Anisa menerima kabar pahit dari dokter bahwa dirinya mengidap kanker paru-paru stadium empat, menandakan betapa rapuhnya kehidupan yang selama ini ia jalani.
Malamnya, ketika Haris pulang dari dinas luar kota, suasana di rumah semakin terasa hampa. Alih-alih menghibur Anisa yang tengah terpuruk, Haris justru membawa berita yang lebih mengejutkan. Dengan tangan gemetar, Anisa membaca surat yang disodorkan Haris kepadanya. Surat yang menyatakan perceraian antara mereka berdua setelah 15 tahun membina rumah tangga.
Ternyata, memiliki kehidupan yang harmonis ekonomi yang bagus, serta anak-anak yang lucu tak bisa mempertahankan sebuah hubungan Anisa dan Haris.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya? Yuk, simak di Bunda Jangan Pergi!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bunda 20
Mira menghampiri Alvin yang duduk di sofa ruang tamu. Mira, tahu Alvin mungkin lebih mengerti dengan kondisi orang tuanya ketimbang adik-adiknya. Usia Alvin yang menginjak 11 tahun membuat Alvin lebih paham dengan apa yang saat ini sedang terjadi pada keluarga kecil mereka.
"Sayang, kenapa kamu menangis?"Mira bertanya dengan lembut dan mengusap kepala Alvin. Bocah itu menoleh dan langsung memeluk Mira.
"Alvin, tak ingin Bunda pergi! Alvin tak mau ditinggal oleh Bunda,"Alvin berkata dengah suara yang parau akibat terus menangis setelah lari dari kamarnya.
"Siapa yang bilang Bunda akan pergi? Bunda Alvin akan tetap di sini,"ujar Mira mencoba menenangkan Alvin, anak Anisa.
"Tidak, orang yang sakit itu akan meninggal. Alvin, tak ingin Bunda pergi!"Bocah itu semakin menangis tak karuan yang membuat Mira juga tak dapat menahan air matanya.
"Alvin, tenang ya Sayang. Tak semua yang sakit akan meninggal, banyak yang sakit terus berjuang untuk bertahan hidup. Bunda lagi berjuang sayang, kita harus membantu Bunda dan membuatnya kuat untuk menghadapi penyakitnya. Apa Alvin mau membantu Bunda? Mira bertanya dan memegang kedua pipi Alvin. Bocah itu mendongakkan kepalanya dan menatap Mira dengan mata yang berkaca-kaca, lalu mengangguk pelan. Mira kembali memeluk Alvin, di balik dinding ruang tamu, Anisa dan Haris berdiri menyaksikan Alvin dan Mira.
"Kamu harus kuat, An."Haris berkata sembari memegang bahu Anisa. Wanita itu hanya mengangguk pelan sembari menyeka air matanya.
Keesokan paginya, ketika Alvin dan Salsa sudah berangkat ke sekolah, Anisa membulatkan tekad untuk menemui Tania, mantan pacar Haris yang kini menjadi mantan suaminya. Dengan hati berdebar, Anisa melangkah menuju kafe milik Tania. Di sana, Anisa melihat Tania sedang sibuk memberi instruksi pada beberapa karyawannya, wajahnya tampak serius dan berkonsentrasi. Kedatangan Anisa segera menarik perhatian Tania, yang lantas menghampiri dan menyapa dengan ramah.
"Hai, Anisa! Ada apa datang ke sini?" Tania tersenyum lebar, namun Anisa bisa merasakan ada sesuatu yang tersembunyi di balik senyum itu. Anisa tersenyum tipis, berusaha terlihat santai.
"Hai, Tania. Aku kebetulan lewat, jadi ingin mampir sebentar," ujarnya, sambil menatap sekeliling kafe yang cukup nyaman dan artistik ini. Lalu Anisa melanjutkan. "Kalau tidak sibuk, bolehkah aku bicara sebentar denganmu?" Tania menatap Anisa dengan ekspresi bingung, lalu melirik karyawannya yang masih menunggu instruksi lebih lanjut.
"Sebentar ya, Anisa. Biar aku selesaikan urusan ini dulu," katanya, lalu kembali fokus pada karyawan-karyawannya. Anisa mengangguk dan duduk di salah satu meja, menunggu dengan sabar. Pikirannya melayang ke berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi selama percakapan nanti. Apakah Tania masih menyimpan perasaan pada Haris? Atau justru ada rahasia lain yang belum terungkap? Hanya waktu yang akan menjawab semua pertanyaan itu. Anisa menarik napas dalam-dalam, mempersiapkan diri untuk menghadapi Tania dalam percakapan yang mungkin akan mengubah hidupnya selamanya.
Tak lama Tania datang dengan membawakan minuman untuk Anisa, dan beberapa cemilan. Anisa tersenyum dan mengucapakan terima kasih untuk hidangan yang diberikan oleh Tania.
"Ada apa Anisa?"tanya Tania kemudian ketika keduanya sudah duduk berhadapan di pojok ruangan kafe.
Anisa menarik napas dalam-dalam sebelum mengungkapkan rahasia terbesarnya pada Tania. Dengan perlahan, ia mengatakan, "Tania, aku baru saja mendapatkan hasil tes dari dokter. Aku terkena kanker paru-paru stadium 4, dan mereka bilang hidupku takkan lama lagi." Mendengar pengakuan Anisa, Tania terdiam syok.
Wajahnya memucat dan matanya membulat tak percaya. Meskipun mereka adalah saingan cinta, tetapi sebagai sesama wanita, Tania merasa terpukul mendengar nasib Anisa. Air mata Anisa jatuh begitu saja, menunjukkan rasa takut yang mendalam.
"Aku benar-benar takut, Tania. Aku belum siap untuk pergi, tetapi aku merasa tak ada harapan lagi," isaknya. Tania menghela napas panjang, kemudian dengan lembut memeluk Anisa. Ia berbicara dengan tulus.
"Anisa, aku tahu kita pernah bersaing dalam mencintai Haris. Tetapi itu bukan alasan untuk aku tidak peduli padamu. Jangan menyerah, teruslah berjuang. Aku akan mendukungmu." Dalam pelukan Tania, Anisa menangis tersedu. Meski tak ada jaminan untuk masa depannya, setidaknya Anisa merasa sedikit lebih baik dengan dukungan Tania. Kini, keduanya bukan lagi saingan cinta, melainkan dua wanita yang saling menguatkan di tengah badai kehidupan.
"Tania, kembalilah pada Mas Haris. Aku ingin kamu merawat anak-anakku,"ucap Anisa, pelukan Tania terlepas saat mendengar permintaan Anisa. Tania tak menyangka jika Anisa dapat berbicara seperti itu kepada nya.
"Apa yang kamu katakan? Itu takkan mungkin Anisa. Kamu lihat aku? Aku ini hanya seorang wanita biasa dan belum berpengalaman untuk mengurus anak-anak. Aku takkan bisa,"Tania menolak dan berdiri dari tempat duduknya. Anisa menodongkan kepalanya menatap Tania dengan penuh harap.
"Aku mohon... kamu akan terbiasa ketika kamu tinggal bersama dengan kami,"Anisa ikut berdiri dan memegang tangan Tania, berharap wanita ini mau menerima tawarannya.
"Aku tak bisa, Anisa. Maaf,"Tania melepaskan tangan Anisa yang memegang tangannya. Lalu, Tania pergi ke ruangan kerja nya dan meninggalkan Anisa.
"Jika kamu berubah pikiran datanglah menemui aku di kafe ku,"Anisa berkata dibalik pintu ruangan kerja Tania, wanita ini mendengar tapi tak menjawabnya. Hati nya berkecamuk saat mendengar permintaan Anisa yang tak masuk akal itu. Anisa malah meminta Tania untuk menggantikan posisinya sebagai seorang ibu dan istri. Hal itu, membuat Tania tak habis pikir dengan jalan pikiran Anisa.
Tania mengintip Anisa dari balik jendela, wanita itu kembali ke kafe sendiri yang ada di seberang sana.
akhirnya km akan meninggal dgn perasaan sakit hatimu ketika anak2mu yg tidak membutuhkan kamu
kurang suka dgn sosok Anisa yg menyerah sebelum berjuang
dasar bapak lucnut dpt daun muda uang sekolah anak2 di abaikan
semoga Anisa sembuh thor