Anara Bella seorang gadis yang mandiri dan baik hati. Ia tak sengaja di pertemukan dengan seorang pria amnesia yang tengah mengalami kecelakaan, pertemuan itu malah menghantarkan mereka pada suatu ikatan pernikahan yang tidak terduga. Mereka mulai membangun kehidupan bersama, dan Anara mulai mengembangkan perasaan cinta terhadap Alvian.
Di saat rasa cinta tumbuh di hati keduanya, pria itu mengalami kejadian yang membuat ingatan aslinya kembali, melupakan ingatan indah kebersamaannya dengan Anara dan hanya sedikit menyisakan kebencian untuk gadis itu.
Bagaimana bisa ada rasa benci?
Akankah Anara memperjuangkan cintanya?
Berhasil atau berakhir!
Mari kita lanjutkan cerita ini untuk menemukan jawabannya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama eNdut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jebakan
Seorang pria berseragam cleaning service berulang kali menarik dan menghembuskan nafas, keringat sebesar biji jagung keluar membasahi wajahnya. Setelah merasa siap ia masuk ke dalam ruangan Vian dengan membawa nampan berisi beberapa cangkir kopi, dengan sopan office boy itu menunduk lantas berjongkok, meletakkan satu per satu cangkir kopi di depan ke enam orang yang berada diruangan itu. Mereka tengah membicarakan masalah proyek yang sedikit terkendala.
"Terimakasih”, ucap Vian setelah kopi terakhir di sajikan, Pak Farhan yang mendengarnya tersenyum simpul.
“Apa aku tidak salah dengar? Kau mengucapkan terimakasih padanya bahkan kau meminum kopi buatannya, apakah ini benar Vian yang Paman kenal?”.
Vian merasa bingung, ”Memang apa yang salah?”, batin Vian berpikir keras, sayang sekali Arland tidak ada disini.
Pak Farhan lantas berdiri, “Kalian semua yang berada disini melihatnya bukan, seperti yang saya katakan Pak Vian mengalami amnesia”, ucapnya dengan ekspresi yang puas, tidak berhenti disitu, ia juga mengambil beberapa kertas dan meminta asistennya untuk membagikannya kepada semuanya termasuk dengan Vian.
“Itu adalah hasil pemeriksaan kesehatan Pak Vian, asli tanpa sabotase”.
Para petinggi Perusahaan saling melempar pandang, mereka mulai berbisik-bisik.
“Apa aku di jebak?”, batin Vian.
Tidak lama pintu terbuka, Arland masuk keruangan namun ia bingung karena keadaan di dalam sini tidak berjalan kondusif, mereka sibuk berbicara sendiri-sendiri. Dan hal yang menarik perhatian Arland adalah pria berseragam cleaning service yang tidak lain adalah Arya, orang yang sebelumnya di usir secara tidak hormat dari Perusahaan ini karena sebuah pengkhianatan.
“Kamu, untuk apa kamu berada disini, dan seragam itu?”.
“Apa kau mengenalnya?”, tanya Vian yang membuat Arland seketika membulatkan matanya.
“Bos, ahh”. Arland mengerti sekarang, “Sial, ini sebuah jebakan, pantas saja Pak Farhan memintaku untuk keluar”, batin Arland. Laki-laki itu mengalihkan pandangannya menatap nyalang Pak Farhan kemudian juga yang lainnya secara bergantian. “Maaf Bos, apa yang sebenarnya terjadi?”.
Vian tidak menjawab, dia memberikan selembar kertas di tangannya kepada Arland yang langsung di terima oleh laki-laki itu, matanya menajam saat melihat tulisan di kertas tersebut.
“Bagaimana bisa?”.
“Arland, aku rasa kamu juga sudah mengetahuinya dan bekerja sama untuk menyembunyikannya, benar begitu?”, ucap Pak Farhan. “Ah, tanpa kamu menjawabnya kita semua tahu jawabannya. Jadi bagaimana sekarang menurut pendapat kalian semua, pantaskah Perusahaan ini di pimpin oleh seorang pemimpin yang sedang kehilangan ingatannya serta pemimpin tersebut juga seorang pembohong?”. Pak Farhan benar-benar merasa di atas angin sekarang. Rencananya telah berhasil. “Tinggal sedikit lagi dan kamu akan lengser dari jabatanmu, Vian”, batin Pak Farhan dengan bangga.
*****
Saat Nara membuka ponselnya ia mendapat satu pesan voice note dari suaminya, segera ia menekan tombol play dan mendengarkannya.
["Setelah pulang keja nanti datanglah ke kantor Nara, akan ada sopir yang menjemputmu”.]
Setelah mendengar itu Nara mencoba menghubungi Vian dengan menelponnya namun panggilan tidak segera di jawab, gadis itu memutuskan untuk membalasnya dengan voice note.
[“Baik Mas”.]
Nara menatap pesan di layer ponselnya, ternyata pesan yang Vian kirim dari satu jam yang lalu.
“Tumben Mas Vian menyuruhku ke kantornya, apa ada sesuatu yang terjadi ya?”, gumam Nara bertanya-tanya.
Tidak ingin terlalu memikirkannya, Nara meneruskan niatnya untuk makan siang di jam istirahatnya, ia mengeluarkan kotak bekal dari dalam tas. Kotak bekal berwarna hijau botol dengan garis kuning di penutupnya, saat Nara membuka nya gadis itu tersenyum melihat isinya, di mana di dalamnya tertata rapi nasi, lauk, sayur dan potongan buah.
Nara kembali meraih ponsel dan mengambil gambar lantas mengunggahnya di akun media sosialnya dengan caption “Terimakasih Mama”. Tak lupa ia juga menambahkan emoticon peluk cium.
Ya, bekal yang di bawa oleh Nara adalah buatan Mama Arin, kebetulan ibu mertuanya sedang tidak ada urusan di luar sehingga beliau memiliki waktu senggang membuatkan bekal untuk Vian dan dirinya.
“Wah tumben menunya komplit Nar, pakai buah segala lagi”, ucap Lia sembari mencomot satu potong buah dan memasukannya ke dalam mulut.
“Ih Lia, cuci tangan belum?’.
“Sudah Nara, sembilan puluh sembilan persen koma sekian tanganku sudah terbebas dari kuman”, jawab Lia dengan cengirannya. “Ah buatan Ibu Mertua ternyata”, ucap Lia saat ia melihat status yang Aya buat. “Beruntungnya kamu Nar”.
Nara tersenyum, gadis itu mengangguk.
"Huh sudah dapat suami yang tampan, mertua yang baik, kaya pula”, imbuh gadis itu.
Nara memang sudah menceritakan semuanya kepada kedua sahabat dekatnya. Awalnya mereka tidak percaya namun setelah Nara menunjukkan beberapa foto pernikahan serta foto lusinan mobil yang terparkir di bagasi mewahnya yang ia ambil asal serta rumah megah milik Vian akhirnya mereka percaya.
“Iya, alhamdulillah Li”.
“Aku juga mau Nar, ah andai saja”.
“Aku berdoa untukmu Lia”
“Terimakasih Nara sayang”.
Keduanya terus mengobrol sembari menyelesaikan makan mereka hingga jam istirahat berakhir dan berganti dengan karyawan yang lainnya. Toko roti tempat Nara bekerja memang tergolong baru dan masih dalam tahap berkembang namun sudah berani mendirikan cabang di beberapa kota. Roti yang di hasilkan terkenal enak, lembut dan selalu fress, bahkan setiap bulannya para koki bakery selalu membuat inovasi baru pada resep roti mereka sehingga pembeli tidak akan bosan dengan roti yang itu-itu saja.
Nara kembali bekerja dan kini tengah melayani seorang pembeli, gadis itu dengan ramah menawarkan sembari menjelaskan satu per satu roti yang tertata di etalase.
Tak terasa waktu pulang telah tiba, kini berganti shif dengan karyawan yang bekerja di jam malam. Seperti yang di katakan Vian sebelumnya, saat Nara keluar ia sudah mendapati seorang sopir yang sudah berdiri di samping mobil mewah yang menunggunya.
Sopir itu mengangguk saat Nara mendekat. “Silahkan Nona”, ucapnya sembari membukakan pintu mobil untuk gadis itu. Mobil melaju menembus gerimis yang tiba-tiba saja turun, jalanan cukup padat karena memang saat ini tepat jam pulang para pekerja.
Nara menatap sebuah toko roti yang berada di pinggir jalan saat mobil berhenti di lampu merah. Terlihat beberapa miniature roti ulang tahun yang berjejer cantik berbagai bentuk dan hiasan di dalam pintu kaca sebagai daya tarik bagi orang-orang yang melewatinya.
“Cantik sekali”.
Nara sendiri memiliki keinginan untuk menjadi koki bakery namun karena waktu serta butuh biaya yang lumayan untuk kursus, gadis itu memendam niatnya untuk belajar. Gadis itu menarik nafas dalam lantas memalingkan pandangannya.
Mobil telah sampai, sopir itu turun dan kembali membukakan pintu untuk Nara. Perusahaan sudah sepi hanya ada satpam yang berjaga di depan, menyambutnya.
‘‘Maaf kantor sudah tutup, anda bisa kembali besok pagi Nona”.
“Dia Nona Nara, istri dari Pak Vian, beliau meminta saya membawa istrinya kemari”.
“Istri?”, ucap satpam itu terkejut karena setahunya Bos Edgar belum menikah. “Baiklah saya akan menghubungi beliau terlebih dahulu.
Setelah beberapa menit menunggu, satpam itu kembali dan meminta maaf karena sempat menahan istri Bosnya disini, segera ia mengantarkan Nara ke atas di mana ruangan Vian berada.
Tok tok tok
“Masuk”.
Mendengar seruan dari dalam Nara yang sudah di tinggal sendiri oleh satpam di depan pintu lantas membukanya, gadis itu melangkahkan kakinya masuk sembari memanggil nama suaminya.
“Mas Vian?”.
Langkah gadis itu terhenti saat mendapati ruangan yang ia masuki gelap tanpa penerangan, ia kembali memanggil nama suaminya namun tak kunjung mendapat jawaban. Gadis itu hendak berbalik namun sebuah badan menahannya, memeluk dan menelusup kan kepalanya di ceruk lehernya.
Mencium aroma ini Nara tahu jika orang ini adalah suaminya, Nara memeluk balik badan kokoh itu.
“Kenapa lama sekali, aku telah lama menunggumu?".