menikah dengan laki-laki yang masih mengutamakan keluarganya dibandingkan istri membuat Karina menjadi menantu yang sering tertindas.
Namun Karina tak mau hanya diam saja ketika dirinya ditindas oleh keluarga dari suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 28. tidak ada kesempatan kedua!
"A-apa maksud kamu, Andrew?" Vania bertanya dengan suara yang tergagap, matanya menatap Andrew dengan ekspresi yang bingung dan penasaran. Dia bisa melihat bahwa Andrew terlihat sangat terkejut sekaligus marah, dan itu membuatnya semakin penasaran tentang apa yang sebenarnya terjadi.
"Kamu lihat saja sendiri!" Andrew menunjukkan video yang ada di ponselnya dengan gestur yang kasar, matanya masih terlihat terkejut dan marah.
Vania mengambil ponsel Andrew dan memulai video tersebut, dan apa yang dia lihat membuatnya terdiam dan terkejut.
"Bohong! Video itu pasti hanya rekayasa, ada seseorang yang sengaja mengeditnya untuk membuatku terlihat buruk," Vania membantah dengan nada yang tinggi dan penuh emosi. "Kamu tahu kan semua semakin canggih, jadi mudah saja orang mengedit video seperti itu untuk tujuan yang tidak baik. kamu jangan percaya itu!"
"Aku tidak sebodoh itu, Vania," Andrew mengatakan dengan nada yang dingin dan penuh kepercayaan diri. "Aku bisa membedakan mana video asli dan mana video editan. Aku bisa pastikan video yang kamu lihat itu adalah asli, tanpa rekayasa."
Vania tampak bingung dan terpojok, matanya mengedip dengan cepat seolah-olah mencari jawaban yang tepat. Dia tahu bahwa video tersebut memang asli, dan itu membuatnya semakin sulit untuk membela diri. Wajahnya memerah dengan rasa malu dan kesal, karena dia tahu bahwa dia telah ketahuan.
"Andrew, aku bisa jelaskan," Vania mengucapkan dengan suara yang lembut dan penuh penyesalan. "Aku minta maaf dan mengaku salah. Aku khilaf, aku tidak bisa menyangkal lagi. Tolong maafin aku, Andrew. Aku janji aku tidak akan mengulangi kesalahan ini lagi."
Andrew mengangkat sebelah tangannya sebagai isyarat untuk Vania berhenti berbicara. Tangannya terangkat dengan pelan, namun dengan jelas, menunjukkan bahwa Andrew tidak ingin mendengar lagi permintaan maaf Vania. Ekspresi wajahnya masih terlihat serius dan tidak terlalu bersahabat.
"Andrew..." ucap Vania. Matanya menatap Andrew dengan penuh permohonan, berharap Andrew akan memaafkannya sekali lagi.
"Awalnya, aku masih ingin memberikan kamu kesempatan sekali lagi setelah mendengar penjelasan darimu. Tapi setelah melihat kenyataannya, kalau ternyata semua penjelasanmu itu tak sepenuhnya benar, maka aku memutuskan untuk tidak memberikanmu kesempatan lagi. Aku meminta kamu menjadi calon istriku hanya karena Aldo, karena aku ingin melihatnya bahagia dengan memiliki ibu lagi. Tapi setelah kamu menyakiti Aldo, bagiku sudah tidak ada alasan lagi untuk mempertahankan hubungan ini."
Vania menggelengkan kepala dengan lembut, air matanya mulai mengalir deras. "Tidak, Andrew. Aku tidak ingin hubungan ini berakhir," katanya dengan suara yang tergagap dan penuh harapan. "Tolong beri aku kesempatan sekali lagi, aku akan memperlakukan Aldo dengan baik layaknya seorang ibu kandung. Aku akan menjadi ibu yang baik untuknya, aku janji."
"Maaf, Vania. Tidak ada lagi kesempatan untukmu. Aku masih berbaik hati untuk tidak melaporkan ini semua ke pihak berwajib, tapi itu tidak berarti aku akan membiarkanmu tetap berada di sini. Jadi, tolong sekarang juga kamu pergi dari sini dan jangan pernah menemui aku lagi! Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi."
Vania benar-benar pergi, meninggalkan Andrew sendirian di ruangan yang terasa sunyi dan hampa. Dia berjalan keluar dengan langkah yang pelan dan terhenti, seolah-olah tidak ingin meninggalkan tempat itu. Namun, dia tidak menoleh ke belakang, dan terus berjalan hingga hilang dari pandangan Andrew.
Setelah Vania pergi, Andrew merasa suasana hatinya menjadi lebih berat dan tidak enak. Dia memutuskan untuk segera pulang ke rumah, dan menemui anaknya.
****
Sesampainya di rumah, Andrew langsung membuka pintu dan masuk ke dalam dengan langkah yang cepat dan ringan.
"Andrew, kamu sudah pulang? Apa kamu sudah melihat video yang mama kirim?" tanya Lusi dengan suara yang hangat dan penuh perhatian.
Andrew menganggukkan kepala, masih terlihat sedikit lelah setelah pertemuan dengan Vania. "Dimana Aldo, Ma?" tanya Andrew dengan suara yang lembut.
"Dia ada di kamarnya. Aldo dari tadi tidak mau makan," jawab Lusi dengan nada yang sedikit khawatir.
Andrew langsung bergerak menuju tangga, naik ke lantai 2 dengan langkah yang cepat dan ringan. Dia tidak sabar untuk menemui Aldo. Setelah mencapai lantai 2, Andrew langsung menuju kamar Aldo, membuka pintu dengan lembut dan memanggil nama Aldo.
"Aldo..." panggil Andrew dengan suara yang lembut dan penuh kasih sayang.
Aldo yang sedang tiduran di atas tempat tidurnya pun langsung menoleh sebentar, memandang Andrew dengan sedikit keheranan. Namun, kemudian Aldo kembali menutup matanya dan memalingkan wajahnya.
Andrew mendekat ke tempat tidur Aldo, matanya memandang wajah anak kecil itu dengan penuh kasih sayang. Dengan gerakan yang lembut, Andrew mengelus-elus kepala Aldo, merasakan kehangatan dan kelembutan rambut anak kecil itu. Aldo, yang awalnya tidak menanggapi, mulai menggerakkan tubuhnya, menandakan bahwa dia merasakan sentuhan kasih sayang dari Andrew.
"Aldo, bangun, nak! Kamu harus makan dulu, ya! Papa suapin, dan kamu bisa memilih makanan favoritmu," kata Andrew dengan suara yang lembut. "Kan sudah lama sekali tidak pernah disuapin sama papa, jadi sekarang papa ingin menyuapimu," imbuh Andrew.
Namun, Aldo tetap memejamkan matanya, tidak mau membuka mata untuk melihat Andrew. Dia hanya menggelengkan kepalanya dengan lembut, sebagai jawaban atas ajakan Andrew untuk makan. Gerakan kepalanya yang lembut itu membuat Andrew tersenyum, karena dia tahu bahwa Aldo sedang tidak ingin berbicara atau makan.
"Yah, kasihan mama Karina kalau sampai tahu anaknya sakit. Pasti besok mama Karina akan sedih," ucap Andrew dengan nada yang sedikit berlebihan dan pura-pura, sambil mencoba membuat Aldo tersenyum. Andrew berharap bahwa dengan mengucapkan kalimat itu, Aldo akan merasa bersalah dan akhirnya mau makan.
Dan benar saja, Aldo langsung membuka matanya begitu Andrew menyebut nama Karina. "Apa mama Karina besok akan kesini, Pa?" tanya Aldo dengan suara yang penuh harapan, matanya memandang Andrew dengan penuh antisipasi.
"Ya, tergantung," jawab Andrew dengan nada yang sedikit bermain. "Kalau kamu sampai sakit karena tidak mau makan, sudah pasti mama Karina tidak akan datang. Dia pasti akan khawatir dan tidak ingin kamu sakit," tambah Andrew, sambil memandang Aldo dengan mata yang bijak, berharap Aldo akan memahami dan mau makan.
"Kalau aku mau makan, apa papa bisa menjamin kalau mama Karina pasti akan datang besok?"
"Besok kita sama-sama ke rumah mama Karina, ya. Kita jemput mama Karina, dan kamu bisa menghabiskan waktu bersama mama Karina sepuasnya," kata Andrew dengan senyum lebar, matanya berbinar dengan kegembiraan, membuat Aldo semakin bersemangat.
"Baiklah, kalau begitu aku mau makan, Pa," kata Aldo dengan senyum manis.
Andrew menggendong Aldo menuju meja makan dengan langkah yang lembut dan penuh kasih sayang. Kemudian, dia mengambilkan piring dan sendok. Setelah itu Andrew segera mengambil makanan dan mulai menyuap Aldo, yang sekarang dengan senang hati membuka mulutnya untuk menerima makanan.
Lusi yang menyaksikan anak dan cucunya dari jarak jauh tersenyum bahagia, matanya berbinar dengan kegembiraan dan cinta. Dia merasa sangat bahagia melihat Andrew yang begitu menyayangi Aldo, dan Aldo yang begitu mencintai Andrew.
Bersambung...
lanjut Thor, penasaran!
wong data semua dari kamu