Mengejar Cinta MAS Ojol

Sheila mencoba memanggil Iwan dari luar kontrakan. Menengok ke kiri dan ke kanan. Namun tidak ada orang sama sekali. Kemudian mencoba membuka pintu. Namun terkunci dari luar. Dan Sheila memastikan, jika Iwan sedang menarik ojol.

Sheila pun keluar dari area kontrakan Iwan, dan terlihat sebuah warung. Sheila menuju kesana.

" Permisi Bu" Sapa Sheila kepada pemilik warung yg berada didepan. Menyusun jajanan anak anak.

" Ya mbak, mau beli apa ya..?" Sahut ibu ibu pemilik warung.

" Engga, saya mau tanya. Iwan sudah balik belum ya Bu?, itu yg ngontrak disana.."

Sheila bertanya tentang Iwan. Kemungkinan ibu penjual warung itu mengenalnya. Sheila pun menunjukkan kontrakan yg di huni oleh Iwan.

" Maaf mbak, Iwan yg suka ngojek ya?" Sheila mengangguk.

" Beberapa hari engga kelihatan, engga beli malah. Mungkin masih narik mbak.." Sahut ibu itu menjelaskan, jika Iwan memang tidak terlihat beberapa hari. Kemudian Sheila menanyakan hal lainnya. Namun jawabannya sama. Ibu ibu itu tidak mengetahuinya.

" Ya udah Bu, terima kasih. Saya permisi.." Ucap Sheila kemudian meninggalkan warung tersebut.

" Pacarnya mas Iwan cantik ternyata. Pantesan Saodah ditolak oleh mas Iwan.." Celetuk ibu penjual di warung itu. Sambil memperhatikan Sheila yg semakin menjauh.

" Bagaimana?, ketemu..?" Tanya Vina yg setia menunggu di mobil. Sheila hanya geleng geleng kepala. Kemudian pandangannya menatap sekeliling tempat itu. Kenangan pertemuan pertama dengan Iwan. Masih sangat membekas di hati. Dari perdebatan maupun kata godaan yg terucap oleh Iwan.

" Ga ada.." Sahut Sheila singkat. Kemudian duduk dan memasang seatbelt. Vina pun melanjutkan kendaraannya menuju rumah.

Tak berselang lama, akhirnya Vina pun sampai tujuan. Sheila mengikuti Vina masuk ke dalam rumah. Rumah sederhana namun sangat istimewa. Dinding dinding dari kayu jati menambah keunikan rumah ini. Mungkin orang dulu ini sudah disebut rumah mewah. Namun untuk sekarang lebih banyak gedung gedung bertingkat dan mansion pribadi.

Sheila disambut gembira oleh orang tua Vina. Sebab memang sudah lama tidak main ke rumah ini. Orang tua Vina adalah pengusaha mebel di kawasan ibukota. Namun tidak sebesar milik papanya Sheila.

" Jam 9 malam gw pinjem motornya Vin..?"

Sheila ingin meminjam motor, untuk mendatangi Iwan kembali. Karena perkiraan Sheila, jam 9 malam Iwan kembali ke rumah kontrakan. Selain itu, Sheila juga masih penasaran.

" Mau kemana Lo..?" Sahut Vina.

" Ke tempat tadi." Sahut Sheila. Kemudian berbaring di tempat tidur Vina.

" Siapa sih yg elu cari..?" Tanya Vina kepada Sheila. Vina pun menatap Sheila ingin mengetahui jawabannya. Cuma Sheila menjawabnya dengan senyuman.

" Ada deh.." Sahut Sheila yg langsung menutup wajahnya dengan bantal.

" Ya udah gw ikut berarti.." Celetuk Vina. Membuat Sheila membuka bantalnya kembali.

" Whaaatttt!!, Jangan jangan. Saat ini belum bisa. Gw cuma ngecek doang. Plisss...!!"

" Lu sekarang kaya orang kesambet tahu ga Shell. Wajah wajah orang jatuh cinta. Beda dulu ketika dengan Andre. Engga kaya begini.." Celetuk Vina masih memperhatikan Sheila, yang salah tingkah akibat perkataan Vina.

" Udah Vin, ga usah ngarang cerita. Ini orang penting dalam hidup gw.." Sahut Sheila, namun membuat Vina semakin curiga.

" Cowok?, Cakep?, sama Andre gantengan mana?"

" Apasih.." Sahut Sheila, mukanya memerah, akibat celetukan Vina. Kemudian membandingkan Iwan dan Andre" Cakepan Iwan Vin.." batin Sheila.

" Wah wah wah. Kayaknya gw perlu jadi detektif nih. Siapa tahu kak Arya tanya.." sahut Vina. Matanya melirik ke arah Sheila.

" Sialan Lo!. Dibilang bukan siapa siapa kok.." Sahut Sheila kembali menutup mukanya dengan bantal. Kembali mengingat Iwan Sulistyo.

" Pokoknya gw awasin elu..!"

Vina berkacak pinggang didepan Sheila dan kemudian ikut berbaring disebelah Sheila.

...****************...

Malam harinya Sheila pun bersiap menuju kontrakan Iwan. Ia sudah rindu berat, sebab sudah tidak mempunyai kontak yg bisa untuk menghubungi Iwan. Apalagi nomer ponsel, Sheila tidak punya. Baru kemarin mendapatkan ponsel baru dari kakaknya, Arya. Dan itupun Sheila yg memaksa.

Vina hanya menatap sahabatnya dari kejauhan. Tidak biasanya, Sheila sampai nekat seperti sekarang ini. Bahkan ketika dengan Andre saja ia sangat manja. Yang minta jemput lah, ini lah itulah. Tapi tidak dengan sekarang. Entah penasaran atau sudah cinta beneran.

Tak berselang 1 jam kemudian. Sheila kembali kerumah Vina. Tampak Sheila lemas tak bertenaga. Sehingga membuat Vina curiga.

" Kenapa Lo..?" Celetuk Vina, ketika sampai di kamar. Sheila hanya geleng geleng kepala. Kemudian terdiam dan menunduk.

" Ga ketemu..?" Tanya Vina disebelah Sheila. Sheila kembali menggelengkan kepala.

" Vin!, Kontrakan punya elu masih ada yg kosong kaga..?"

" Mau ngapain..?" Sahut Vina penasaran.

" Gw mau ngontrak.."

" Serius Lo. Emang kaga di cariin sama kak Arya atau yg lain..?" Tanya Vina dan Sheila hanya geleng geleng kepala.

" Kasih tahu aja, gw ngontrak di rumah elu. Atau nginep di rumah elu. beres.."

" Ga segampang itu kawan. Emang elu kaga paham sama kak Arya apa..?" Ucap Vina. Karena ia sering di tanya tentang keberadaan Sheila.

" Bodo amat. Gw udah kaya ga dianggap di rumah. Cuma disodorin sana sini buat perjodohan bisnis. Diatur sana sini. Gw ogah. Mending gw ngontrak.."

" Tetep aja beg*, mereka tetap tahu elu dimana. Elu kan masih kerja disana.." celetuk Vina.

" Gw mau pergi, tapi kalau sudah ketemu yg pasti.." Ucap Sheila lirih.

" Yg elu cariin tadi..?"

Sheila diam seribu bahasa. Tidak memberikan jawaban apapun. Membuat Vina menghela nafas.

" Coba entar gw tanya sama Ayah. Siapa tahu masih ada.." Ucap Vina dan Sheila mengangguk setuju.

...****************...

Sementara Iwan yg ada dikampung bersama keluarganya. Saat ini sedang suasana gembira. Sebab panen yg dihasilkan sudah cukup untuk mengembalikan hutang kepada tengkulak. Dan hasil lainnya bisa digunakan untuk kebutuhan keluarga serta ditabung.

" Engga buat beli kuda yah?, mas Iwan seneng naik kuda lho sekarang." Celetuk Fandi didepan ayah ibunya. Sebenarnya dia sendiri yg mau. Tapi dengan alasan kakaknya, Iwan.

" Heleh, orang yg mau kamu kok mas Iwan sebagai alasan.." Sahut Iwan. Menanggapi adiknya yg ingin beli kuda.

Pak Slamet dan Bu Astutiningsih hanya tersenyum melihat anak anaknya akur dan saling menyayangi.

" Berarti nanti mas Iwan yg beli sendiri ya?" Celetuk Fandi

" Sama aku mas. Aku juga mau" Sahut Esti adiknya yg paling kecil. Ia juga pingin punya kuda.

" Emang bisa nyariin rumput..?" Sahut Iwan.

" Kan tinggal bawa ke lapangan mas. Kudanya makan sendiri. Ga usah di cariin rumput.." sahut Esti kembali.

" Dikandang tetep harus dikasih makan Esti..!" sahut Fandi.

" Ya mas Fandi lah. Esti kan cuma minta. Di kasih sukur , engga dikasih ya masa tega sama adik sendiri. Hehe.." Sahut Esti sambil tertawa cekikikan. Membuat semua geleng geleng kepala.

Perdebatan pun terjadi antara kakak beradik itu, sehingga membuat suasana semakin ramai. Apalagi Iwan yg menyayangi kedua adiknya ini.

Beberapa waktu lalu, Iwan bercerita mengenai Sheila maupun Ajisaka. Orang yg ditemui di kota. Ayah ibunya meminta Iwan untuk bijak dalam memutuskan segala hal.

" Ya udah, entar kalau mas Iwan sudah kerja. Sama gajinya gede. Doain ya, biar mas sukses. Kalian juga harus pinter dan sukses nantinya. Biar engga kaya ayah dan ibu yg cuma jadi petani.." Sahut pak Slamet di sela sela candaan kakak beradik itu.

...****************...

Hari pun berlalu, saatnya Iwan kembali ke kota. Untuk menunggu kelulusan serta wisuda. Ayah ibunya akan diberitahu nanti, jika waktunya telah tiba. Hanya saat ini, Iwan berusaha sebaik mungkin, meyakinkan kedua orangtuanya jika dirinya di kota tidaklah lama. Kemudian balik kampung untuk usaha.

" Cari pengalaman yg banyak. Terus bawa pulang. Dan bisa membantu warga disini yg nganggur agar biar bisa kerja.."

" Ya yah, Iwan akan berusaha sebaik mungkin. Kalau begitu Iwan berangkat dulu.."

Setelah berpamitan Iwan pun melajukan motornya menuju kota. Hari masih pagi, kemungkinan siang nanti baru sampai di kontrakan. Kemudian istirahat dan mengisi kegiatan dengan menarik ojol kembali.

...****************...