Setelah sekian lama Nathan berusaha menghindari Nadira—gadis yang melukai hatinya. Namun, pada akhirnya mereka dipertemukan kembali dalam sebuah hubungan kerjasama yang terjalin antara Nathan dan Rendra yang merupakan atasan Nadira di Alfa Group.
Sebuah kecelakaan yang dialami Davin dan Aluna dan menyebabkan mereka koma, membuat Nathan akhirnya menikahi Nadira demi untuk melindungi gadis itu dari bahaya yang mengancam keluarga Alexander.
Siapakah sebenarnya yang mengintai nyawa seluruh keluarga Alexander? Mampukah Nona Muda Alexander meluluhkan hati Nathan? Atau justru ada cinta lain yang hadir di antara mereka?
Simak kisahnya di sini.
Jangan lupa follow akun sosmed Othor
Fb : Rita Anggraeni (Tatha)
IG : @tathabeo
Terima kasih dan selamat membaca gaes
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
Jam makan siang sudah tiba, Nadira merapikan berkas-berkas yang akan dibawa ketika menemui Nathan dan Jasmin. Setelah semua siap, Rendra dan Nadira segera keluar dari kantor karena Nathan sudah menunggu di restoran yang berada tidak jauh dari Alfa Group.
Selama dalam perjalanan, Nadira hanya terdiam karena dia sedang berusaha keras menguatkan hatinya sendiri. Percaya bahwa semua baik-baik saja. Lagi pula, tidak ada yang tahu kalau dirinya dan Nathan adalah suami istri.
Rendra memarkirkan mobilnya di depan restoran. Kemudian mengajak Nadira masuk dan sesampainya di dalam, mereka menuju ke privat room yang memang tersedia di restoran itu. Di peruntukkan bagi para pelanggan yang tidak ingin diganggu. Begitu masuk ke ruangan, mereka melihat Nathan dan Jasmin sudah menunggu di sana.
"Maaf, Nat. Aku sudah membuatmu menunggu." Rendra menjabat tangan Nathan dan Jasmin bergantian, sedangkan Nadira hanya menjabat tangan Jasmin saja.
"Tidak apa, Ndra. Aku juga belum lama sampai di sini." Ekor mata Nathan melirik gadis yang berdiri di samping Rendra. "Mari silakan duduk," suruh Nathan.
Mereka pun saling duduk berhadapan. Seorang pelayan restoran masuk ke ruangan itu. "Selamat siang, Tuan dan Nyonya. Silakan mau pesan apa?" tanya pelayan itu dengan ramah.
"Mbak, aku pesan jus alpukat saja," kata Nadira tanpa melihat buku menu sama sekali. Nathan dan Rendra sama-sama menoleh ke arah Nadira.
"Kamu tidak makan nasi?" tanya Rendra. Nadira menggeleng pelan.
"Aku tidak lapar, Mas." Nadira melirik Nathan yang masih saja memasang raut wajah datar.
"Bukankah tadi pagi kamu belum sarapan. Ayolah, El. Aku pesanin nasi ya, jangan sampai kamu sakit." Rendra terlihat begitu khawatir. Nadira tetap menggeleng. Selera makannya benar-benar hilang saat ini.
"Mbak, aku mau seporsi nasi goreng dengan kecap lima sendok, dan telur dadar di atasnya." Nadira terdiam saat mendengar pesanan Nathan.
"Tuan, biasanya satu porsi nasi goreng kita hanya menggunakan kecap tiga sendok," balas pelayan itu ramah.
"Aku tahu, tapi aku memesan lima sendok. Apa di sini tidak bisa menuruti kemauan pembeli?" Suara Nathan mulai terdengar meninggi.
"Maafkan saya, Tuan. Baik nanti saya bilang pada koki." Pelayan itu membungkuk hormat. Lalu pergi setelah mencatat pesanan mereka semua.
"Bukankah Kak Nathan tidak menyukai nasi goreng dengan banyak kecap?" tanya Nadira memberanikan diri.
"Memang tidak! Saya memesannya untuk Jasmin," sahut Nathan santai. Jasmin yang sedang duduk tenang langsung tersedak ludahnya sendiri.
"Minumlah." Nathan menyodorkan satu gelas air putih kepada Jasmin. Gadis itu pun segera menenggaknya. "Bagaimana kamu bisa tersedak padahal kamu sedang tidak makan apa pun." Nathan terkekeh geli, apalagi melihat Jasmin yang mengerucutkan bibirnya membuat lelaki itu menjadi begitu gemas.
"Semua gara-gara Kak Nathan. Aku tidak suka nasi goreng, Kak." Jasmin menolak dengan suara manja.
"Terserah, pokoknya jangan sampai nasi goreng itu terbuang. Ingat! Masih banyak manusia yang kelaparan. Jadi, jangan sampai kita membuang makanan." Nathan mengusap puncak kepala Jasmin membuat hati Nadira bergemuruh hebat.
Sementara Rendra sedari tadi melihat perubahan raut wajah Nadira merasa semakin yakin kalau Nathan dan Nadira punya hubungan di masa lalu.
"Mas, aku pamit ke toilet dulu." Nadira beranjak bangun dan pergi dari sana setelah Rendra mengangguk mengiyakan.
Nadira berjalan menuju ke kamar mandi, membawa rasa sakit karena melihat perhatian Nathan untuk Jasmin. Tidakkah Nathan sedikit menjaga perasaannya? Kedua mata Nadira sudah basah, bahkan airmatanya hampir jebol jika dia tidak sekuat tenaga menahannya.
Sesampai di kamar mandi, Nadira segera masuk untuk buang air kecil. Namun, setelah selesai dan baru saja membuka pintu, dirinya dibuat terkejut saat ada seorang pria mendorong tubuhnya hingga ia kembali masuk dan bersandar di dinding.
Tubuh Nadira gemetar, saat orang itu memojokkannya sambil menempelkan sebuah pisau lipat di lehernya. Ia tidak tahu pria itu siapa karena memakai jumper, topi dan juga masker. Tatapan orang itu setajam elang, hingga tubuh Nadira semakin meringsut takut.
"A-apa yang kamu lakukan?" tanya Nadira. Suaranya bergetar karena ketakutan, tetapi dia berusaha keras untuk memberanikan diri.
"Aku akan membunuhmu!" ucapnya tegas. Tubuh Nadira semakin meringsut takut, bahkan airmatanya mulai terlihat menetes.
"Ke-kenapa? A-apa salahku?" tanya Nadira terbata. Jantungnya berdebar kencang, apalagi saat merasakan dinginnya pisau itu menyentuh leher jenjangnya.
"Jauhi Nathan! Kalau tidak ... jangan salahkan aku kalau kamu akan kehilangan kedua orang tuamu bahkan nyawamu sendiri!" ancam pria itu. Bola mata Nadira membola sempurna setelah mendengar ancaman itu.
"Sebenarnya siapa kamu?" teriak Nadira berusaha memberanikan diri.
"Kamu tidak perlu tahu! Aku hanya memberimu peringatan. Kalau sampai kamu tidak mendengarkan ucapanku maka nyawa seluruh keluarga Alexander akan melayang. Hahaha." Pria itu tertawa menggelegar membuat tubuh Nadira semakin meringsut takut. Keringat dingin sudah memenuhi dahi gadis itu hingga wajahnya terlihat begitu pucat.
"Aku mohon lepaskan aku," pinta Nadira memelas. Dia merasa sangat ketakutan saat ini.
"Aku hanya memberi peringatan dan aku akan melepaskanmu sekarang. Tapi kamu harus ingat kalau aku selalu mengawasimu!" ucap pria itu dengan tegas. Lalu pergi meninggalkan Nadira yang masih ketakutan.
Nadira menatap kepergian pria itu dan dia melihat sebuah tatto kepala singa di pergelangan tangan pria itu. Setelah orang itu tidak terlihat lagi, Nadira segera menghapus airmatanya. Dia berdiri di depan cermin yang tersedia di sana. Menatap pantulan wajahnya yang terlihat sedikit berantakan.
Nadira menghapus airmata yang masih meninggalkan jejak, lalu membenahi riasannya. Dia tidak ingin semua orang tahu kejadian tadi, termasuk suaminya sendiri. Tubuh Nadira masih saja gemetar, menandakan betapa ketakutannya gadis itu.
"Siapa lelaki tadi? Kenapa dia menyuruhku menjauhi Kak Nathan? Apa dia tidak tahu kalau hubungan aku dan kak Nathan sudah sangat jauh bahkan tanpa disuruh." Nadira tersenyum getir sembari menggeleng berkali-kali. Dia tidak menyangka jika nyawanya berada dalam ancaman saat ini.
sm anak kambing saya...caca marica hay..hay