membalut tubuhnya dengan baju ataukah masih mengenakan handuk. Namun sekali lagi tidak ada jawaban atau sekedar langkah kaki yang terdengar.
Alice masih merasa malu jika mendapati roti sobek William terpampang jelas di hadapannya seperti yang barusan ia lihat.
Bukan apa Alice masih terlalu polos di usianya yang hampir seperempat abad. Mengingat yang ia kejar hanyalah karir dan bukan semata bersenang-senang seperti anak lain di usianya.
Meski ia pernah menjalin hubungan dengan beberapa pria namun Alice menjalani hubungan yang sehat. Tanpa sentuhan maupun ciuman sekalipun.
Ternyata saat ia beranikan diri untuk membuka mata pintu telah terbuka lebar, dan tidak ada seseorang pun di ruangan tersebut. Hanya ada Alice seorang diri.
"Dasar Uncle! Awas ya!" Geram Alice karena ternyata sang paman sudah kabur duluan meninggalkan nya.
Ia pun bergegas berjalan menuju ruang makan dengan bibir mengerucut. Benar saja seperti dugaannya, William sudah duduk manis di meja makan dengan senyum jahilnya.
"Sudah-sudah, jangan mulai deh William. Kasian Alice kamu kerjain terus." Tegur Oma Rochelle saat mendapati perubahan raut wajah Alice.
"Ayo sayang sini gabung makan, maaf ya uncle kamu usil terus." Bujuk Oma Rochelle menepuk kursi di sebelahnya.
Rochelle sudah hafal pasti telah terjadi sesuatu saat di atas, dia tahu betul bagaimana anak laki-laki nya tersebut kelewatan jahil kalo sudah berurusan dengan Alice. Namun di lain hal William begitu menyayangi Alice melebihi keponakannya sendiri, kadang membuat Rochelle takut jika William menaruh hati untuk Alice.
Mengingat bahwa William dan Alice tidak terlibat hubungan sedarah.
"Baik Oma." Jawab Alice lalu mendaratkan bokongnya di kursi sebelah Oma, namun bibirnya masih manyun sebab kejadian tadi.
Saat akan menyendokkan nasi ke dalam piring Alice pun Membuka percakapan mengutarakan pendapatnya.
"Oh iya Oma, Uncle, makanan segini banyaknya gak mungkin toh bisa kita bertiga habiskan sekaligus. Gimana kalo kita makan bareng ajak bibi sama yang lain juga?" Usul Alice melihat William dan Rochelle bergantian.
"Iya ma bener, nanti mubazir kalo tidak habis. Lagian juga mama masak banyak banget kayak mau pesta aja." Timpal William menanggapi ide Alice.
"Hehe.. ya habisnya mama terlalu semangat sih jadi khilaf. Boleh deh kalo kalian setuju mama gak keberatan juga." Kilah Rochelle
Tidak lama Oma Rochelle pun memanggil semua karyawan untuk ikut bergabung makan bersama di satu meja makan yang sama. Awalnya satu persatu dari mereka menolak karena sungkan dan merasa tidak pantas untuk duduk satu meja dengan sang majikan. Namun karena kegigihan Alice membujuk akhirnya mereka mau menuruti rengekan Alice.
Sampai security yang bertugas menjaga pintu depan juga ikut. Alasan karena keamanan pun di bantah oleh Alice mentah-mentah.
"Bisa di kunci dulu dari dalam pak, sudah yuk pak tidak menerima alasan." Titah Alice pada sang security. Akhirnya mau tidak mau ia pun mengikuti titah sang majikan.
"Ayo bi, mang, ambil yang banyak ya jangan malu-malu. Makan yang kenyang anggap saja kita bestie. Hahaha" sela Alice di waktu makannya, mempersilahkan semua untuk makan dengan lahap.
Mereka pun akhirnya mengiyakan dengan serempak seperti barisan yang menerima perintah. Sontak Alice, William dan Rochelle pun tertawa mendapati karyawannya yang terlalu formal menjawab.
Bagi Alice ini adalah suatu kebahagiaan yang tidak terlupakan olehnya, bisa tertawa lepas tanpa beban.
Sesekali mereka tertawa bersama berbagai kisah kehidupan masing-masing.
Untuk kali pertama setelah kepergian sang suami, Oma Rochelle merasakan hidup yang menyenangkan tanpa rasa khawatir sedikitpun.
William pun turut senang melihat sang mama yang berada di sebelahnya terlihat tertawa begitu bahagia.
......................
Di Apartemen Gloria di sebuah kamar terdapat seorang pria yang masih berbaring memandangi langit-langit kamarnya.
Entah sudah berapa lama ia dengan posisinya berbaring di kasur dengan kedua tangan ia jadikan bantalan kepala.
Gagasannya menerawang entah berselancar kemana, sejak kemarin dia hanya diam melamun.
Mengingat kejadian yang ia alami membuatnya begitu terusik. Ingin rasa penasarannya terpecahkan namun lagi-lagi egonya terlalu tinggi untuk sekedar bertanya. Akhirnya semua hanya jadi pola coretan tanpa tujuan di kepalanya.
Apa sebaiknya aku minta maaf dulu ya, barangkali dia mau cerita alasannya. Eh tapi nanti dikira aku terlalu ikut campur.
Duh Steven kenapa juga kemarin langsung ngacir pergi tanpa pamit.
Apa dia baik-baik saja ya?
Begitulah kira-kira isi kepala Steven saat mengingat Alice terisak kala di boncengnya. Steven tidak tau menahu latar belakang atau apapun tentang Alice, yang ia tau hanya Alice adalah cucu sang pemilik perusahaan yang kembali dari Luar Negeri.
Selebihnya Steven tidak tau, lebih tepatnya dia tidak ingin mencari tau soal Alice.
Bagi Steven saat ini dia hanya ingin fokus untuk bekerja dan mendapatkan pundi uang dari hasil keringatnya sendiri. Ia ingin membuktikan pada keluarganya bahwa ia bisa berdiri di atas kakinya sendiri terutama pada sang kakak yang sudah meremehkannya. Steven lelah jika harus terus menuruti semua keinginan orang tuanya terlebih sang mama yang selalu mengenalkannya pada anak teman-temannya.
Bukan tanya sebab sang mama berperilaku seperti itu, karena beberapa waktu lalu Steven pernah menolak perjodohan dengan kolega sang papa.
Karena tidak terima akhirnya anak sang kolega membuat desas desus bahwa Steven menyukai sesama jenis.
Akhirnya Steven selalu di tuntut sang mama untuk segera mencari pasangan kalau tidak ya seperti sekarang sang mama lah yang sibuk mencarikan jodoh untuknya.