bella di paksa ibu tirinya menikahi paktua kaya demi uang yang di janjikan pak tua itu. namun siapa sangka, saat di sebuah hotel, dia memberontak berusaha kabur dari paktua itu hingga bella bersembunyi di sebuah ruangan yang sedikit gelap bella kira di dalam ruangan itu tidak ada siapa siapa. ternyata seorang lelaki sedang sempoyongan karena pengaruh obat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yasbyhasbi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyetujui pernikahan
"Stef.... besok aku mau ke rumah sakit jenguk ayah, kau aku ikut?" ujar Bella, ia mengantar Stefan sampai pintu apartemen.
"Ayahmu di rumah sakit? Bukankah kau sudah tidak peduli lagi dengannya ." Stefan tahu betul sahabatnya itu begitu membenci ayahnya dan tak ingin berhubungan lagi dengannya.
"Entahlah Stef... Aku Memang membenci ayahku, tapi aku juga tidak tega jika melihat ayah terbaring lemah di rumah sakit..." Murung perempuan itu, ia begitu sedih disaat menceritakan keadaan ayahnya itu.
"Terus ibu dan adik tirimu kemana?"
"Mereka kabur setelah mengambil semua sisa harta keluargaku..."
"Dasar orang picik! (hardiknya) Kau orang baik Bella, aku yakin ayahmu akan sembuh." Stefan menepuk pundak sahabatnya itu, mereka saling berpelukan sebelum akhirnya meninggalkan meninggal kan apartemen Bella.
Keinginan untuk bermalam di apartemen Bella, ia urungkan . Ia tak mau menjadi bahan gosip emak emak rempong dan timbul fitnah yang merugikan bagi Bella. Ini bukan negara bebas seperti negara B.
Lebih baik lelaki itu pulang ke mansion yang sudah lama tidak ia tempati.
*************
Rumah sakit Mahesa......
Pukul. 13;30
Seorang perempuan cantik sedang mondar mandir di depan pintu ruang operasi. Ia begitu cemas dengan keberlangsungan operasi ayahnya. Doa doa selalu ia panjatkan untuk ayahnya itu.
"Kau duduklah, dan tenang. Aku yakin ayahmu akan sembuh." seorang pria menepuk kursi rumah sakit, mengajak Bella untuk duduk bersamanya.
"Aku tidak bisa tenang Stef... Aku cemas. Bagaimana jika operasi ini tidak berhasil..." Gusarnya, kakinya terus melangkah bolak balik seperti sebuah setrika.
"Mam....kau tidak pegal terus berdiri mondar mandir seperti setrika." Sungut Garrel yang juga ikut bersamanya.
"Kau harus yakin dengan dokter yang menangani ayahmu akan menyelamatkan nya. Duduklah...." Stefan segera membawa Bella untuk duduk di kursi tunggu, ia menenangkan Bella yang begitu cemas dengan keadaan ayahnya.
Hingga beberapa saat kemudian, pintu ruang operasi terbuka menampilkan para dokter dan juga para perawat yang mendorong brangkar ayahnya keluar dari ruang operasi. Bella segera menghampiri sang dokter. "Bagaimana operasi ayah saya dok?"
"Bersyukur, operasi ayahmu berjalan dengan lancar. Ayahmu sekarang akan di pindahkan ke ruang ICU untuk pemulihan." ucap sang dokter. Membuat Bella sangat bersyukur dengan keberhasilan operasi ayahnya.
"Terimakasih dok...."
"Sama sama, sekarang ayah anda sedang masa pemulihan. Tolong anda Jangan ganggu istirahat nya."
"Baik dok..." ucap Bella mengikuti dokter dan para perawat itu membawa ayahnya ke ruang ICU.
********
"Ayahmu sedang istirahat dulu sekarang, kita jangan dulu menjenguknya." ucap Stefan, ia memandangi Bella yang fokus melihat ayahnya dari balik kaca. "bukankah kita juga mau menjenguk nyonya Kayle, lebih baik kita kesana dahulu." Ajaknya dan Bella mengiyakan ajakannya. Mereka pergi bersama untuk menjenguk nyonya Kayle.
Ruang inap VVIP no 34.....
"Nyonya bagaimana keadaanmu?" Bella segera menghampiri nyonya yang terbaring di ranjang.
"Seperti yang kamu lihat, aku lebih sehat sekarang..." ucap nyonya Kayle, sorot matanya tertuju pada seorang lelaki yang berdiri tegak di antara Bella juga Garrel. 'siapa dia?' 'mengapa dia begitu dekat dengan Bella' batinnya mengeluarkan pertanyaan pertanyaan tentang lelaki yang ada di hadapannya itu. Bukan hanya nyonya Kayle yang berpandangan aneh pada Stefan, tapi Richard juga sedari tadi terus menajamkan sorot matanya pada Stefan. Kehadiran pria bersama Bella membuat dia menjadi merasa terganggu.
"papa, dia yang kemarin mengajak mama menikah." tunjuk anak kecil itu pada Richard.
'Apa! Papa! kenapa Garrel memanggilnya dengan sebutan papa.' Batin Richard bermonolog.
Stefan menunjukan pandangannya terhadap Richard, di lihatnya lelaki itu dari atas sampai bawah. Hingga mereka saling beradu pandang, menajamkan sorot mata mereka masing masing.
"Bella, dia mantan suamimu?" Tanya nyonya Kayle yang menebak Stefan adalah mantan suaminya karena Garrel memanggil lelaki itu dengan sebutan papa.
"Bukan nyonya, dia itu kakak ku." Jawab Bella.
Nyonya Kayle mengangguk mengerti, ternyata lelaki yang berada di samping Bella itu adalah kakaknya, namun menurut nyonya mereka sangat tidak ada kemiripan sama sekali. Seperti bukan kakak adik.
"Bagaimana Bell....kau sudah memikirkannya." Tanya Nyonya
Bella menghela nafasnya sangat panjang. "Saya mau menikah dengan Richard."
"Benarkah...?" wajah nyonya berbinar kala mendengar jawaban dari Bella. "Kapan rencana kalian menikah? Minggu depan saja ya."
"Tapi nyonya, apakah itu tidak terburu buru..."
"Lebih cepat akan lebih baik Bella...."
Richard yang berada di sofa ruangan itu sama sekali tak mengeluarkan ekspresi apapun, wajahnya datar sambil memandangi benda pipih yang selalu ia pegang.
"Maaf nyonya, boleh saya berbicara dahulu dengannya." pinta Stefan.
"silahkan..."
Richard juga Stefan pergi dati ruangan itu, mereka menuju kafe dekat dengan rumah sakit.
Dua orang pria tampan sedang duduk berhadapan, matanya saling beradu mengeluarkan tatapan membunuhnya.membuat suasana kafe yang ramai menjadi begitu mencekam.
"Apa tujuanmu memaksa Bella untuk menikah denganmu" Stefan menyalakan sebatang rokok dan di hisapnya lalu mengeluarkan asap itu dengan gayanya.
"Saya sama sekali tidak memaksa adik anda."
"Kau tak perlu mengelak, sedikitnya saya tahu tentang kedokteran, ibumu sama sekali tidak mengidap penyakit jantung bukan? Dia terlihat sangat sehat, saya tahu betul ciri ciri penyakit itu."
Deg.... Richard tak menyangka jika lelaki yang berada di hadapannya itu bukan orang sembarangan. Lelaki itu dengan mudahnya menebak bahwa penyakit ibunya itu hanya sandiwara. "Jika kau tahu kami membohongi adikmu, kenapa kau tidak mencegahnya untuk menerima pernikahan itu."
"Saya memang kakaknya, tapi saya tidak akan melarang keputusannya. Biar dia sendiri yang melihat kebusukan kalian!" Stefan menajamkan sorot mata membunuhnya."Tapi ingat! Jangan coba coba kau menyakitinya! Atau akan aku buat kau lenyap dari muka bumi ini!"
"Apa kau sanggup melenyapkan saya! Kekuasaan Anderson jauh di bawah Siliwangi!"Richard merasa bahwa tekanan itu tak mempan untuk dirinya. Karena di negara A, hanya keluarga Richardo yang berkuasa, semua takut dan segan padanya.
"Kau jangan terlalu berbangga diri dengan kekuasaanmu. Saya sama sekali tidak takut dengan dirimu" Stefan menyeringai, ia sama sekali tidak takut dengan kekuasaan Siliwangi.
"Hey bro... Lagi apa lo disini."Tiba tiba Ray menghampiri mereka. Ia melihat tatapan wajah bosnya itu yang tertuju pada seorang lelaki yang berada di depannya. Ray menyimpulkan bahwa mereka sedang beradu mulut. Terlihat dari wajah mereka yang seperti memendam amarah.
"Gelud....gelud....gelud...." ucap Ray bertepuk tangan mengompori mereka.
"DIAM KAU!"
Sentak dua lelaki itu bersamaan, mereka kini menajamkan mata mereka pada Ray.
"Weit.... Gue gak ikutan...hehe.."
"Kenapa kau disini, bukankah saya menyuruhmu untuk mengurus kantor!" ucap Richard meninggikan suaranya pada Ray sang asisten.
"Lo pura pura lupa atau memang amnesia, bukannya elo tadi yang nyuruh gue ke rumah sakit buat nganterin ini." Ray mengeluarkan sebuah flashdisk dari saku jas yang ia kenakan.
"Tapi kenapa kau ada disini.?" Richard baru ingat jika dirinyalah yang memerintah Ray untuk membawa flashdisk itu.
"Gue lapar, jadi mampir dulu deh ke kafe ini." ucap Ray dan duduk di samping Richard.
"Urusan saya dengan anda sudah selesai, dan camkan perkataan itu baik baik." Stefan bangkit dan meniggalkan kafe itu.
"Salut gue sama dia yang berani menekan lo..." ucap Ray spontan.
"Ray!"
Di tempat lain, yakni di ruangan inap VVIP nyonya Kayle dengan semangatnya mendiskusikan tentang acara pernikahan pada Bella.
"Apa ini tidak berlebihan nyonya?" ucap Bella karena nyonya Kayle ingin mengadakan acara pernikahan yang megah. Padahal yang ia inginkan hanya pernikahan sederhana, karena menurutnya pernikahan ini hanya sementara, hingga Bella mendapat alasan untuk cerai dengan Richard.
"sama sekali tidak. Kau itu calon menantuku, aku ingin mebuat acara pernikahan yang sangat meriah juga mewah." jawab nyonya.
"Nek.... Pernikahan itu apa ya, Sepertinya menjengkelkan karena terlalu banyak acara yang harus di laksanakan..." sungut Garrel, dia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang di bicarakan nyonya dan ibunya itu.
"Garrel sayang, nanti juga kamu akan tahu." ucap nyonya mengusap lembut pipi Garrel. "Anak ini benar benar mirip papanya" gumam pelan nyonya Kayle namun masih bisa di dengar oleh Bella.
"Maksud nyonya?"
"Ah... Maksud saya anak manis ini sifatnya hampir sama dengan Richard calon papanya"