NovelToon NovelToon
FORBIDDEN PASSION

FORBIDDEN PASSION

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Terlarang / Bad Boy / Barat
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Lyraastra

Juru masak di bistro bernama Ruby River yang diminta bekerja di mansion milik keluarga kaya. Di mansion mewah itu, Ruby bertemu dengan pria dingin, arogan, dan perfeksionis bernama Rhys Maz Throne, serta si tengil dan rebel, Zade Throne. Zade jatuh hati pada Ruby pada pandangan pertama. Rhys, yang selalu menjunjung tinggi kesetaraan dan menganggap hubungan mereka tidak pantas, berupaya keras memisahkan Ruby dari adiknya. Ironisnya, usaha Rhys justru berbuah bumerang; ia sendiri tanpa sadar jatuh cinta pada Ruby, menciptakan konflik batin yang rumit.


Perasaan Rhys semakin rumit karena sifatnya yang keras kepala dan keengganannya mengakui perasaannya sendiri. Sementara itu, Ruby harus menghadapi dua pria dengan kepribadian yang sangat berbeda, masing-masing menawarkan cinta dengan cara mereka sendiri. Di tengah dilema ini, Ruby harus memilih: mengikuti kata hatinya dan menerima cinta salah satu dari mereka, atau menjaga harga dirinya dan memendam cintanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lyraastra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TAWARAN TANPA PENOLAKAN

"Hei, tunggu!"

Tangan Zade menyentuh bahu belakang Ruby, tindakan yang membuat langkah kecilnya terhenti. Tubuh tinggi itu mendahuluinya, berdiri dihadapannya dengan senyum cerah.

"Pergi bersamaku, jangan menjawab karena aku tidak mau kau menolak."

Ruby mengerutkan dahi, menarik diri sedikit menjauh dari Zade. Bukan tidak mengerti maksud dari pria muda itu, tapi ia tidak menyangka bahwa tawaran itu benar adanya. Ia terdiam sesaat, ragu-ragu menggeleng pelan. "Sepertinya anda tidak perlu seperti ini, Tuan. Bukan aku menolak tawaran anda, tapi aku hanya takut orang-orang di mansion ini melihatmu bersamaku, dan akan menilai hal yang tidak-tidak tentang kita."

"Aku tidak pernah perduli dengan penilaian orang-orang terhadapku. Jadi, ayo pergi saja bersamaku pagi ini," jawab Zade dengan enteng.

Dan harus bagaimana lagi memberikan penjelasan pada Zade. Ruby tak berpengalaman berbohong, mana mungkin ia mengatakan bahwa Rhys tidak menyukainya karena berdekatan dengan Zade.

"Aku bisa bersama supir—Eh!"

Zade meraih lengan Ruby, menariknya, hingga tubuh kecil itu ikut terseret bersamanya. "Lama. Jika kau terus menolak, aku bisa melewatkan kelas pagiku. Dan kau yang harus bertanggung jawab."

Mata Ruby membulat. "Mengapa aku? Aku tidak meminta anda untuk mengantarku." Ia berusaha melepaskan genggaman Zade, kakinya menyeret tanah. "Lepaskan tanganku sekarang, Tuan."

"Sepertinya perlu kukatakan, bahwa aku tidak mau."

"Kumohon... lepaskan, aku sudah berjanji pada Tuan Rhys untuk menjauhi anda. Tidak baik jika aku mengingkari janjinya."

"Kau memiliki hubungan apa dengan kakakku?" Zade lepaskan tautan cekalan tangannya dengan Ruby, langkahnya berhenti membuat wanita itu juga berhenti. "Mengapa sekarang kau juga melarangku untuk berdekatan denganmu? Apa alasannya?"

"Aku tidak bisa menjelaskannya. Tapi, yang Anda perlu tahu... kita tidak bisa bersikap seperti ini."

"Bersikap seperti apa? Oh, ayolah... aku hanya ingin mengantarmu ke bistro. Seperti supir di sini yang sering mengantarmu," sahut Zade.

Ruby diam. Ia menoleh kebelakang, memperhatikan pintu utama mansion yang terbuka lalu mengedar. Tidak ada tanda-tanda Rhys akan muncul. Hanya ada dua pengawal berbadan besar, lagipula mereka jauh dari pintu utama. Ruby kembali pada Zade, pandangan pria muda itu melemah, membuatnya tak tega menolak lagi.

"Hanya kali ini. Setelahnya, anda tidak perlu mengantarku lagi," usulnya.

Zade perlahan menarik sudut bibirnya. Tanpa menjawab, ia meraih lembut lengan kecil Ruby, membawanya untuk mengikuti kemanapun ia melangkah. Ruby menurut, tapi matanya tak bisa untuk diam saja, sesekali mengecek kebelakang, memastikan kemunculan Rhys.

Setibanya di bagasi, Zade melepaskan cekalan lengannya, berjalan menuju dua mobil mewah yang tersimpan aman di sana. Ruby kira pria muda itu akan membawa salah satu mobilnya, tapi perkiraannya salah. Melainkan motor sport merah menyala, terlihat gagah dan agresif. Segera Zade mengenakan helm full face, menutupi seluruh wajah sempurnanya. Dalam hitungan detik, Zade sudah duduk gagah di atas motor, mesin bergemuruh rendah, menciptakan getaran yang terasa hingga ke kaki Ruby. Suara mesin semakin menggelegar, ketika motor itu berhenti di depan Ruby.

"Naiklah," kata Zade, sembari menepuk jok belakang. Suaranya terdengar berbeda, lebih berat dari sebelumnya.

Kaki Ruby memberat, rasanya ragu dan canggung beradu menjadi satu. Namun, entah dorongan dari mana ia menaiki motor tinggi itu.

"Hati-hati." Zade membantu Ruby menyesuaikan posisi duduknya, memastikan untuk selalu memegang erat pinggangnya. "Jangan lepaskan tanganmu, aku tak mau kau jatuh."

"Ba—baiklah."

Tubuh mereka sangat dekat, sentuhan kulit ke kulit terasa nyata. Ruby memeluk erat pinggang Zade, merasakan debaran jantungnya sendiri bercampur dengan debaran jantung Zade yang ia rasakan melalui sentuhan tangannya. Sensasi dan debaran yang sama saat ia bersitatap dengan Rhys.

Zade menjalankan motornya, melesat dengan kecepatan rata-rata, keluar dari kawasan mansion. Sepanjang perjalanan, Ruby hanya pada pikirannya sendiri, sedangkan Zade fokus pada jalanan yang ramai. Tetapi, telapak tangan besarnya sesekali menyentuh punggung tangan Ruby saat menyalip beberapa kendaraan. Memberikan rasa aman dan sedikit ke... nyamanan untuk Ruby.

"Tuan Zade."

Zade melirik sekilas, kemudian kembali pada jalanan. "Ya?"

"Mengapa anda melakukan ini semua?" tanya Ruby, suaranya hampir tenggelam oleh deru mesin. "Mengapa anda bersikeras ingin mengantarku?"

"Karena aku ingin," jawab Zade, tenang. "Selain itu, aku pernah mengatakan bahwa aku tertarik padamu. Bukankah begitu?"

Ruby mengingat kembali apa yang ia ketahui tentang Zade dari gosip-gosip Eden dan pelayan lain. Zade memang seorang pria yang jujur, terbuka, dan tak ragu menyatakan perasaannya jika ia memang menyukai atau tidak. Namun, kejujurannya itu tetap dijaga untuk orang yang tidak begitu mengenalnya, tak pernah sampai menyakiti atau menyinggung secara berlebihan. Berbeda dengan Rhys, yang juga jujur, tapi dengan cara yang lebih… terselubung. Rhys lebih memilih diam jika ia menyimpan perasaan, atau langsung mengatakannya dengan lugas jika memang ia tak menyukainya, bahkan pada orang asing sekalipun. Ada ketegasan yang berbeda di antara keduanya. Zade lebih hangat, lebih… manusiawi dalam bersikap. Rhys, lebih dingin, tegas dan lebih berlogika.

Ruby menghela nafas dalam-dalam. Zade begitu terang-terangan menyatakan ketertarikannya, membuatnya merasa sedikit… terbebani.

"Ada apa? Mengapa kau diam saja?"

"Ah, tidak."

"Tidak perlu dipikirkan terlalu berat. Aku hanya tertarik, belum sampai tahap menyukaimu. Aku juga tidak memintamu membalasnya." Zade sedikit mengurangi kecepatan motornya, suaranya lebih rendah. "Nikmati saja udara segar Chicago. Dan juga… perjalanan bersamaku. Ini pengalaman yang langka, bukan? Aku yakin kau belum pernah merasakan suasana seperti ini, setidaknya pengalaman pertama bersamaku."

"Tuan, Tuan Zade mengejekku?" Ruby mengangkat wajahnya, jaraknya jauh lebih dekat dengan helm Zade.

Zade tertawa keras. Suaranya menggema di antara deru mesin motor yang menyala kencang. Ia tertawa lepas, tanpa beban. Tawa yang terdengar tulus, dan sedikit nakal. Setelah beberapa saat, ia baru bisa mengendalikan tawanya. "Maaf, maaf... aku tidak bermaksud."

. .. . . . ...

"Ya, sesuai dengan apa yang kau inginkan. Sebagian perusahaan yang sebelumnya terikat kontrak dengan Julian, kini dengan mudah menerima tawaranmu." Elias bersandar lebih dalam ke sofa kulit mewah di ruangan Rhys. Ketukan jari Elias yang berirama di sandaran tangan memecah kesunyian, menjadi kontras dengan senyum lebar dan penuh kekaguman yang terukir di wajahnya yang khas Timur Tengah. Relief dan sedikit kekaguman bercampur dalam ekspresi tersebut.

Namun, Rhys tampak tak menghiraukan pujian Elias. Tatapannya terpaku pada layar MacBook-nya yang menyala, sebuah profil detail Ruby memenuhi layar. Cahaya menyoroti fitur wajahnya yang serius, menonjolkan garis rahangnya yang tegas dan tatapannya yang tajam. Ia benar-benar larut.

"Aku percaya kau hebat, dan memang seharusnya mudah bagimu. Namun, aku tetap tak menyangka akan secepat ini. Sungguh mengesankan." Elias mengalihkan pandangannya sejenak ke Rhys, kemudian menatap Thomas.

"Signor memang tidak dapat diragukan, Tuan Elias. Bukan perusahaan ini yang senang mendapatkannya, tapi justru merekalah yang sangat beruntung mendapatkan Signor," sahut Thomas, nada suaranya terdengar kagum, tetapi tetap sopan dan profesional. Ia berdiri tegak namun tetap menjaga jarak yang pantas, dekat dengan Elias namun tidak terlalu dekat sehingga tak mengganggu.

"Kau benar. Dan kau juga beruntung mendapatkan atasan sepertinya."

Elias melirik wajah Rhys, lalu ke MacBook yang diletakkan dalam pangkuan pria itu. Perhatian Elias menajam— profil detail Ruby kini terlihat jelas. Rhys, yang tampaknya hilang dalam dunia bisnis berganti profesi menjadi stalker profesional. Menggulir halaman demi halaman, membedah setiap informasi yang didapatnya. Lebih sekedar informasi semata; Rhys sedang menyelami lebih dalam, menyelidiki seluk-beluk kehidupan pribadi Ruby. Ia melacak silsilah keluarga, mengungkap tidak hanya detail tentang orang tua, tetapi kasus yang menjerat Amos beberapa minggu lalu.

Elias kembali bersandar, sikap santainya tidak membuktikan keterkejutan yang dilakukan Rhys. "Bukankah wanita bernama Ruby itu koki di mansionmu? Kau tertarik padanya?"

Rhys mengangkat kepalanya, matanya dingin dan tanpa ekspresi. "Apa maksudmu? Tertarik padanya? Kau gila Elias."

"Lalu untuk apa kau mencari seluk-beluk wanita itu, jika tidak tertarik."

"Zade tertarik padanya," Rhys menjawab singkat, matanya kembali fokus ke layar MacBook. "Aku menggunakan informasi ini sebagai senjata. Ancaman. Agar dia menjauhi Zade. Dari informasi yang diberikan Eros, dia memiliki trauma dengan masa lalunya, dan itu terbukti."

"Kau menggunakan masa lalu traumatisnya sebagai senjata, bung?"

Rhys tidak membalas, hanya sebuah gerakan kepala kecil yang bisa diartikan sebagai jawaban.

"Kau cukup kejam, Maz," komentar Elias, suaranya terdengar lebih serius daripada sebelumnya. "Tapi aku akui, itu akan efektif," lanjutnya.

"Aku hanya memberikannya sedikit rasa takut. Tidak lebih dari itu."

"Aku akui, meskipun koki barumu itu tampak sederhana, tapi.... dia sangat cantik tanpa adanya polesan wajah. Berbeda dengan wanita lain yang mendekatimu ataupun mendekati Zade, dia sederhana dan alami. Jadi pantas saja Zade tertarik padanya."

"Kau ingin menghianati Selene dengan memuji wanita lain?"

"Hei, bung. Aku berbicara sebagai seorang pria normal, bukan seorang suami yang akan menghianati istrinya. Jadi jernihkan pikiran burukmu itu tentangku."

Rhys tidak memberikan respon lagi, tampak enggan untuk mendekat. Jari-jarinya terus mengetik dengan cepat di papan ketik, seolah berusaha mengabaikan ucapan Elias. Elias, yang merasa diabaikan, mendekat dan meletakkan gelas wiski di meja. Ia menepuk bahu Rhys dengan lembut, berbisik dengan nada yang lebih persuasif. "Aku tidak akan memaksamu untuk menyukai wanita itu. Tapi, cobalah sekali saja melihatnya tanpa kebencian. Bukankah dia sangat menarik? Wajahnya... dan tubuh mungilnya itu yang tertutupi pakaian besar. Sepertinya dia sesuai dengan tipe wanitamu, Maz. Apa kau tidak ingin mencoba menarik perhatiannya? Ini bisa jadi cara untuk mengalihkan perhatian Zade dan membuat adikmu tidak memiliki kesempatan untuk mendekatinya, lalu setelah dia dalam dekapanmu, campakkan dia begitu saja. Itu akan jauh lebih efektif."

Jari-jari Rhys terhenti, mengambang di atas papan ketik. Ekspresinya tak berubah, namun ketegangan di rahangnya sedikit mengendur. Untuk pertama kalinya, sebuah keraguan muncul di matanya yang biasanya dingin. Ide Elias, meskipun kejam, tapi tak sepenuhnya salah. Memanfaatkan daya tariknya, sebuah risiko, tapi sebuah risiko yang berbuah manis. Dengan perlahan, jari-jarinya mulai bergerak lagi, tatapan matanya tak bernyawa mengarah pada layar MacBook. Mengetik asal.

"Ternyata kau tak jauh lebih kejam dariku, Elias."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!