Cerita ini berputar di kehidupan sekitar Beatrice, seorang anggota keluarga kerajaan Kerajaan Alvion yang terlindung, yang telah diisolasi dari dunia luar sejak lahir. Sepanjang hidupnya yang terasing, ia tinggal di sebuah mansion, dibesarkan oleh seorang maid, dan tumbuh besar hanya dengan dua pelayan kembar yang setia, tanpa mengetahui apa pun tentang dunia di luar kehidupannya yang tersembunyi. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Beatrice akan melangkah ke dunia publik sebagai murid baru di Akademi bergengsi Kerajaan — pengalaman yang akan memperkenalkannya pada dunia yang belum pernah ia kenal sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Renten, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
【Butler's Tactical Retreat】
Tiga maid itu berdiri berdekatan, hanya beberapa langkah terpisah, membentuk formasi segitiga pertahanan.
Edward menjaga jarak, tatapannya yang tajam bergantian menilai mereka, menghitung gerakan berikutnya.
Meski tampak tak bergerak, ketegangan terasa nyata.
Masing-masing bersiaga, otot menegang, menanti percikan yang akan memicu benturan.
Edward yang bergerak lebih dulu, sosoknya blur saat ia melompat maju, tinjunya diarahkan tepat ke Cecilia di sisi kiri.
Sasarannya jelas.
Cecilia bereaksi seketika, instingnya terlatih.
Ia menggeser langkah, gerakannya halus dan tepat, membuat pukulan Edward hanya menerpa udara.
Di saat bersamaan, tali miliknya melecut ke depan, pengait di ujungnya menebas udara menuju wajah Edward.
Edward memutar tubuh tajam, pengait itu nyaris melintas di sampingnya.
Perhatiannya beralih, menyadari gerakan samar di belakang—Bridget sudah menutup jarak, tinju kuatnya melayang ke punggungnya.
Ia merunduk tepat waktu, tinju Bridget bersiul melewati telinganya.
Memanfaatkan momentum menghindar, Edward berputar menghadap Felicity, yang berdiri di sisi kanan.
Felicity, sudah bersiaga, langsung mengambil kuda-kuda defensif.
Ia tahu tak bijak melawan langsung.
Gerak kaki cepat jadi perisainya, menghindar dan menepis serangan Edward yang tak henti-henti.
Pukulan dan tendangan Edward tajam dan tepat, tapi Felicity menari menjauh, memaksa Edward terus maju.
Setiap ayunan Edward menghantam udara kosong, gerakannya laksana bayangan.
Namun begitu ia hampir mendekat, tali Cecilia kembali menyerang, ujung pengaitnya melesat cepat ke arah kepala Edward.
Kali ini, Edward menangkis di tengah udara dengan punggung tangannya.
Benturannya seperti peluru tumpul, mengguncang lengannya dengan sengatan tajam.
Sebelum bisa bergerak lebih jauh, Cecilia menarik talinya tepat waktu, siap melancarkan serangan lain.
Edward bergeser, gerakan tipuan pada Cecilia memberi sedikit waktu bagi Bridget dan Felicity untuk bertukar posisi.
Kini Bridget berdiri di depannya.
Dinamika bertarung langsung berubah.
Edward berusaha menghindari pukulan berat Bridget, tinju-tinju itu menghujaninya tanpa henti bagai badai.
Gerakan Bridget makin cepat, pukulannya rapat dan tanpa ampun, memberi Edward sedikit ruang untuk membalas.
Sementara itu, Felicity berputar mengincar celah serangan, kadang menukik masuk, walau tak satu pun pukulan telak yang mengenai Edward.
Edward melompat mundur, memutus ritme serangan, lalu berputar mengarah Cecilia lagi.
Gerakan tiba-tiba ini mengecoh Cecilia sesaat, memaksanya mundur kala Edward mendekat.
Pertarungan berulang dengan pola yang sama—Edward menyerang Cecilia, lalu Bridget menghadang dengan kekuatan dahsyat, dan Felicity merusak ritmenya.
Setiap usaha Edward memegang kendali berakhir dengan serangan balasan, memaksanya berganti target, menyusun ulang taktik, dan waspada pada ancaman tali Cecilia.
Intensitas pertukaran serangan meningkat, tiap gerakan dibalas, setiap tipuan diuji.
Gerakan mereka melebur, bagai pusaran serangan dan elakan.
Waktu pun mengalir tanpa disadari, terbenam dalam irama pertarungan.
Menit demi menit berlalu, tak ada yang mau mengalah, masing-masing menyesuaikan diri pada pola lawan.
Ini bukan semata adu kekuatan; ini ujian ketahanan, strategi, dan tekad.
Tak jelas berapa lama telah lewat, namun perbedaannya mulai tampak.
Bridget tak lagi menyerang membabi buta, dia kini fokus mencoba meraih dan menangkap, jelas menahan energinya.
Cecilia dan Felicity juga, meski tidak tampak lelah, kini napasnya terdengar lebih keras.
Setiap serangan dilakukan hati-hati, gerakan mereka lebih terukur.
Di tengah derasnya ritme itu, Edward menyadari perubahan ini—saat yang ia tunggu.
Menunggu celah, Edward berpura-pura hendak menghindar, sebuah gerakan tipu yang terlihat seperti berfokus pada Felicity.
Felicity tak menduga.
Punggung mereka bertabrakan, Edward memanfaatkan sekejap peluang itu.
Pukulannya terarah ke lengan kanan Felicity dengan tenaga penuh, terukur, dan dahsyat.
Dampaknya berbeda jauh dari serangan sebelumnya—jika pukulan Edward terdahulu terasa kuat, kali ini bak hantaman palu.
Felicity terhuyung, baton di tangannya terlepas.
Sebelum Edward sempat melanjutkan serangan, Bridget sudah menabraknya dengan kecepatan dan kekuatan murni, membuat tubuh Edward terlempar.
Ia menghantam sebuah pohon, benturan keras membuatnya tertegun sejenak.
Cecilia melompat menghampiri Felicity, membantunya tanpa panik namun jelas tergambar kecemasan di wajahnya.
Edward mendengus kesakitan, bersandar di pohon sambil berusaha berdiri.
Napasnya sempat tertahan, matanya berair meski tak menangis.
Felicity berdiri dibantu Cecilia, posturnya goyah namun tekadnya masih terpancar.
Bridget berdiri di depan mereka bak perisai, kedua tinjunya terkepal rapat, saling dipukul ringan berirama.
Ekspresinya jauh dari senang.
"Ed-boy, jangan bilang kau benar-benar menyerang wajah gadis dengan kepalan tangan?"
Suara Bridget mengandung ancaman yang seolah bergurau.
Edward akhirnya menarik napas, rasa sakitnya mereda sedikit saat ia menegakkan diri.
"Bukan niatku," desisnya, nadanya serak namun menantang.
"Hanya kebetulan wajah cantik itu ada di jalur pukulanku."
Felicity tertawa kecil walau lengannya nyeri.
"Jadi... dia pikir wajahku cantik," gumamnya, tersenyum tipis menahan sakit.
Bridget tak terhibur.
"Lady-mu akan hancur hatinya kalau tahu ini."
Senyumnya berubah tajam, seolah mengancam.
Edward tegak, menepis ancaman itu dengan balasan sengit, meski suaranya serak.
"Tidak akan..."
Tiba-tiba, alunan orkestra lembut menggema dari auditorium, nadanya samar namun cukup tajam memotong ketegangan.
Meski jauh, suaranya seolah punya daya tarik aneh, bak terhubung benang tak kasatmata.
Mata Edward menangkap reaksi sekilas pada para maid—tubuh mereka sedikit menegang, kepala mereka bergerak minimal ke arah sumber melodi.
Gerakan itu naluriah, serentak, danspeti sebuah penanda untuk mereka.
Di mata orang awam, ini mungkin hanya pengalihan biasa.
Bagi Edward, inilah celah yang ia perlukan.
Ia menyelesaikan kalimatnya, suaranya kini tegas.
"...jika katu tidak memberi tahu lady-ku."
Sebelum mereka bertindak, Edward melompat ke belakang, menghilang di sekitaran dengan kelincahan terlatih.
"Dia kabur!" seru Bridget, kaget bercampur kesal.
Ia mengira Edward akan tetap bertarung, bukan lari.
"Felicity, jaga pintunya! Cecilia, ikut aku—kita kejar dia!" perintah Bridget, suaranya penuh tekad.
"Siap," balas Cecilia singkat.
Tanpa buang waktu, kedua maid itu pun bergerak cepat, melompat dengan langkah pasti mengejar Edward, meninggalkan Felicity di belakang untuk mengawasi pintu.