Rela berkorban demi pujaan hati, Andara meninggalkan keluarganya dan menikah dengan pria pilihannya.
Delapan tahun berlalu, Andara merasa sikap suaminya mulai berubah.
Cinta yang biasa selalu terpancar dari binar mata Andri mulai redup.
Perhatian lelaki itu memang tak berkurang, kasih sayangnya pun demikian, tapi Andara tahu hati suaminya tak lagi sama.
Lantas apa yang akan di perbuat oleh Andara untuk mengembalikan hati sang suami.
Sebenarnya apa yang terjadi pada rumah tangga mereka di 8 tahun pernikahan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Yunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tangis Andara
"Ra!" Andara baru tiba di rumah saat Dewa memanggilnya.
"Abang sudah pulang?"
"Em! Kamu dari mana?"
"Habis ketemu mas Andri."
"Ngapain?"
"Ada, tentang kesepakatan cerai."
"Kelar?"
"Do'akan saja."
"Ada yang mau ketemu sama kamu."
"Siapa?"
"Saya." Farazt sendiri tidak bermaksud untuk menyela obrolan mereka, ini terjadi begitu saja. Dan, ucapan spontan itu membuat dokter spesialis bedah itu merasa malu.
"Anda?" Andara tentu sedikit bingung, karena dokter Farazt tiba-tiba ingin bertemu.
Dokter Farazt menggosok tengkuknya canggung.
"Abang tinggal sebentar, Ra. Kamu ngobrol aja sama dokter Farazt."ucap Dewa dengan langkah menjauh.
Eh, Andara jadi serba salah.
"Silahkan duduk," wanita itu bersikap layaknya tuan rumah.
"Terima kasih." Farazt tidak bisa menyembunyikan senyumnya.
Gila, tiba-tiba laki-laki anti senyum itu berubah 180° setelah bertemu calon janda. Ups, bolehkah Farazt mensyukuri hal itu. Setidaknya dia tidak menjadi pebinor, alias perebut bini orang jika benar hatinya memilih Andara.
"Saya taruh tas dulu," ijin Andara, perempuan itu juga ingin ke kamar mandi sebentar.
Tidak sampai sepuluh menit, Andara kembali dan duduk di hadapan dokter Farazt yang tengah menyesap kopi.
"Dokter ingin bicara apa?" tanya Andara setelah beberapa saat mereka duduk berhadapan.
"Itu..." Farazt mengubah posisi duduknya agak condong pada Andara. "Sebelum aku jelaskan sesuatu padamu, kamu yakin mau bicara disini saja."
Andara tidak tahu apa yang ingin Dokter Farazt bicarakan, jadi bagaimana dia bisa menentukan pilihan?
"Aku disini mewakili rekanku, Dewa memintaku menjelaskan kondisi seseorang, jika kamu yakin mau bicara disini maka akan aku lanjutkan."
"Disini saja, dokter." saut Andara cepat.
Farazt mengangguk dan tanpa membuang waktu lagi segera menjelaskan kondisi Melati tentunya dengan bahasa yang sederhana tidak dalam bahasa medis yang agak sulit dipahami.
Andara membekap mulutnya tak percaya setelah mendengar cerita lelaki di hadapannya.
Air mata Andara luruh membasahi pipinya yang memerah , sungguh berita ini sangat mengejutkan, dan alasan bundanya enggan di operasi karena dirinya yang tidak ada. Sebagai seorang anak, Andara merasa sangat bersalah.
"Dokter, sa-saya..." Andara kehabisan kata-kata, syok! Ini terlalu tiba-tiba.
"Hai tenanglah!" Farazt ingin menggenggam tangan wanita itu, tapi sadar bahwa hal tak pantas itu tak seharusnya dilakukan. Akhirnya Farazt kembali menarik tangannya.
Andara menutup wajahnya, wanita itu menangis tersedu-sedu.
Dokter Farazt hanya bisa melihat, tidak mampu sekedar menawarkan diri untuk menenangkan, andai hubungan mereka dekat, Farazt akan membawa wanita itu kedalam pelukannya, mengatakan pada Andara jika dia akan berusaha semampunya untuk menyelamatkan nyawa Melati.
"Dokter, ini semua salahku, andai saja aku tidak pergi demi laki-laki itu, ini semua tidak akan pernah terjadi." kesah Andara." pernikahan yang ku bangun di atas kekecewaan ayah, bunda, berakhir tidak bahagia, mungkin Tuhan sedang sangat marah padaku karena memilih menjadi durhaka, apa aku juga harus kehilangan bunda karena keegoisanku, dokter?"
Andara mencurahkan isi hatinya, sebagai pelampiasan, perempuan itu menangis sesenggukan ini sebagai pelarian kesedihan dan kemarahannya pada diri sendiri semua terasa serba tiba-tiba dan begitu tidak adil untuk Andara.
Panik melihat Andara yang terus menangis, dokter Farazt mendekat dan duduk di samping perempuan itu. Aroma dokter memang agak lain, dari jarak seperti ini Andara bisa mencium aroma uang.
"Ara, kakakmu mempercayai saya memberitahukan hal ini padamu agar meminimalisir kekhawatiranmu, setidaknya dalam bahasa sederhana yang saya sampaikan tidak membuatmu terpukul seperti ini." ujar dokter Farazt mengungkapkan.
Ucapan lembut dari dokter Farazt yang begitu dewasa membuat mata Andara terbuka, secara tidak langsung Farazt menasehati antara untuk tidak terlalu bersedih.
Perempuan dengan wajah memerah itu menghapus air matanya, Andara sadar semua sudah terjadi tidak ada yang bisa mengulang waktu.
Beberapa waktu berlalu, dirasa Andara bisa menenangkan diri, Farazt pamit pulang. Pria itu meninggalkan banyak pesan untuk Andara, dan Farazt juga berjanji akan melakukan yang terbaik untuk Melati. Jika tidak ada kendala operasinya akan dilakukan satu bulan dari sekarang.
Andara kira kesedihan hari ini akan berakhir setelah menangis di pelukan Melati. Ternyata kabar duka lain datang dari nomor tak dikenal.
"Saya mohon!" suara diseberang sana menyadarkan Andara.
Detik itu juga Andara diantar oleh Dewa ke rumah sakit tempatnya bertugas.
" Andri, kamu itu anak mama laki-laki satu-satunya, apa mama salah jika menginginkan kamu mendapatkan perempuan yang tinggi derajatnya, mama hanya ingin yang terbaik untuk kamu, Andri!"
Mendengar ucapan Ibunya dan kemarahan Gia membuat Andri mematung. Tidak perduli tubuhnya dilempari dengan berbagai barang, Andri tetap pada tempatnya, bagaikan patung tanpa nyawa, Andri menatap datar ke arah istrinya.
"Perempuan yang mama hina dan anggap tidak pantas untuk Andri adalah perempuan yang dibesarkan penuh cinta dan dididik dengan sangat baik oleh keluarganya. Sama seperti mama yang ingin segalanya yang terbaik untukku, orang tua Andara juga ingin hal yang sama untuknya. Mama kira Andri ini sesempurna apa Ma, sampai mama merasa berhak merendahkan orang lain?"
Andri benar-benar sampai di tahap dia benar-benar putus asa dengan keadaan yang menghimpitnya. Di satu sisi Andri sangat mencintai Andara, segala hal Andri lakukan untuk memperjuangkan restu agar Andara diterima oleh keluarganya, namun ujung-ujungnya perdebatan tentang ketidaksetujuan ini sampai pada titik takdir mempertemukan Andri dengan Gia.
Cinta yang terhalang bakti, itulah yang dirasakan Andri. Dan semua orang menyalahkan Andri. Hingga inilah yang dilakukan Andri yang membuat Andri merasa jika dia adalah pria paling buruk di dunia ini.
Andri tidak bisa melepaskan Andara begitu saja meski di saat yang bersamaan Andri pun sibuk mengurus istrinya yang lain yang sedang di rawat di rumah sakit.
Dan disinilah Andri setelah mendapatkan tanda tangan Andara.
Dengan lesu Andri menunduk, ketidakberdayaan menguasai Andri karena dia tidak memiliki kekuatan untuk memberontak dari orang tuanya. Cinta dan bakti yang dimiliki Andri sama besarnya hingga membuat Andri kesulitan untuk melangkah.
"Aku nggak mau anak ini, aku nggak mau!!"
Mendengar kalimat yang terucap dari Gia membuat Andri mendongak, sosok di hadapan Andri memang luar biasa cantik, tapi secantik apapun Gia, Andri tidak bisa membandingkan dengan kecantikan Andara yang sudah dikenalnya luar dalam.
"Lihat istrimu Andri, dibandingkan dengan Andara itu, Gia lebih segalanya, tega kamu mau bunuh anakmu sendiri?"
"Stop!" teriak Gavin. Lelaki itu sudah sangat muak dengan perdebatan ibu dan anak dihadapannya.
"Dan untuk mu, Gia! Berhenti bersikap kekanak-kanakan! Seharusnya kalau kamu belum siap untuk menjadi seorang ibu kamu bisa menundanya dulu, kamu pikir aku mau menampung seorang pembunuh di rumahku jika kau sampai melakukan aborsi?" mata Gavin berkilat marah. Seumur hidupnya Gia baru melihat Gavin yang setegas ini padanya.