"Dia bukan adik kandungmu, Raja. Bukan... hiks... hiks..."
17 tahun lamanya, Raja menyayangi dan menjaga Rani melebihi dirinya. Namun ternyata, gadis yang sangat dia cintai itu bukan adik kandungnya.
Namun, ketika Rani pergi Raja bahkan merasa separuh hidupnya juga pergi. Raja pikir, dia telah jatuh cinta pada Rani. Bukan sebagai seorang kakak..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Rasa Bersalah Jacky dan Retno
"Ini kamar kamu, sampai tes DNA itu keluar. Kamu bisa tinggal di sini. Hani... jika, apa yang dikatakan Murni itu benar..."
"Ibu, hasil tesnya belum keluar. Jangan menduga-duga" kata Raja yang tak tahan sejak tadi melihat Rani sangat sedih.
Rani memang tidak berkata sepatah katapun sejak Hani datang. Entah kenapa, dia tidak punya keyakinan itu. Ketika dia melihat rekaman Murni, entah kenapa dia merasa seolah apa yang dikatakan Murni itu sebuah kebenaran.
Dia mengingat bagaimana dulu di desa. Bagaimana Murni sangat perhatian padanya. Bahkan kerap kali memandangi dirinya dalam waktu yang lama. Entah kenapa, Rani merasa sangat sakit dan ada perasaan yang begitu menekannya, ketika Hani menunjuknya tadi.
"Raja, sudahlah. Kamu juga jangan terlalu ketus pada Hani. Sudah, sudah malam. Istirahatlah semua" kata Jacky yang merasa tidak tenang.
Di mobil, sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit untuk tes DNA. Hani kerap kali menceritakan bagaimana kesulitannya hidup di desa. Bagaimana dia sering kelaparan dan mendapatkan penghinaan setelah Jacky dan Retno pergi dari desa.
Setelah kembali dari rumah sakit, Hani melakukan hal yang sama. Dia sengaja menekan emosional Retno dan Jacky. Dia sengaja melakukan itu.
Dan dia berhasil, kini Jacky dan Retno terus berkaca-kaca matanya. Seolah mereka merasa sangat bersalah pada Hani.
Setelah pintu kamar Hani tertutup. Hani tampak tersenyum puas di belakang pintu.
"Aku tahu, membuat orang baik merasa bersalah memang lebih mudah. Kalian akan memperlakukan aku dengan sangat baik. Meski aku juga benci pada kalian. Bagaimana kalian tidak bisa merasakan ikatan orang tua dan anak dengan benar. Dan kamu Rani, lihat saja apa yang akan aku lakukan padamu!" geramnya sambil mengepalkan tangannya di belakang pintu itu.
Sementara Raja, dia mengantarkan Rani ke kamarnya. Dia satu-satunya orang di rumah ini yang tidak goyah sama sekali. Dia bahkan masih tetap meyakini, ucapan Hani itu semuanya tidak ada yang benar. Hanya Rani adiknya, Raja sangat meyakini satu hal itu.
"Jangan dipikirkan, satu mingguan lagi hasil tesnya akan keluar. Semua akan terbukti, terbuka lebar. Kamu tidak perlu khawatir, aku yakin dia berbohong..."
"Bagaimana kalau yang dia katakan itu benar kak?" tanya Rani menyela Raja.
Rani menatap kakaknya dengan mata berkaca-kaca. Dia sungguh takut kalau pada kenyataannya semua yang dikatakan Hani itu benar. Dan dialah sebenarnya anak kandung Murni, dan bukankah itu artinya dia bukan adiknya Raja. Rani sungguh tidak bisa membayangkan hal itu.
Melihat kegundahan Rani, Raja mengusap lembut kepala gadis yang baru saja berulang tahun itu.
"Jangan mengkhawatirkan hal yang belum pasti adikku. Hani sejak dulu suka cari masalah denganmu kan? mungkin seorang dia juga sedang melakukan hal yang sama. Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Kakak selalu yakin kamu adikku. Sekarang kamu tidur ya, sudah malam. Besok kamu harus sekolah kan?"
Rani mengangguk. Dia juga tidak mau membuat Raja terlalu khawatir padanya.
Sementara itu di kamar Jacky dan Retno. Retno bahkan sudah menangis merasa bersalah.
"Entah kenapa yah, entah kenapa aku merasa ucapan Hani itu benar. Kita ini orang tua macam apa yah? anak kita hidup menderita 17 tahun lamanya, kita bahkan tidak tahu apa-apa, tidak merasakan apa-apa. Alangkah jahatnya aku sebagai seorang ibu"
Tangisan Retno itu semakin membuat Jacky merasa bersalah.
Logikanya semua ini memang salah Murni, jika itu benar. Tapi sepertinya yang tadi Retno bilang. Bagaimana seorang orang tua, tidak bisa memiliki feeling sedikit saja, itu kan sangat keterlaluan.
Bahkan sampai Murni meninggal, mereka sama sekali tidak punya rasa curiga sedikitpun. Kekhawatiran sedikitpun pada Hani. Itu sungguh keterlaluan, dan itu menjadi beban yang sangat berat untuk Retno dan Jacky.
Jacky menghela nafasnya panjang. Dia sungguh merasa bersalah.
"Kamu benar Bu, kita salah. Mulai sekarang, kita akan lebih memperhatikan Hani. Kita akan mengganti semua yang selama ini kita lewatkan untuknya. Ayah akan minta pak Suyoso datang mengajarinya di rumah. Kita akan memberikan segala yang terbaik untuk Hani. Besok, ibu juga pergilah dengannya. Belanja apapun yang dia inginkan"
Retno mengangguk cepat. Air matanya yang terus mengalir juga dia seka dengan cepat.
"Iya yah, kita akan berikan semua yang seharusnya dia rasakan dan miliki, kita harus menggantikan 17 tahun itu untuknya"
Jacky mengangguk perlahan dan memeluk istrinya.
Sepertinya, Retno dan Jacky akan benar-benar fokus memperhatikan Hani mulai sekarang. Meski hasil tes DNA itu belum keluar.
**
Pagi harinya, semuanya sudah berada di meja makan. Hani yang terakhir datang, dan begitu Hani datang, Retno segera menghampirinya dan mengajaknya duduk di sebelah Retno.
Rani yang melihat itu, hanya bisa diam. Ibunya pindah dari sebelahnya untuk berada di dekat Hani. Rani hanya bisa menundukkan kepalanya sebentar lalu tersenyum.
"Selamat pagi Hani" sapa Rani dengan ramah.
Jacky yang melihat itu tersenyum senang. Dia juga tidak akan memperlakukan Rani dengan berbeda. Dia hanya ingin Hani mendapatkan kembali apa yang sudah dia lewatkan selama 17 tahun ini.
"Selamat pagi Rani, maaf aku pakai bajumu. Kata ibu..."
"Tidak apa-apa Hani, kamu bisa pakai.. "
"Hanya kali ini saja kok, nak. Nanti ibu akan membawamu belanja ya" kata Retno yang tidak enak pada Hani.
Rani yang ucapannya disela oleh ibunya segera diam. Sementara Raja, dia hanya diam sambil sesekali mengusap lengan Rani. Dilihat dari bagaimana cara ayah dan ibunya, mereka sepertinya sudah menerima Hani. Raja pun tidak ingin membuat keributan, meski dia masih belum bisa percaya. Karena selama ini memang Hani sering mengganggu Hani, dan pintar bicara bohong. Mereka juga cukup lama bersama kan di desa, 10 tahun. Jadi, Raja cukup paham bagaimana sifat Hani.
Rani menelan salivanya dengan susah payah. Hasil tes DNA belum keluar. Tapi rasanya dia sudah seperti orang asing untuk Jacky dan Retno.
***
Bersambung...