Andah, adalah mahasiswi yang bekerja menjadi penari striptis. Meskipun ia bekerja di hingar bingar dan liarnya malam, tetapi dia selalu menjaga kesucian diri.
Sepulang bekerja sebagai penari striptis.Andah menemukan seorang pria tergeletak bersimbah darah.
Andah pun mengantarkannya ke rumah sakit, dan memaksa Andah meminjam uang yang banyak kepada mucikari tempat dia menari.
Suatu kesalahpahaman membuat Andah terpaksa menikah dengan Ojan (pria amnesia yang ditemukannya) membawa drama indah yang terus membuat hubungan mereka jadi semakin rumit.
Bagaimana kisahnya selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CovieVy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Flu
Di rumahnya, Andah kembali menyiapkan makanan untuk keluarga. Sepulang dari kampus tadi, Ojan kembali ke tempat dia bekerja.
Sebelum mereka berpisah, Andah meminta suaminya untuk fokus bekerja. "Kalau kamu kerja, jangan lirik-lirik siapa pun ya? Awas lho, kalau kamu ketahuan selingkuh."
"Selingkuh?" tanya Ojan kembali.
"Iya, selingkuh. Selingkuh itu, artinya kamu melirik wanita lain di saat aku tidak ada."
Ojan menggelengkan kepalanya. "Ojan tidak lirik-lirik dan lihat yang lain kok. Ojan kan hanya sayang sama Andah. Andah kan istri Ojan."
Andah merasa gemas melihat ekspresinya memberi alasan. Hingga membuatnya mencubit kedua pipi Ojan.
Di dapur, Andah terkekeh sendiri saat mengingat kejadian akhir-akhir ini bersama suami yang tidak diketahui berapa umurnya, tetapi berlaku layaknya anak sepuluh tahun. Dengan setengah bernyanyi dan hati riang ia kembali melanjutkan pekerjaan.
"Kenapa ini? Apa terjadi sesuatu?" Inggrid muncul sembari meninggikan dagu, melirik Andah, menyandarkan pintu yang menghubungkan dapur dengan ruang makan.
"Bukan urusanmu." Raut Andah yang tadinya ceria berubah datar dengan seketika.
Inggrid mengernyitkan bibirnya bergetar geram melihat tingkah laku sang anak tiri. "Dasar, anak kurang ajar."
"Kalau Ibu tidak kurang ajar, aku juga tidak akan kurang ajar!" Andah tidak melirik orang yang berbicara dengannya sama sekali. Andah masih sibuk dengan kegiatannya di dapur.
"Jika tidak bisa membantu, lebih baik Ibu pergi."
Inggrid mengernyit, menautkan gigi-gigi putih, dan kening berkerut. Tak lama kemudia, terdengar suara yang keluar dari hidungnya, beranjak meninggalkan Andah sendirian.
Andah menyunggingkan senyuman tipis melirik kepergian ibu tirinya, tetapi tangannya masih cekatan dalam mengerjakan semuanya.
Saat Ojan pulang, Andah menyambutnya dengan penuh cinta. Namun, Inggrid memasang muka julid melihat Andah yang berlaku sangat berbeda kepada Ojan. Andah terlihat sangat keibuan saat bersama Ojan.
"Giliran sama lakinya, sok dewasa." rutuk Inggrid melihat dari pintu kamarnya.
Andah mengabaikan Inggrid dan merangkul lengan Ojan yang terus berceloteh tentang pengalamannya bekerja tadi.
"Bajumu udah basah, mandi dulu yah?! Setelah itu, kita akan makan malam bersama." titah Andah.
Ojan mengangguk patuh mengambil handuk. Dia berlari kecil menuju kamar mandi karena telah kedinginan oleh pakaiannya yang basah.
Tak beberapa lama kemudian, Andah dan yang lain telah duduk bersama di depan meja makan. Ojan sedang sibuk memijit-mijit Yanto, ayah mertuanya dengan semangat.
"Ayah, tadi Ojan nyuci mobionya sambil main air."
"Oh, karena itu pakaian kamu bisa jadi sebasah itu?" sela Andah lagi.
"Soalnya pas nembakin airnya kekecengan kan, eeh malah kena baju Ojan. Jadinya sekalian main air."
"Haatciimm."
Ojan bersin dan hidungnya terlihat mengeluarkan cairan bening.
"Ya aampuun, kamu sampai flue?" Andah memeriksa kening Ojan.
"Wah, masa main saja udah membuatmu masuk angin seperti ini?"
Andah segera mengambilkan makanan ke piring suaminya. Ketika hendak mengambil lauk, ternyata sendok Andah dan Inggrid bertabrakan. Inggrid tidak mau kalah, memilih untuk mengambil duluan.
Andah membiarkannya dan hanya menggelengkan kepala melihat tingkah ibu tirinya yang ikut bergabung duduk bersama di meja makan.
Setelah dirasa cukup, Andah menyerahkan piring itu kepada Ojan yang memijit-mijit lengan ayahnya. "Hati-hati, kamu lagi flue. Nanti ayah ikutan flue jika terlalu dekat denganmu."
Ojan menghentikan aktivitas memijit dan memasang wajah cemberut. "Padahal Ojan suka bercerita sama ayah."
"Iya, nanti kalau flu kamu udah bener-bener sembuh. Habis makan, nanti minum obat ya?"
Ojan menganggukkan kepala mulai menikmati makan malamnya. Andah menyuapkan ayahnya terlebih dahulu dengan makanan yang bertekstur lebih lembut.
Setelah ayahnya memberi kode kenyang, giliran dia yang menyantap menu buatannya sendiri. Dia melirik sang suami belum menghabiskan makanannya. Tidak biasanya Ojan makan sepelan ini.
"Kenapa makanannya belum habis? Makanannya nggak enak ya?"
Ojan menegakkan kepalanya. "Bukan, masakan buatan Andah adalah yang paling enak di dunia." Ojan kembali menyuapi makanan masuk ke dalam mulutnya meskipun makanan dikunyah dengan sangat lamban.
"Apa karena kamu mulai demam kali ya? Paksain aja makannya ya? Biar setelah ini, kamu minum obat flue."
"Hatciiiim." Ojan kembali bersin. Sebagian makanan yang ada di mulutnya menyembur mengenai Ingrrid yang tepat berhadapan dengannya.
"Bocah ini?" Inggrid mengusap wajahnya yang terkena makanan hasil tembakan maut dari mulut Ojan yang bersin.
Tubuh Andah bergetar karena menahan tawa melihat kejadian ini. Andah mengusap kepala Ojan sambil menyuapi makanan ke mulutnya sendiri.
Ternyata hidung Ojan telah mengeluarkan air bening yang encer. Tanpa pikir panjang Ojan mengusapnya dengan lengan kaus oblong yang dia pakai.
"Ih, jangan pakai itu! Jorok tau nggak?" Andah menarik tisu yang ada di atas meja.
Setelah itu mengusap cairan pada hidung Ojan. "Minum obatnya sekarang aja." Andah menuju lemari tempat menyimpan peralatan kesehatan.
Andah mencari obat yang bisa menurunkan panas lalu mengeluarkannya dari dalam strip obat, menyerahkannya kepada Ojan.
Ojan terlihat sedikit enggan meminumnya. Andah membesarkan mata dan memaksa sang suami berlaga imut itu meminum obat tersebut.
"Nah, pinter." Andah mengusap kepala Ojan. "Nah, kamu istirahat aja duluan. Aku mau membereskan semuanya dan mengantarkan ayah ke dalam kamar."
Ojan menganggukkan kepala bergerak menuju kamarnya. Dia langsung merebahkan diri ke atas ranjang memasang selimut dan tidur dalam hitungan menit.
Saat Andah telah berada di dalam kamarnya, dia tersenyum menemukan Ojan telah lelap dalam tidurnya. Andah kembali memeriksa kening sang suami.
"Masih hangat."
Andah mulai menggigit jari. Dia berpikir bagaimana pun juga ia harus bekerja. Jika tidak bekerja, hutangnya kepada Mamih Lova tak akan kunjung lunas.
"Tapi gimana nih? Dia sedang sakit begini, apa boleh aku tinggal?"
Andah mondar-mandir menggigit jemarinya. "Pergi? Tidak! Pergi? Tidak! Pergi!"
Andah mencari sesuatu kembali pada peralatan kesehatan yang ada. Ia tersenyum saat menemukan sesuatu yang sering dipakai meskipun ia telah dewasa.
Andah memasang kompres penurun panas tepat di kening Ojan. "Cepat sembuh ya? Aku harus pergi kerja dulu agar aku bisa mengumpulkan uang untuk membayar semua hutang yang aku punya."
Andah membelai lembut salah satu pipi pria yang tidur itu. Setelah hatinya teguh, Andah pun bangkit.
Namun, tangannya telah ditarik oleh Ojan.
"Jangan pergi, Ojan sakit. Ojan kedinginan." Pria itu menarik tangan Andah hingga Andah jatuh menimpa dirinya.
Ojan memeluk Andah dengan sangat erat. "Andah tidak boleh pergi," rengeknya.
"Hmmm, baik lah. Malam ini, aku tidak jadi pergi."
Namun, Andah tidak lagi mendengar jawaban dari Ojan. Hanya hela nafas teratur dan hangat keluar dari mulutnya.
Andah pun mencoba untuk melepaskan diri. Tubuhnya telah berkeringat karena kepanasan memeluk Ojan. Namun, Ojan tidak mau melepaskannya meski terlihat lelap dalam tidurnya.
"Bagaimana caranya aku bisa melepaskan diri?" Keringat sudah membanjiri dirinya. Akan tetapi, wajah Ojan terlihat sangat nyaman dan tentram dalam posisi itu.
"Hmmm, sepertinya malam ini tidak apa kita tidur seperti ini."
takut lo brkl bpkmu smpe dipecat???