Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!
"Aku kecewa karena suamiku sendiri berniat menjandakan aku demi membahagiakan wanita lain."
Pelangi Faranisa, seorang gadis taat agama yang dijodohkan dengan pria brutal. Di malam resepsi pernikahan, ia dipermalukan oleh suaminya sendiri yang pergi tanpa permisi dan lebih memilih mabuk-mabukan.
Pemberontak, pembangkang, pembuat onar dan pemabuk berat. Itulah gambaran sosok Awan Wisnu Dewanto.
"Kamu tidak usah terlalu percaya diri! Aku tidak akan pernah tertarik denganmu, meskipun kamu tidak memakai apa-apa di hadapanku!" ~ Awan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terpaku
“Maksudnya apa?” Awan berdiri dari duduknya dan menatap marah pada pria blasteran itu.
Ayah, Zidan, dan Ibu Humairah tampak terkejut dengan reaksi Awan, begitu pun dengan Guntur yang belum mengetahui sosok pria asing yang malam itu turut hadir di rumah Ayah Ahmad.
Guntur menatap Ayah Ahmad seolah meminta sebuah penjelasan.
“Tenang Kak Awan. Ayo duduk dulu, biar ayah yang jelaskan.” Zidan menepuk pundak Awan, yang membuat kakak iparnya itu kembali duduk. Tatapannya tajam menghujam Guntur.
“Maaf, Nak Guntur. Ayah terlalu senang dengan kedatanganmu ke rumah ini setelah lima tahun tidak bertemu. Sampai lupa memberitahu hal penting ini,” ucap Ayah Ahmad membuat dahi Guntur berkerut.
Pria itu menatap Awan dengan penuh selidik. Pikirannya menebak, apakah pria di hadapannya telah meng-khitbah Pelangi lebih dulu?
“Memberitahu apa, Ayah? Apa sudah ada yang mendahului saya?” tanya Guntur Penasaran.
Sikap sungkan Ayah Ahmad nampak sangat jelas. Merasa tak enak kepada Guntur yang jauh-jauh datang dari luar negeri demi Pelangi. Ia tahu Guntur sudah lama menyukai Pelangi. “Maafkan Ayah. Tapi Pelangi sudah menikah, dan Nak Awan ini adalah suaminya.”
Mendadak wajah Guntur memucat dengan pandangan menunduk. Hela napasnya tampak berat. Jangan lupakan bola matanya yang memerah menggambarkan kesedihan dan sesal mendalam.
Kecewa? Tentu saja. Telah lama ia menyimpan perasaan untuk Pelangi. Usahanya melanjutkan pendidikan ke luar negeri dan kembali saat merasa telah layak untuk Pelangi ternyata berakhir sia-sia. Satu hal yang ia sesali dalam lubuk hatinya yang terdalam, mengapa tak meng-khitbah Pelangi jauh-jauh hari sebelumnya?
Namun, apa daya semua sudah terjadi. Pelangi telah menjadi milik orang. Guntur pun melirik Awan. “Maaf, saya benar-benar tidak tahu tentang ini. Saya juga belum mendengar tentang kabar tentang pernikahan Pelangi.”
“Enak aja lo minta maaf setelah niat mau ngelamar istri orang!” Namun makian itu hanya dapat ia teriakkan dalam hati mengingat sedang berada di rumah mertua. Hingga akhirnya yang terucap dari mulutnya hanya, “Tidak apa-apa.”
Sementara Zidan menyembunyikan senyum kepuasan setelah melihat reaksi kakak iparnya.
Sekarang tahu kan, istri yang tidak dianggap itu ternyata ada yang sangat menginginkan. Kak Pelangi terlalu berharga kalau cuma untuk disakiti.
“Ayah kenapa tidak memberi kabar tentang pernikahan Pelangi?” tanya Guntur menatap Ayah Ahmad. Masih dengan kekecewaan yang tampak sangat jelas.
“Maafkan Ayah, Nak. Dari pihak keluarga kami, Pernikahan Pelangi memang digelar secara sederhana dan hanya melibatkan kerabat terdekat. Itu semua atas permintaan Pelangi sendiri,” jawabnya.
Guntur mengangguk mengerti. Dirinya lah yang bersalah karena menyembunyikan perasaannya begitu lama.
"Saya mengerti, Ayah." Ada senyum tipis di bibirnya, meskipun tampak sangat jelas kekecewaan di wajahnya. Ia pasrah dadis pujaannya ternyata telah ada yang memiliki.
“Diminum tehnya Nak Guntur,” ucap Bu Humairah memecah kecanggungan yang tercipta.
“Iya, Bu. Terima kasih.” Pria itu lantas meraih secangkir teh dan mengobrol beberapa hal dengan Ayah Ahmad dan Zidan. Sementara Awan hanya menjadi pendengar.
Dari obrolan mereka, Awan dapat menilai bahwa Guntur sangat dekat dengan keluarga Ayah Ahmad. Pria asing itu bahkan tahu banyak hal tentang Pelangi yang justru Awan sendiri tidak tahu, termasuk kepemilikan sebuah butik pakaian muslimah.
...........
“Nak Awan tidak istirahat? Ini sudah malam,” ucap Ibu Humairah saat keluar dari kamar dan mendapati menantunya masih duduk di ruang keluarga bersama Ayah Ahmad.
“Iya, Bu. Ini mau istirahat.” Awan mengusap wajahnya. Sebenarnya, ia pun sudah merasa cukup mengantuk. Aktivitas sepanjang hari di kantor membuat tenaganya terkuras. Belum lagi apa yang menjadi alasannya sampai menyusul Pelangi ke rumah orangtuanya.
“Terus gue tidur di mana? Di kamar Zidan aja kali ya?” gumamnya dalam batin.
“Kamar Zidan yang mana ya, Bu?” Sebuah pertanyaan yang membuat Ayah Ahmad menatapnya heran.
“Kok di kamar Zidan?” sambar Ayah Ahmad. “Kamar Pelangi yang di ujung itu. Yang ada tirainya warna pink.” Ia menunjuk sebuah kamar paling ujung.
“Oh, iya. Ayah,” balas Awan dengan malu-malu. “Kalau begitu saya permisi istirahat duluan.”
“Silahkan Nak Awan.”
“Mampus gue! Diusir Pelangi dari kamarnya nggak ya?”
Awan mengulas senyum sebelum akhirnya berjalan menuju kamar Pelangi. Dengan menarik napas dalam, ia memutar gagang pintu dan melangkah masuk, membuat sang pemilik kamar terkejut.
Awan pun membeku dengan kelopak mata yang melebar. Betapa tidak, Pelangi berdiri di depan meja rias dengan menggunakan piyama dress berbahan satin. Bukan hanya itu, untuk pertama kali, Awan melihat Pelangi tanpa hijab.
Rambut panjangnya yang hitam berkilau tergerai indah, yang membuat kulit wajahnya tampak lebih putih, bercahaya, cantik dan tentunya ... tampak lebih muda.
............