NovelToon NovelToon
Moonlight After Sunset: Black Magic

Moonlight After Sunset: Black Magic

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Balas Dendam / Epik Petualangan / Akademi Sihir
Popularitas:224
Nilai: 5
Nama Author: Riana Syarif

Buku kedua dari Moonlight After Sunset, bercerita tentang Senja, seorang gadis yang terlilit takdir membingungkan. Untuk mengetahui rahasia takdir yang mengikatnya, Senja harus membuang identitas lamanya sebagai Bulan dan mulai menjalani petualangan baru di hidupnya sebagai putri utama Duke Ari. Dalam series ini, Senja aka Bulan akan berpetualang melawan sihir hitam sembari mencari tahu identitas aslinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riana Syarif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sandiwara II

"Tidak ada tempat sembunyi paling aman di dunia ini, kecuali diri sendiri."

****

Senja yang mencoba untuk mencari jalan keluar hanya menemukan kekosongan. Tempat ini seperti isolasi yang mengurung siapa pun di dalamnya. Senja hanya bisa menghela napas panjang saat jalan yang ia tempuh selalu kembali lagi ke titik awal.

"Nona, maaf. Saya tidak bisa melakukan link dengan yang lain."

Ristia tampak bingung saat jaringan komunikasi miliknya terputus tiap kali hendak melakukan link. Ia juga tidak tahu apa penyebabnya, tapi yang pasti saat ini seluruh komunikasi dari dunia luar tidak bisa di jangkau.

Wajah Senja terlihat kaku, napasnya naik-turun seperti rollercoaster. Tubuhnya beku dan pandangannya pun mulai menghitam.

"Sial," maki Senja saat keseimbangannya mulai goyah. Ia mencoba untuk tetap tenang meski saat ini tubuhnya sedang tidak stabil.

Senja berjalan kembali menuju jembatan. Bukan untuk kabur, melainkan untuk istirahat di bawah tumpukan bunga Lily. Senja lalu duduk dengan posisi teratai di sana. Ia kemudian menarik napas panjang dan mengeluarkannya dengan perlahan.

Jelas Senja tahu dalam kondisi seperti ini, ketenangan sangatlah penting. Senja mencoba untuk mendapatkan kembali rasionalitasnya. Ia memulainya dengan menyusun rangkaian penting di dalam jaringan saraf pusat. Memfokuskan pikirannya pada satu titik untuk menemukan jalan keluar yang tepat.

"Aku tahu dengan jelas, bahwa saat itu jarak kami dengan Plaza sangat dekat. Tidak mungkin dalam jarak sedekat itu, aku bisa berada di tempat sejauh ini."

Senja kembali mengenang kejadian beberapa saat yang lalu. Ia sangat yakin jika tempat ini adalah ilusi yang dibuat oleh si pelaku, dan cara terbaik untuk keluar dari sini adalah, mencari titik terlemah dari dunia imajiner yang dibuat.

Dunia imajiner adalah dunia imajinasi yang dibuat untuk menjebak seseorang di dalamnya. Mereka yang terjebak akan merasa seperti berada di surga namun pada kenyataannya hanya pikiran mereka saja yang berada di sana namun tubuh mereka masih berada di dunia nyata.

"Lalu, dimana tubuh asliku?" tanya Senja dengan alis yang berkerut kencang.

"Tidak mungkin...!!?"

Senja lalu membuka matanya, ia kemudian memegangi tangannya yang sebelumnya terbakar.

Cukup aneh saat Senja sama sekali tidak melihat luka bakar di sekitar area tangannya tersebut. Ia awalnya merasa sakit namun anehnya, tangannya terlihat baik-baik saja. Tangan itu terlihat seperti tidak pernah mengalami luka bakar atau apapun itu.

Setiap ruas kulit terlihat normal, tidak ada kerusakan atau pun goresan. Padahal Senja yakin saat itu tangannya terbakar dan jika memang tangannya tidak pernah mengalami kebakaran, lalu dimana garis merah itu berada?

Garis merah yang di ciptakan pelaku saat menggenggam erat pergelangan tangan Senja sebelum ia berakhir di dunia imajiner ini.

"Aku harus segera menemukan tubuh asliku."

Senja sangat yakin bila saat ini tubuh aslinya tengah berada di tempat lain. Sehingga, sulit baginya untuk menemukan jalan keluar dengan kondisi jiwa seperti ini. Senja harus kembali ke tubuh aslinya, barulah ia bisa keluar dari dunia ini.

****

"Kapten, apa yang harus kita lakukan dengannya?"

Pria misterius itu bertanya pada pemimpinnya saat ia baru saja keluar dari sebuah ruangan.

"Lakukan sesuka mu," jawab pria yang di panggil pemimpin itu.

"Kapten, tapi...!"

Perkataan pria misterius itu terhenti saat tuannya meninggalkan ruangan dengan tergesa-gesa.

"Ada apa dengan Kapten saat ini?" tanya pria misterius itu pada temannya.

"Entahlah, tapi aku sarankan padamu, sebaiknya kau menjauh dari Kapten sejauh mungkin untuk saat ini."

Pria misterius itu hanya bisa menghela napas panjang. Ia tidak tahu kenapa Kaptennya bisa bersikap seperti itu, bukankah ia sudah menyelesaikan misi sesuai arahan, ataukah ada hal lain yang ia lewatkan saat itu.

"Aku apakan dia ya?" gumam pria misterius saat mengintip Dian yang masih tertidur di pundaknya.

"Serahkan pada ku."

Salah satu rekan pria misterius itu menawarkan dirinya dengan suka rela. Ia dengan sigap mengambil Dian dari pelukan si pria misterius dan membawanya pergi dari ruangan tersebut.

Pria itu kemudian membawa Dian ke salah satu kamar yang letaknya tidak jauh dari ruangan sebelumnya. Ia lalu menidurkan Dian di atas kasur dan membuka ikatan yang mengikat tangan dan kaki nya.

Setelah semua ikatan terbuka, ia lalu menarik selimut dan menyelimuti Dian. Sebelum itu, ia juga membersihkan pakaian Dian serta rambutnya yang terlihat kotor.

"Lebih baik seperti ini," gumam pria itu sambil menyisir rambut Dian dengan lembut. Ia juga membersihkan noda tanah pada wajah Dian sebelum akhirnya memasang perisai agar Dian tidak kabur saat ia terbangun nanti.

"Aku akan siapkan makanan untuk mu, aku harap kau tidak akan marah seperti dulu lagi."

Pria itu lalu pergi meninggalkan Dian. Ia kemudian berjalan menuju dapur dan mulai menyiapkan makanan.

Rekan kerjanya yang lain hanya menatap bingung dengan perilaku si pria yang tiba-tiba saja mulai memasak setelah keluar dari kamar. Selain itu, Kapten mereka juga terlihat kaku saat hendak memasuki kamar lainnya.

Mereka tampak bingung sekaligus tidak peduli. Banyak dari mereka langsung pergi meninggalkan tempat itu. Mereka lebih memilih untuk berjaga di luar dari pada harus melihat hal aneh yang sama sekali belum pernah mereka lihat dari kedua orang tersebut.

****

Senja yang masih mencari jejak tubuhnya mulai terlihat lelah. Ia sama sekali tidak menemukan apapun selain kekosongan. Senja yang mulai tenang kini menjadi panik kembali. Ia takut jika saat ini tubuhnya sedang di kupas atau lebih parahnya lagi sedang di hancurkan.

"Ini tidak boleh terjadi," lirih Senja mencoba untuk kembali fokus.

"Aku harus tenang, dan fokus. Tenang dan fokus."

Senja terus saja bergumam tentang tenang dan fokus. Ia berharap dengan dua kondisi tersebut, Senja bisa keluar dari situasi ini.

Perlahan angin musim semi menyapa Senja. Ia merasakan udara hangat yang menyentuh wajahnya saat itu. Senja mulai merasa tenang, tubuhnya mulai rileks dan napasnya mulai teratur kembali.

Tubuh Senja yang semula tegang, kini menjadi lebih santai. Ia tidak tahu mengapa tapi angin yang menyentuhnya terasa begitu hangat dan nyata. Aliran darah di tubuhnya mulai menghangat dan senyuman mulai muncul dari bibirnya.

Senja yang terhanyut oleh perasaan itu mulai merasa damai. Ia lantas mencari asal dari angin yang sedang menghangatkan tubuhnya ini. Entah mengapa, beban yang ia rasa selama ini menghilang dengan mudah. Tubuhnya terasa ringan seperti bulu merak yang baru saja jatuh dari pemiliknya.

"Aku harus mengikuti angin ini," gumam Senja saat membuka matanya kembali.

Anehnya, apa yang dilihat Senja kali ini berbeda. Ia tidak melihat hutan bambu dan taman bunga Lily, yang ia lihat saat ini adalah hamparan laut yang luas dengan sinar mentari yang hangat.

Seperti musim semi yang baru saja tiba, seperti itulah pemandangan yang ada di hadapannya. Hamparan air laut yang membentang indah, serta hembusan angin yang begitu damai.

"Surga, inikah surga?" tanya Senja saat kakinya menyentuh air laut. Rasanya hangat dan damai, dan baru kali ini Senja merasakan perasaan hangat di dunia yang bruntal ini.

Dunia yang hanya memandang uang dan kekuatan. Dunia yang sama sekali tidak peduli dengan keluarga ataupun cinta. Dunia yang telah membawanya ke tempat yang sama sekali tidak ia kenal.

"Hah."

Senja hanya tersenyum secara internal saat ia mengingat kembali dunianya saat ini. Ia harus berjuang keras dalam menghadapi sikap keluarganya yang kasar, ia juga harus berhadapan dengan musuh yang kejam.

Apalagi, ia harus menghadapi kenyataan bahwa hidup manusia disini sama seperti hewan. Mereka harus bekerja keras untuk hidup jika mereka akan menjadi budak saat mereka tidak bisa melawan balik.

"Sungguh dunia yang ironis."

Senja lalu pergi mengikuti jalan yang telah terbentuk di sana. Jalan itu mengarahkan Senja pada Padang rumput yang luas. Berbeda dengan air laut yang hangat, Padang rumput ini tampak begitu tenang dan lembut.

Aliran udara yang mengalir di sekitarnya begitu bersih, seperti tidak pernah ada polusi di sana. Padang rumput ini juga terlihat sangat asri seperti tidak pernah di jamak oleh siapapun. Bahkan aroma alamnya bisa dirasakan dengan indera pengecap.

"Tempat ini membuat jantung ku kembali sehat."

Senja melanjutkan kembali perjalanannya. Kali ini yang ia lihat adalah sebuah pintu. Pintu yang tidak terlalu besar dan tidak pula kecil. Pintu itu sesuai dengan ukuran tubuh Senja yang mungil.

"Apa ini?"

Anehnya, pintu ini tidak memiliki gagang pegangan untuk membuka pintunya. Pintu itu hanyalah sebuah pintu biasa yang berwarna coklat muda dengan hiasan abstrak yang membingungkan.

Tidak ada yang istimewa dari pintu ini, tidak seperti dua pemandangan yang sebelumnya. Pintu ini tampak tua dan rapuh apabila Senja dengan sengaja memberi tekanan pada pintu tersebut maka ia akan mudah rusak.

"Tidak ada slot kunci atau pun gagang pegangan disini," lirih Senja saat melihat bagian yang hilang dari pintu tersebut.

"Aku rasa pintu ini mudah hancur jika aku mendobraknya dengan keras," lanjut Senja saat hendak mengepalkan tangannya.

Senja berpikir untuk membuka pintu itu, tapi ia mencoba untuk tidak menghancurkannya. Pada saat ia hendak meluncurkan serangan pada pintu tersebut, entah mengapa pintu itu terbuka dan Senja masuk ke dalamnya dengan terjatuh.

Senja berusaha untuk berdiri, ia mencoba untuk melihat isi dari balik pintu tersebut seperti apa. Namun apa yang ia harapkan ternyata tidak terjadi. Isi dari balik pintu itu hanyalah ruangan kosong yang sama sekali tidak ada apapun, hanya ada hamparan putih dari ujung ke ujung.

"Tempat ini sangat aneh," gumam Senja saat ia mulai menjelajahi area tersebut. Dan lebih anehnya lagi bahwa pintu yang ingin ia hancurkan tadi menghilang entah kemana.

Senja berpikir mungkin saja ia masih berada dalam dunia imajiner yang dibuat oleh si Dian palsu itu. Atau mungkin saja ini adalah trik yang di lakukan oleh si penipu itu untuk menguji kekuatan Senja.

Terserah apa pun itu, yang pasti Senja sangat tidak suka apa yang ia lakukan padanya. Anehnya, bukannya merasa marah Senja malah merasa damai berada di tempat tersebut. Hal ini berbeda dari tempat sebelumnya ia berada. Di sini terasa begitu nyaman dan damai, seperti berada di rumah sendiri.

Senja tidak tahu bahwa saat ini ia sedang berada di dalam pikirannya sendiri. Angin musim semi yang membawanya adalah aliran mana yang berada di tubuh Senja. Aliran itu mulai kacau karena Senja menggunakan kekuatannya secara berlebihan, sehingga beban yang ia rasa begitu berat.

Entah siapa yang melakukannya, yang pasti saat ini tubuh Senja sedang diobati dan dihilangkan racunnya. Dengan kata lain, tubuh Senja saat ini sedang didetoktasikan, agar seluruh racunnya menghilang.

Aliran mana yang sebelumnya berantakan, kini mulai tersusun kembali dan pikirannya yang sebelumnya kacau, kini mulai jernih. Akhirnya, Senja benar-benar kembali seperti semula. Tubuhnya mulai kembali nyaman dan napasnya mulai kembali normal.

Saat sebuah sentuhan hangat mulai dirasa oleh Senja, ia merasa bahwa dirinya saat ini sudah benar-benar pulih dan siap untuk kembali ke dunia nyata. Dengan tarikan napas yang dalam, Senja mulai mengembalikan kesadarannya.

Ia mulai membuka matanya kembali, dan perlahan cahaya terang mulai memasuki retina matanya. Senja mengedipkan beberapa kali kelopak matanya untuk membiasakan diri dengan cahaya tersebut.

Ketika ia mulai terbiasa, cahaya itupun berlahan berubah menjadi berbagai warna yang menarik. Senja sekali lagi bisa melihat apa yang ada di hadapannya tersebut. Bukan hamparan laut yang luas ataupun Padang rumput yang asri, melainkan wajah seorang pria yang ia kenal.

"Lucas!" lirih Senja saat melihat senyum hangat pria itu.

"Syukurlah, wanita ku sudah sadar," balas Lucas sambil mencium helaian rambut Senja. Ia tampak senang dengan Senja yang sudah sadar kembali.

"Mine," bisik Lucas tepat di telinga Senja yang memerah.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!