"Dia bukan adik kandungmu, Raja. Bukan... hiks... hiks..."
17 tahun lamanya, Raja menyayangi dan menjaga Rani melebihi dirinya. Namun ternyata, gadis yang sangat dia cintai itu bukan adik kandungnya.
Namun, ketika Rani pergi Raja bahkan merasa separuh hidupnya juga pergi. Raja pikir, dia telah jatuh cinta pada Rani. Bukan sebagai seorang kakak..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2. Dua Kehidupan Berbeda
Dengan mata berkaca-kaca, tangan Murni yang masih gemetaran mengarah ke arah bayi yang baru beberapa waktu lalu dia lahirkan.
"Maafkan ibu ya nak, ibu melakukan semua ini untukmu. Ibu tidak bisa memberimu kebahagiaan, tidak akan bisa nak! Setidaknya meski hanya sebentar, kamu harusnya bisa merasakan kebahagiaan yang selama ini ibu tidak pernah bisa rasakan dan berikan"
Entah bagaimana dia bisa berpikir seperti itu. Tapi yang saat ini dia lakukan, dia memindahkan bayi yang ada di keranjang bayi dengan tulisan namanya, ke sebelahnya.
Dan bayi yang ada di keranjang bayi dengan nama Retno dan Jacky, dia pindahkan ke keranjang bayi yang tadinya milik putrinya.
Sambil menatap bayi yang merupakan anak dari Retno dan Jacky itu. Air mata Murni mengalir.
"Maafkan aku nak! aku janji, aku akan mengembalikan apa yang menjadi hakmu. Bagaimanapun, kamu adalah anak mereka. Kamu pasti kembali pada mereka. Tapi, biarkan anakku bahagia sebentar ya nak. Aku juga akan merawatmu dengan baik. Aku janji" kata Murni lalu perlahan meninggalkan keduanya dan kembali ke ruangannya.
Tak lama setelah itu Asih kembali. Dia tertegun sejenak.
"Eh, tadi kain bedong anak Bu Retno warna pink atau kuning ya? tadi kayaknya pink, eh... tapi pink apa kuning ya. Halah, aku mikir apa sih? pasti karena dari semalam gak tidur. Ini kan jelas ada namanya" kata Asih bergumam.
Asih pun membawa bayi yang merupakan anak kandung Murni, ke ruangan Bu Retno. Karena memang Murni sudah menukar bayi itu.
"Adik!" teriak Raja yang terlihat sangat bahagia. Anak manis dan tampan itu melompat-lompat senang sekali.
"Ayah, mau lihat adik. Mau cium boleh?" tanya Raja yang sangat excited.
Jacky meraih bayi itu dari Asih.
"Halo sayang, anak ayah!"
"Ayah" panggil Raja lagi.
Jacky tersenyum bahagia sekali.
"Sayang, lihat itu! kakakmu sangat ingin melihatmu. Baiklah, lihat dengan baik ya nak. Ini adalah adikmu" kata Jacky yang berjongkok, supaya Raja bisa melihat adiknya.
Raja menyentuh lembut pipi adik kecilnya.
"Oek...Oek..."
Raja segera menepuk-nepuk bagian paha bayi mungil itu perlahan.
"Maaf adik, kakak tidak sengaja. Kakak tidak akan membuat adik menangis lagi"
Retno yang melihat dan mendengar apa yang dikatakan dan dilakukan putra sulungnya tersenyum senang. Rasanya, mereka pasti akan menjadi sangat akur dan saling menyayangi ke depannya.
"Adik, Adik Rani"
Jacky tertegun, Retno juga sempat terkejut.
"Kamu panggil apa adiknya, nak?" tanya Retno pada Raja.
Raja tersenyum dan melihat ke arah ibunya.
"Adik Rani, Bu" katanya polos.
Raja lalu menepuk dadanya sendiri dan berkata.
"Aku Raja, dan ini Rani" katanya sambil menyentuh bagian dada bayi mungil di pelukan ayahnya itu.
Jacky tampak terharu, begitu pula dengan Retno.
"Rani, nama yang bagus nak. Mulai sekarang kamu bisa panggil dia Rani, adik Rani. Rani Zulkarnain. Seperti Raja Zulkarnain juga" kata Jacky yang pada akhirnya menyetujui nama yang di berikan Raja pada adiknya itu.
Dari jauh, dari celah pintu. Air mata Murni mengalir.
'Rani, maafkan ibu nak' lirihnya.
5 tahun berlalu....
Hari ini adalah tepat 5 tahun kelahiran Rani. Dokter Jacky dan istrinya mengundang semua warga desa untuk menghadiri pesta ulang tahun Rani yang ke-5.
Tak terkecuali, mereka mengundang semua orang karena memang setiap tahunnya juga begitu.
Di gubuk kecil Murni, wanita yang saat ini berusia 30 tahun itu juga telah menguncir dua rambut anaknya. Lebih tepatnya anak yang dia tukar di klinik desa lima tahun lalu. Anak yang harusnya hari ini ulang tahunnya dirayakan oleh Jacky dan Retno.
"Sakit Bu!" kata Hani.
Ya, anak itu diberi nama oleh Murni, dengan nama Hani.
"Maaf nak, ibu akan pelan-pelan" katanya yang lebih mengendurkan ikatan di rambut anaknya itu.
Ikatan yang hanya diikat dengan karet gelang bekas yang dia dapatkan dari bungkus cabai di warung.
"Baju ini kekecilan Bu!" kata Hani yang merasa tidak nyaman dengan dress anak, pemberian ibu kepala desa beberapa tahun yang lalu.
Murni menghela nafasnya berat.
"Maaf ya nak, tapi hanya baju itu yang paling bagus. Nanti kalau hasil panen tehnya bagus, ibu pasti dapat upah lumayan. Nanti ibu belikan baju baru untuk Hani ya" kata Murni.
Hani mengangguk senang.
"Janji ya Bu"
"Iya nak"
Dari luar, tampak tetangga Murni memanggilnya.
"Murni, Hani, ayo. Ini sudah siang, nanti kita kehabisan kuenya" kata tetangga Murni yang sudah menggandeng anak laki-lakinya.
"Iya Bu Tejo"
Mereka berangkat menuju rumah dokter Jacky dan Retno.
Murni tersenyum bahagia, melihat anaknya tumbuh dengan sangat baik di tangan Bu Retno dan pak Jacky. Anak sulung mereka juga tampak sangat sayang pada Rani.
Sementara Hani, anak itu terlihat sedih sekali. Dia terus memandang ke arah baju yang di pakai Rani.
'Bajunya bagus sekali. Kalau saja aku punya orang tua kaya seperti pak dokter dan bu dokter. Aku pasti bisa pakai baju bagus kayak gitu'
Rani yang melihat kehadiran Murni segera berlari ke arah wanita itu.
"Bibi Uni, Hani. Ayo makan kue" ajak Rani dengan sangat bersemangat.
Murni hampir menangis. Setiap kali dia bertemu dengan Rani, anak itu selalu berlari kearahnya. Selalu menghampirinya duluan.
"Selamat ulang tahun Rani" kata Murni yang sudah hampir tak bisa menahan air matanya.
"Eh, Murni, Hani. Hari ini juga ulang tahun Hani kan? Sini, kita tiup lilin bersama" ajak Retno yang memang tahu, kalau kedua anak itu lahir di hari yang sama.
Hani sangat senang, dia bahkan meniup lilin itu terlebih dahulu di bandingkan dengan Rani. Tapi Rani tidak marah, dia malah tertawa senang.
Setiap tahunnya selalu seperti itu.
"Hani, pakaian ini..." Jacky menjeda ucapannya, entah kenapa dia merasa sangat kasihan melihat Hani mengenakan pakaian yang kekecilan.
"Hani tak punya baju lain pak dokter"
Hati Jacky terasa terenyuh, rasanya sangat sakit mendengar itu.
Jacky lalu bicara dengan Retno. Dan akhirnya Retno membawakan banyak sekali pakaian baik itu bekas pakai Rani atau yang masih baru untuk Hani.
"Bu dokter, tidak usah!" kata Murni yang segan.
"Jangan di tolak ya Murni. Lemari pakaian Rani sangat penuh. Sudah tidak muat. Tolong di terima ya" kata Retno.
"Terimakasih banyak Bu dokter"
Sementara itu, melihat Rani dan Raja bermain. Hani menghampiri mereka.
"Kak Raja, boleh aku ikut main?" tanya Hani.
"Tanya pada Rani" kata Raja.
Hani menoleh ke arah Rani. Dan sebelum Hani bertanya. Rani sudah menggandeng tangan Hani.
"Tentu saja, ayo!" ajaknya dengan senang hati.
Murni melihat itu, ketiganya bermain dengan sangat senang.
Tadinya, dia berniat mengatakan kebenarannya. Tapi.... melihat anaknya begitu bahagia, dia berkata dalam hati.
'Biarkan saja dulu, satu atau dua tahun lagi saja, hanya satu dua tahun lagi'
Hatinya sebagai seorang ibu mulai sangat egois. Tanpa dia sadari, dia bahkan telah menjauhkan dirinya dari anak kandungnya.
***
Bersambung...