Sudah sepantasnya kalau seorang istri menuntut nafkah pada suaminya. Namun bagaimana jika si suami sendiri yang tidak ada keinginan untuk menunaikan kewajibannya dalam menafkahi keluarga? Inilah yang dialami Hanum Pratiwi, istri dari Faisal Damiri selama 5 tahun terakhir.
Hanum memiliki seorang putra bernama Krisna Permana, yang saat ini masih kuliah di Jurusan Informatika. Tentu saja Hanum masih memerlukan biaya yang cukup banyak untuk biaya pendidikan putranya, ditambah juga untuk biaya hidup mereka sehari-hari. Hanum harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, bahkan seringkali meminjam kepada saudara dan teman-temannya. Beruntung sang anak bersedia membantu menitipkan kue di kantin, yang bisa dijadikan sumber income keluarga. Namun pendapatannya yang tak seberapa itu, hanya cukup untuk transport dan uang saku sang anak, kalaupun ada lebih untuk membeli beras.
Bagaimana Hanum bertahan dalam 5 tahun ini? Apakah kesulitan ini mengharuskannya menyerah? Lalu bagaimana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ida Nuraeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Bertemu Sahabat Putih Biru
Hari Sabtu, adalah hari yang Hanum tunggu kehadirannya. Karena itulah waktunya Hanum untuk bebas dari keribetan menyiapkan jualan. Makanya Hanum selalu menyempatkan diri untuk berolah raga meskipun hanya jalan kaki atau jogging. Seperti pagi ini, sejak selesai sholat Subuh, Hanum sudah menyiapkan sarapan nasi goreng untuk Faisal dan Faras. Jam 06:00 dia sudah keluar rumah, jalan santai menuju pantai. Hanya pantai lah tempat yang paling nyaman untuk berolahraga, karena memang sudah disediakan sarananya. Area jogging track dengan area bersepeda terpisah meskipun berdampingan, udaranya juga masih fresh meskipun polusi kendaraan yang melintas tetap ada, tapi tidak banyak. Dan yang ingin mengikuti senam pagi juga tersedia di beberapa tempat, jadi tidak terpusat di satu titik, dan ini yang membuat pecinta olah raga tidak merasa sumpek.
Hanum cukup serius melakukan jogging hari ini, karena tidak ada teman yang mengajak ngobrol. Pagi ini dia berangkat jogging sendiri karena Bu Merry sedang menginap di rumah saudaranya. Tampak peluh bercucuran di mukanya, dan kaos yang dipakainya mulai terlihat basah dengan keringat, namun Hanum enggan untuk menghentikan larinya. Tanpa disadari kalau satu jam dia berlari tanpa jeda dan target 5km pun sudah dicapainya. Hanum mengakhiri larinya, dan mencari tempat duduk yang teduh. Dibukanya botol air mineral yang dibawanya dari rumah, diteguknya sampai hampir tandas. Setelah sedikit pendinginan otot, dia berjalan ke bibir pantai, mengambil beberapa foto pemandangan laut. Lalu diuploadnya di wa story dengan caption "Biarlah sedihku terhapus ombak, kesalku terpental karang, dan hatiku mencapai damai seperti desahan angin laut". Tak lama kemudian terdengar notif chat masuk di aplikasi hijau. Sambil duduk berselonjor di trotoar pantai, Hanum membuka aplikasi hijau. Tampaklah chat dari Susan, temannya semasa SMP di Jakarta dulu
"Assalamualaikum Hanum. Aku cukup familiar deh dengan foto kamu. Itu di Pantai Panjang kan?" tanya Susan dengan emot love.
"Wa'alaykumsalam. Betul sekali say, kok kamu bisa tahu sih kalau ini di Pantai Panjang? Pernah berkunjung ke sini ya?" tanya Hanum penasaran.
"Hihihi... Aku memang sedang di Bengkulu sekarang, lagi dapat penugasan selama dua minggu." jawab Susan santai
"Masya Allah San.. Sukses kamu bikin aku terkejut. Sudah berapa lama di sini?" tanya Hanum lagi
"Baru tiga hari Say, hanya pas hari pertama diajak temanku jalan-jalan sore ke pantai. Kalau dua hari ini malah nggak bisa kemana-mana, lagi fokus mentoring biar tugas utamanya cepat beres." terang Susan
"Kok nggak ngabarin mau kesini sih, kalau ngabarin kan pasti sudah aku temani?"
"Aku ingatnya kamu masih tinggal di Linggau, makanya surprise banget baca status kamu itu"
"Ya sudah nanti siang aku temui deh. Nginap di mana? Grage Hotel atau Santika ?"
"Aku nginap di Grage, tapi sore saja ketemuannya sambil malam mingguan. Hari ini aku masih kerja, kan disini hari Sabtu nggak libur" beritahu Susan.
"Siap kalau gitu. Ya sudah selamat bekerja Susan sayang, aku juga mau balik nih. Assalamualaikum."
"Thank you Hanum. Wa'alaykumsalam"
Hanum memasukkan handphone ke saku jaketnya sambil tersenyum. Tak disangka kalau akan bertemu dengan teman sekolahnya di daerah perantauan. Terakhir ketemu 5 tahun yang lalu saat ada reuni sekolah sebelum Hanum berangkat ke Lubuk Linggau. Qadarullah yang indah. Hanum pun bergegas pulang karena matahari mulai berasa panasnya. Meskipun matahari pagi menyehatkan, namun tetap saja kalau terlalu lama bikin mandi keringat. Sampai di rumah baju Hanum benar-benar basah kuyup dengan keringat. Memang cuaca sudah mulai kemarau, jadi udaranya cukup panas meskipun masih pagi hari. Setelah cukup istirahat dan keringatnya kering, Hanum baru pergi mandi.
Jam menunjukkan angka 11:00, dan Hanum pun bersiap mengolah bahan-bahan untuk dimasak siang ini.
"Siang ini makan sama ayam bakar ya Bu, sudah lama kita nggak makan itu!" pinta Faras saat melihat Hanum mengeluarkan bahan masakan dari kulkas.
"Siap. Kebetulan ada stok ayam potong yang belum dibumbuin nih." ujar Hanum tanpa menghentikan kegiatannya.
Hanum mulai membumbui ayam, terus diungkeb biar matang, baru nanti dibakar. Tak lupa dia membuat sambal terasi dengan lalapan komplit. Setelah sholat Dzuhur, mereka menikmati makan siang bersama.
"Yah, nanti sore Ibu mau ketemu teman SMP yang lagi dapat tugas di sini" beritahu Hanum pada Faisal.
"Siapa? Ketemuan di mana?"
"Susan. Dia nginap di Grage. Karena hari ini masih ada training, jadi nanti sore minta ditemenin jalan-jalan. Ya paling ke pantai lihat sunset sambil makan."
"Ya sudah, tapi jangan kemalaman pulangnya. Nanti biar diantar sama Faras, terus pulangnya dijemput, tapi kabari kalau mau pulang!"
"Iya"
Setelah membereskan cucian piring bekas makan, Hanum merebahkan badannya sambil melihat-lihat medsos. Hanum jarang mengupdate medsosnya, dia hanya senang melihat-lihat postingan orang lain.
🌾🌾🌾🌾🌾
Sebagaimana janjinya dengan Susan, sekitar jam 16:00 Hanum berangkat ke Grage Hotel diantar Faras. Setelah masuk lobby, dia mengabari Susan kalau sudah sampai.
"Hanum... Ya Allah gue kangen banget tahu. Bagaimana kabarnya Say?" cerocos Susan sambil memeluk Hanum
"Alhamdulillah sehat San. Kamu sehat juga kan? Nggak nyangka banget bisa ketemu di sini" ujar Hanum yang membalas pelukan Susan.
"Alhamdulillah. Takdir Allah bilang, kamu akan ketemu Hanum di Bengkulu, dan inilah takdir yang terealisasi."
"Kita berangkatnya bareng teman kantor gue ya, biar ada kendaraan juga, jadi leluasa jalan-jalannya. Kalau pakai taksi online kan ribet, harus ganti-ganti mobil. Mau disewa tanggung hanya beberapa jam saja."
"Alhamdulillah kalau ada kendaraannya, aku sempat mikir pakai taksi online tadi."
"Eh itu teman gue sudah datang. Yuk kita samperin saja" tunjuk Susan ke tempat parkir.
Tampak 2 orang perempuan yang masih muda keluar dari mobil. Hanum dan Susan pun bergegas menghampiri temannya.
"Kenalin nih teman SMP ku yang tinggal di sini" ujar Susan kepada temannya.
"Kenalkan saya Hanum, tinggalnya di Jamik" ujar Hanum mengenalkan diri terlebih dahulu.
"Saya Dini, dan ini Tania. Nggak nyangka ada temannya Mbak Susan di sini" ujar Dini sambil tersenyum.
"Iya, Mbak juga masih nggak percaya. Soalnya seingat Mbak, dia tuh tinggal di Linggau, eh ternyata sudah pindah." ujar Susan
"Jadi rute jalan-jalan kota kemana nih?" tanya Hanum sambil melihat jam di handphone.
"Kita ke Sungai Suci dulu Mbak Hanum, nanti pulangnya lewat jalur pantai sekalian nyari makan malam dan menikmati sunset" jelas Dini sambil masuk ke kursi pengemudi. Disusul dengan Tania yang duduk di sebelah Fini.
Hanum dan Susan duduk di kursi tengah, biar sekalian melepas kangen.
"Nggak kesorean tah kita ke sana sekarang? Bisa-bisa sampai sana mendekati waktu Magrib?" tanya Hanum kepada Dini
"Nggak Mbak. Sebelum jam lima kita sudah sampai disana. Palingan juga jam enam nanti kita sudah balik lagi."
Susan yang duduk sebelah Hanum mulai menceritakan kabar update teman-teman di Jakarta.
"Kapan mudik Num? Kalau mudik kabari biar kita bisa kumpul-kumpul dengan yang lain juga" tanya Susan
"Aku belum ada rencana mudik tahun ini. Harus punya duit banyak kalau pulang ke Jawa. Hahaha.." jawab Hanum sambil tertawa
"Kan nggak setiap tahun juga mudiknya Hanum, bisa lah diusahakan" bujuk Susan lagi.
"Nggak bisa Susan, karena suamiku sekarang ini lagi jobless. Lah kalau punya uang mending dieman-eman buat bekal ke depannya." terang Hanum jujur.
"Terus kalau suami lagi nggak ada kerjaan, kegiatan kamu apa?" tanya Susan mulai kepo.
"Kenapa? Apa di kantormu ada lowongan? Mungkin saja aku bisa kerja di tempatmu"
"Kalau di sini nggak ada lah, tapi kalau di Jakarta mungkin aku bisa bantu mencarikan."
"Masalahnya kalau di Jakarta kami harus boyongan ke sana, terus biaya hidupnya juga lebih mahal. Kalau memang ada buat anakku saja, karena dia lagi cuti kuliahnya nggak bisa bayar UKT"
"Ya Allah Hanum, kenapa nggak pernah cerita? Kalau cerita kan mungkin saja ada teman-teman kita yang bisa bantu" sesal Susan saat mendengar cerita Hanum.
"Lah ini sekarang aku lagi cerita. Nggak usah cerita sama yang lain, kecuali tentang anakku yang perlu kerjaan"
"Terus biaya kamu sehari-hari bagaimana?"
"Alhamdulillah, aku diberi kesempatan jadi vendor di kantin kampus anakku. Setiap hari titip roti goreng dan cireng isi ayam, lumayan juga cukup membantu biaya sehari-hari."
"Mudah-mudahan saja Allah berikan jalan dan rejeki terbaik untukmu dan keluarga" doa Susan yang diamini oleh Hanum.
"Nah kita sudah sampai di Tanah Lot nya Bengkulu, Mbak Susan." ujar Tania menghentikan percakapan keduanya.
"Kenapa berbeda dengan di fotonya? perasaan di foto itu cantik banget deh!" komplain Susan saat keluar dari mobil.
"Sudah kita ke sana dulu, nanti ambil foto sepuasnya. Pasti hasilnya bagus" ujar Hanum mengajak Susan menyebrang ke pulaunya.
"Memang begitu ya Num? Di foto hasilnya jadi bagus?" tanya Susan nggak yakin.
"Iya. Itu berdasarkan pengalaman aku sih" balas Hanum.
Setelah menyebrang jembatan ayun, akhirnya mereka berada di pulau kecil. Sebetulnya itu adalah daratan yang bergeser karena gempa yang melanda Bengkulu dulu. Akhirnya terpecah dari daratan sejauh 500 meter. Puas berfoto-foto dan menikmati kelapa yang dipetik langsung, mereka berempat pun memutuskan pulang. Benar perkiraan Dini, kita hanya sampai jam enam di sana. Karena lama-lama juga tidak ada yang dilihat lagi.
Akhirnya Hanum dan rombongan pulang melalui jalan pantai. Selama perjalanan tak hentinya Susan mengomentari keindahan sunset yang mulai muncul. Dan akhirnya Dini memilih resto yang tempat duduknya langsung menghadap lautan lepas, supaya Susan puas menikmati sunset. Makanan yang dipilih aneka seafood sesuai permintaan Susan. Sambil menunggu pesanan datang, Hanum, Dini dan Tania menyempatkan sholat Maghrib di mushola resto. Sekembalinya mereka sholat, tampak di meja sudah terhidang aneka menu seafood, ada ikan kakap bakar, pindang ikan, sate gurita dan udang goreng tepung. Tak ketinggalan juga aneka sambal, ada sambal terasi, sambal mangga dan sambal matah. Mungkin karena sama-sama lapar, semua makanan bersih tak bersisa. Susan sudah tidak berniat jalan-jalan lagi karena hari sudah gelap, jadi tujuan berikutnya kembali ke hotel. Dini dan Tania pamit pulang lebih dulu, karena rumah mereka memang jauh dari hotel. Tak lupa Hanum juga menghubungi Faras untuk menjemputnya. Susan mengajak Hanum menginap di Hotel, tapi Hanum nggak bisa karena harus menyiapkan kue jualannya. Saat Faras tiba, Hanum mengenalkannya kepada Susan sekalian berpamitan. Hanum dan Susan janjian bertemu lagi esok untuk jalan-jalan ke tempat bersejarah.