Keira Maheswari tak pernah menyangka hidupnya akan berubah begitu drastis. Menjadi yatim piatu di usia belia akibat kecelakaan tragis membuatnya harus berjuang sendiri.
Atas rekomendasi sang kakak, ia pun menerima pekerjaan di sebuah perusahaan besar.
Namun, di hari pertamanya bekerja, Keira langsung berhadapan dengan pengalaman buruk dari atasannya sendiri.
Revan Ardian adalah pria matang yang perfeksionis, disiplin, dan terkenal galak di kantor. Selain dikenal sebagai seorang pekerja keras, ia juga punya sisi lain yang tak kalah mencolok dari reputasinya sebagai playboy ulung.
Keira berusaha bertahan menghadapi kerasnya dunia kerja di bawah tekanan bosnya yang dingin dan menuntut.
Namun, tanpa disadari, hubungan mereka mulai membawa perubahan. Apakah Keira mampu menghadapi Revan? Atau justru ia akan terjebak dalam pesona pria yang sulit ditebak itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Teddy_08, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19. Cuek Tapi Perhatian
Malam seakan lama berganti pagi. Keira juga belum bisa tidur. Ia tidak terbiasa tidur sekamar dengan orang lain. Apa lagi yang berlawanan jenis dengannya.
Sesekali ia berganti posisi ke kiri dan ke kanan. Semua telah dicoba. Tetapi hasilnya masih saja sama. Kelopak mata ingin saja turun dan terpejam. Tapi pikiran tetap saja bergejolak dengan rasa cemas dan takut pada suami playboy-nya.
Sekejap melintas pikiran tentang Revan. Saat pernah memergokinya akan bercumbu mesra waktu mengalami kegagalan dalam bisnis. Tiba-tiba rasanya ingin mual dan jijik. Bahkan bergidik ngeri melihatnya sedang tidur pulas di lantai.
Hari sudah hampir sepertiga pagi. Nyenyak sekali tidur Revan seolah tanpa beban. Padahal dia sudah menghancurkan masa depan Keira dengan menyeretnya dalam pernikahan terpaksa.
Keira menguap beberapa kali. Pertanda rasa kantuk mulai menderanya. Tangannya mulai bergerak menarik selimut. Ketika menoleh tanpa sengaja ia melihat lelaki yang baru saja dinikahinya meringkuk memeluk kedua lututnya dengan posisi tubuh miring ke kiri.
Dingin. Ya sepertinya Revan tak tahan menahan gigil yang disebabkan suhu ruangan. Keira kembali duduk, lalu turun dari ranjang.
Keira langsung bergegas turun membawa selimutnya untuk menutupi seluruh tubuh Revan. Siapa sangka dalam waktu bersamaan ia berbalik.
Badan mereka saling berhadapan. Keira terkejut melihat Revan yang ternyata juga terbangun menatapnya.
Keira segera bangkit, tapi Revan dengan cekatan menarik pinggul Keira hingga gadis itu terjatuh dan menindih tubuh suaminya tanpa disengaja.
"Lepaskan!" Pekiknya sedikit meronta.
"Aku berhak menyentuhmu jika mau! Lihat, aku bahkan rela tidur di lantai demi kamu merasa aman. Aku tahu kamu takut, Keira . Apa yang harus aku lakukan agar kamu percaya," ucap Revan. Keduanya saling bertukar pandang.
"Masa lalu aku memang suram, Keira . Tapi sekarang aku ingin berubah," ujar Revan.
Sungguh posisi yang membuat Revan semakin menegang. Tubuh Keira menekan miliknya, memancing gairah pria itu yang sekuat tenaga ia pertahankan.
Keira merasakan sesuatu mengeras di bawah sana. Ia segera bergerak menjauh. Tapi Revan seakan tidak tidak rela dan kembali menariknya hingga dalam pelukan.
Kedua tangan kekarnya mengungkung kuat agar Keira tidak lagi bisa bergerak. Rasa aneh itu kembali menjalar ke seluruh tubuh.
Mulanya Keira berupaya melakukan penolakan, tapi entah kenapa rasanya begitu nyaman dan menenangkan. Ia justru merebahkan tubuhnya, Revan berguling hingga posisi Keira di bawah.
Jantung Keira semakin berdegup kencang. Sampai-sampai seakan mencelos saja dari tempatnya.
Pacaran saja selama ini ia belum pernah. Dan sekarang tiba-tiba memiliki suami. Tentu saja ia sulit beradaptasi.
Revan semakin mendekatkan wajahnya, dengan posisi badan saat ini. Sebelah kaki yang mendidih tubuh Keira membuat gadis itu memejamkan matanya.
Revan merasa istrinya ini begitu lugu dan lucu. Bukannya menciumnya, tapi ia justru mengangkat Keira dan memindahkannya ke ranjang.
"Tidur saja di sini, pejamkan matamu meski sebentar saja. Atau semua orang beranggapan malam ini aku menyiksamu," ucap Revan sambil menoel dagu istrinya lalu mengecup puncak kepalanya.
Revan segera bangkit kembali ke lantai untuk melanjutkan tidurnya. Aneh, Keira seakan tak ingin suaminya menjauh. Tangannya reflek menahan lengan sang suami sekaligus bos-nya.
"Kenapa?" tanya Revan dengan napas semakin memburu.
"Jangan pergi, tidur saja di sini," pintanya dengan tatapan mengiba. Membuat Revan tak tega melihat sepasang mata menatap begitu teduhnya.
Godaan Revan kali ini besar sekali. Biasanya jika itu orang lain dan usianya sudah matang. Pasti Revan sudah menerkamnya dengan ganas.
Tapi wanita di depannya ini Keira . Gadis dengan selisih umur yang lumayan jauh darinya. Selain itu juga belum pernah merasakan di jamah oleh pria maupun.
"Aku aku takut tidak bisa menahan diri," sergah Revan tetap bergerak menjauh.
"Maka lakukan saja," ucap Keira cepat.
Seketika Revan tercekat, kembali mendekat, "Kenapa kamu tiba-tiba berubah pikiran?"
"Aku istri kamu bukan? Apakah kamu masih merasa sebagai seorang pedofil? Aku dua puluh satu tahun, Revan."
Astaga, rupanya istri kecilnya mendengarkan semua ocehannya semalam. Harus apa ia sekarang.
"Terus, aku harus gimana? Jangan memancing, Keira . Aku bisa menerkam kamu nanti," ucap Revan mengingatkan.
"Buktikan dulu ketulusan kamu mulai sekarang," pinta Keira .
Revan melepaskan tangan Keira dan menjatuhkan tubuhnya tepat di sebelahnya.
"Tidurlah, aku di sini," tukas Revan kemudian memejamkan matanya membelakangi istrinya.
Penolakan Revan justru membuat Keira kesal. Rasa apa ini? Berulangkali hanya itu yang melintas dibenaknya.
Ada rasa benci, sakit hati, merasa dijebak, tapi juga tidak rela didiamkan begitu saja. Keira ingin diperhatikan, dimanja. Keterlaluan memang. Nalurinya sebagai seorang wanita yang mulai beranjak dewasa bangkit.
Persetan dengan rasa malu dan harga diri. Ia semakin gusar tidak lagi mampu menahan egonya. Ia tiba-tiba mendekap tubuh Revan dari belakang.
Lelaki itu terkejut, bagaimana mungkin wanita seperti Keira bisa berubah secepat ini. Revan sangat ingat, jika ciuman pertama kali saja dia yang merenggut. Mungkinkah Keira penasaran ingin merasakan bagaimana itu bercinta?
Revan hanya ingin memberikan rasa tenang. Ia berbalik dan membalas pelukan istrinya.
"Sudah, tidur! Hampir subuh, aku di sini memeluk kamu bukan? Apa kau nyaman sekarang? Tidak cemas lagi?"
Revan mencecar dengan rentetan pertanyaan yang membuat wajah Keira merona menahan malu yang luar biasa.
Bagaimana tidak, tiba-tiba saja rasanya pada Revan berubah manja. Membuat ia tak kuat menahan rasa.
"Terimakasih," ucap Keira singkat.
Setelah itu tak lagi terdengar suara. Ia juga perlahan lemas. Tangannya yang semula melingkar di perut Revan merenggang. Rupanya ia terlelap.
Revan menahan napas, dan jantungnya semakin berdegup kencang. Wajah mereka bertatapan. Sesekali ia melihat ke arah lain. Tapi matanya selalu saja ingin kembali pada pemilik wajah cantik di depannya.
Entah kenapa hati Revan rasanya semakin tak karuan. Antara panik, bahagia semuanya melebur jadi satu.
Kerinduannya pada sosok wanita yang bisa mengerti dirinya seolah terobati.
Meskipun ia sempat marah padanya, ketika tahu memilih menemui Bramantyo Baskara diam-diam, kecewa saat berpikir ditinggalkan begitu saja. Tapi sekarang ia sudah di sini. Dalam dekapannya. Menjadi miliknya.
Seketika itu juga pikirannya kembali teringat pada sosok pria sombong yang menganggapnya remeh. Ia berujar ingin membalasnya nanti.
Baru saja ia memejamkan matanya, ha weker berdering, di susul dering ponselnya. Dengan gesit Revan meraih dan mematikannya. Tak ingin gadis pujaannya terganggu istirahatnya tentunya.
Tapi ponselnya berada jauh dari jangkauannya. Di lantai tempatnya tidur semalam. Astaga. Ia terpaksa melepaskan pelukan istrinya dan perlahan turun.
Ada nama Debra terpampang di layarnya. Ah kesal rasanya. Dari mana wanita itu tahu nomor pribadinya yang bahkan hanya diketahui keluarganya saja?
Cepat-cepat Revan menolak panggilan itu. Ia menggeser tombol merah.
Tak lama kemudian, ponselnya kembali bergetar. Pertanda pesan suara masuk.
[Ku dengar kau sudah menikah, kebetulan aku menginap di hotel yang sama. Aku ingin mengucapkan selamat saat sarapan pagi ini. Tepat di hadapan orang tuamu!]
Begitu isi pesan singkat yang dikirimkan Debra untuknya. Sial. Wanita itu pasti berencana merusak nama baiknya. Revan geram dan segera menghubungi Maggie.
Baginya tidak ada pilihan lain kecuali berbicara jujur pada ibunya. Lagi pula, hanya wanita itu yang dekat dan mengerti dirinya. Jika Hardian tahu mengenai masalah ini bisa-bisa ia dipecat jadi anak. Apa lagi jika Keira yang tahu, cintanya bisa pergi jauh dan menghilang.
Tangan Revan gemetar, jemarinya segera menari mencari nama Maggie di ponselnya.
"Halo, Ma. Bisa tolong temui aku sekarang di depan kamar? Genting! Aku butuh bantuan Mama," ucap Revan pada wanita di seberang telepon.
— To Be Continued