Cerita ini kelanjutan dari( Cinta tuan Dokter yang posesif).
Reihan Darendra Atmaja, dokter muda yang terkenal begitu sangat ramah pada pasien namun tidak pada para bawahannya. Bawahannya mengenal ia sebagai Dokter yang arogan kecuali pada dua wanita yang begitu ia cintai yaitu Mimi dan Kakak perempuannya.
Hingga suatu hari ia dipertemukan dengan gadis barbar. Sifatnya yang arogan seakan tidak pernah ditakuti.
Yuk simak seperti apa kisah mereka!. Untuk kalian yang nunggu kelanjutannya kisah ini yuk merapat!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novi Zoviza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. balapan
Reihan pagi ini tampak sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Kediamannya tampak sepi karena kedua orangtuanya ke Singapura menjemput cucu kesayangan mereka dan berangkat tadi kemarin sore dan rencananya nanti siang Mami dan Papinya akan kembali ke Indonesia.
"Tuan muda, sarapannya sudah siap," ucap pelayan pada Reihan yang baru saja menapaki lantai dasar kediaman orangtuanya.
"Maaf Bik, saya akan sarapan diluar," jawab Reihan.
Reihan keluar dari rumah menuju garasi untuk mengambil mobil kesayangannya. Sebenarnya ini terlalu pagi untuknya pergi ke rumah sakit. Namun sebelum itu ia akan ke apartemen terlebih dahulu untuk menemui Jessi yang menginap di apartemennya.
Tidak butuh waktu lama untuknya sampai di apartemen. Pria itu langsung turun dari mobil setelah memarkirkan mobilnya di basement apartemen. Ia memasuki lift yang akan membawanya ke lantai 10 dimana unit apartemennya berada.
Reihan menekan bel apartemennya sembari melirik jam tangannya. Ia bisa saja langsung masuk tapi rasanya tidak sopan karena di dalam sana ada seorang gadis. Reihan mengerutkan keningnya setelah menunggu beberapa menit namun pintu tidak kunjung terbuka. Ia kembali menekan bel namun lagi lagi pintu tidak kunjung terbuka. Tidak mungkin rasanya Jessi belum bangun karena waktu sudah menunjukkan jam 07:05 pagi.
Reihan memutuskan untuk langsung masuk dan menekan beberapa tombol untuk membuka pintu apartemen. Dan saat pintu terbuka pria itu mengerutkan keningnya karena apartemennya terlihat sepi dan tidak ada tanda-tanda kehidupan. Apakah Jessi sudah pergi tapi ini sangat terlalu pagi jika gadis itu berangkat kerja.
Reihan menggulung lengan bajunya hingga siku lalu melangkah menuju dapur. Ia akan membuat sarapan untuknya sendiri. Reihan mengambil roti tawar di kulkas beserta selainya. Ia memang tidak makan makanan berat di pagi hari makanya ia selalu menyediakan roti.
"Oke... nanti malam aku ikut, siapkan motor untukku," terdengar suara Jessi tengah menghubungi seseorang datang dari luar.
Reihan mempertajam pendengarannya, sepertinya gadis itu sedang menghubungi seseorang dan membuat janji. Tapi apa maksud Jessi mengatakan untuk dipersiapkan motor, motor apa?.
Reihan berusaha untuk tidak peduli dengan urusan Jessi. Karena juga bukan sifatnya juga yang kepo dengan urusan orang lain. Ia fokus mengolesi selai kacang pada rotinya lalu memanggangnya. Sementara menunggu rotinya, ia menuangkan susu ke dalam gelas.
"Dokter Reihan," seru Jessi yang tampak terkejut dengan kehadiran Reihan di dapur apartemen. Ia baru saja dari luar membeli sarapan, ia merasa tidak enak jika memasak disini karena statusnya disini.hanya menumpang tinggal. Ia berencana untuk ikutan balap nanti malam dan uangnya akan ia pergunakan untuk membayar kontrakan nantinya untuk ia tinggali sementara waktu.
Reihan tidak bergeming, pria itu fokus pada rotinya yang sedang dipanggang. Ia melirik jam tangannya lalu memindahkan rotinya keatas piring. Pria itu duduk di kursi meja makan dan memakan rotinya.
Sementara itu Jessi tampak menghembuskan nafasnya, ia mengambil piring lalu menyalin bubur ayam yang ia beli dan ikut makan di meja yang sama. Keduanya duduk saling berhadapan dan hanya ditemani kesunyian. Reihan memang tidak suka berbicara saat makan.
Jessi merasa begitu canggung namun ia berusaha untuk bersikap biasa saja. Meski begitu ia tetap tidak nyaman apalagi Reihan yang berekspresi datar seperti sekarang ini. Rasanya ia ingin pergi saja dari sana tapi perutnya terasa lapar dan harus diisi.
"Nanti malam bisa ikut saya untuk menghadiri pesta teman Papi?," tanya Reihan pada Jessi yang sibuk dengan pikirannya. Ia baru saja mendapatkan pesan dari Papinya memintanya untuk menggantikannya menghadiri pesta ulangtahun perusahaan dari Daddy-nya Aska. Kepulangan Daddy-nya diundur karena Maminya ingin berlibur selama dua hari di sana.
"Maaf Dok, saya tidak bisa karena ada acara," jawab Jessi. Tidak mungkin ia membatalkan rencananya dengan Alfan nanti malam. Ia membutuhkan uang untuk bertahan hidup selanjutnya.
Reihan teringat akan percakapan Jessi ditelepon tadi tadi dengan seseorang."Apakah acaramu itu sangat penting?," tanya Reihan melirik Jessi sekilas yang duduk dihadapannya.
"Ya...," jawab Jessi. Tentu saja balap motor nanti malam begitu sangat penting untuknya dari apapun karena ia membutuhkan uang.
"Baiklah," jawab Reihan. Sebenarnya ia malas untuk datang tapi ia juga segan pada Uncle Geovano yang katanya dulunya orang kepercayaan Uncle Faris, suami Aunty nya dan ditambah lagi ia dan Aska cukup dekat. Ia juga tidak bisa memaksa Jessi untuk ikut menemaninya malam ini.
***
Malam menjelang, Jessi baru saja datang di tempat dimana balap motor akan diadakan. Kedatangannya sudah ditunggu oleh Alfan, temannya satu sekolah dulu. Ia terpaksa kembali ikut balap motor demi mendapatkan uang yang cukup fantastis jika ia memenangkan perlombaan ini.
"Selamat datang Jessi, aku pikir kamu tidak datang. Lawanmu kali ini sedikit sulit," ucap Alfan menepuk pelan pundak Jessi sembari melirik pada lawan mereka yang berada di seberang jalan.
"Aku akan berusaha untuk memenangkan perlombaan ini, tenang saja Al," jawab Jessi.
"Dia anak konglomerat di kota ini. Dan dia juga yang memberikan uang taruhan yang cukup fantastis itu," bisik Alfan menatap penuh permusuhan pada lawan mereka.
Jessi mengangkat sebelah alisnya lalu melirik pada pria yang wajahnya kini ditutupi helm itu dengan raut wajah tenangnya. Ia yakin jika malam ini akan memenangkan perlombaan. Rute yang akan mereka melewati adalah rute yang biasa ia taklukkan dulunya.
Sementara itu di sebuah hotel, Reihan baru saja turun dari mobilnya. Ia terpaksa menghadiri pesta ulangtahun perusahaan milik Daddy-nya Aska menggantikan Papinya yang kini masih berada di Singapura.
"Wah benarkah ini Reihan?," ledek Aska menyambut kedatangan Reihan. Ia tahu Reihan paling anti dengan yang namanya pesta dan hampir tidak pernah datang ke pesta.
Reihan tidak bergeming, pria itu memilih untuk diam saja tanpa menyahut ledekan Aska. Pria itu mengerutkan keningnya saat melihat Kakak sepupunya, Zain tiba-tiba saja terlihat berdecak kesal.
"Ada apa Kak?," tanya Aiden pada Zain yang kini duduk berdampingan dengan sang kekasih.
"Zidan ikut balapan liar," jawab Zain. Ia baru saja mendapatkan pesan dari orang kepercayaannya yang ia minta untuk menjaga adiknya.
"Bukannya motornya sudah di sita sama Om Kai?," tanya Aska. Bukan sekali dua kali Zidan ikut balapan liar, entah berapa kali Kaisan menyita motor Zidan tapi pria itu tetap saja bisa ikut balapan liar.
"Aku tidak tahu dari mana dia mendapatkan motor untuk ikut balapan," jawab Zain dengan raut wajah terlihat kesal. Adiknya itu benar-benar tidak bisa di atur.
"Beku kan ATM nya maka Zidan tidak akan bisa lagi ikutan balap lagi," ucap Reihan membuka suara.
"Rei benar, Kak," timpal Aiden.
"Sebentar aku mau lokasi balapan dulu," ucap Zain berdiri dari duduknya.
"Kamu bisa meminta orangmu untuk menyeret Zidan dari sana Kak,"ucap Reihan. Adik sepupunya itu benar benar sang pembuat onar.
"Ya baiklah," angguk Zain kembali duduk.
...----------------...