Karena hendak mengungkap sebuah kejahatan di kampusnya, Arjuna, pemuda 18 tahun, menjadi sasaran balas dendam teman-teman satu kampusnya. Arjuna pun dikeroyok hingga dia tercebur ke sungai yang cukup dalam dan besar.
Beruntung, Arjuna masih bisa selamat. Di saat dia berhasil naik ke tepi sungai, tiba-tiba dia dikejutkan oleh sebuah cincin yang jatuh tepat mengenai kepalanya.
Arjuna mengira itu hanya cincin biasa. Namun, karena cincin itulah Arjuna mulai menjalani kehidupan yang tidak biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Obrolan Pria
Hari ini, jualan Juna tidak seramai seperti hari kemarin. Bahkan ketika petang menjelang, dagangan Juna terlihat masih ada sisa walau tidak terlalu banyak.
Juna memutuskan untuk menutup lapaknya dan membawa pulang sisa dagangan untuk dinikmati sendiri di rumah.
"Kamu masuk kuliah lagi kapan, Jun?" tanya Bapak beberapa saat kemudian ketika Juna sampai di rumahnya.
"Minggu depan, Pak," jawab Juna. "Kenapa?"
"Pengin tahu aja, kira-kira ada pembayaran yang perlu dilakukan tidak?" tanya Bapak lagi.
"Biar aku aja yang urus, Pak," jawab Juna. "Tabunganku cukup kok buat keperluan kuliahku."
Meskipun mendapat beasiswa, tidak semua kebutuhan kampus didapatkan Juna secara gratis. Ada biaya tambahan yang tetap harus dikeluarkan Juna yang nominalnya juga cukup besar.
"Aku ke kamar dulu, Pak, pengin mandi, gerah," ucap Juna dan dia langsung beranjak menuju kamarnya.
Sang Bapak hanya menatap kepergian Juna dengan perasaan yang cukup berkecamuk. Ada rasa sedih dalam benak pria itu jika mengingat keadaan keluarganya, terutama kondisi ekonomi mereka saat ini
Seperti kebanyakan keluarga lainnya, keluarga Juna juga memiliki hutang yang harus dicicil tiap bulannya. Meskipun hutangnya tidak terlalu banyak, tapi bagi keluarga yang berpenghasilan pas-pasan, hal itu menyita banyak pikiran.
Apa lagi hutang tersebut menggunakan jaminan sertifikat tanah dari rumah yang mereka tempati, membuat orang tua Juna harus bekerja ekstra keras agar angsuran hutang berjalan lancar.
"Jun, saya perhatikan, selama saya ada di sini, saya kok nggak pernah lihat kamu pacaran ya?" tanya Klawing tiba-tiba ketika Juna memilih rebahan sebentar sebelum mandi.
Kening Juna agak berkerut. Di sempat waktu mendengar suara Klawing tiba-tiba muncul. "Kenapa emangnya?" bukannya menjawab, Juna malah melempar tanya balik sambil merebahkan tubuhnya di atas kasur.
"Ya saya merasa aneh aja. Kamu kan sangat tampan, masa tidak ada wanita yang mau? Padahal, dulu, wajah saya juga menjadi alasan pendukung para wanita, rela melepas baju di hadapan saya, kenapa kamu tidak ya?"
Juna langsung mencebikan bibirnya. "Jaman sekarang tuh beda, nggak kaya jaman dulu. Kalau jaman sekarang, ganteng saja tidak cukup. Paling nggak harus punya harta banyak, baru, para wanita akan berbondong-bondong menghampiri."
"Masa sih?" sepertinya Klawing tak percaya begitu saja.
"Yeee, dikasih tahu malah nggak percaya," sungut Juna.
"Bukannya nggak percaya, tapi masa iya, sampai segitunya? Harus punya banyak harta dulu baru bisa dapat banyak wanita?"
"Memang adanya seperti itu," balas Juna berapi-api. "Contohnya tuh Axel dan kawan-kawan. Selain tampan, mereka juga berasal dari keluarga yang hartanya banyak. Maka itu banyak wanita yang mudah diperdaya oleh mereka."
"Owalah," kali ini Klawing kedengarannya sudah percaya. "Ya sudah, kalau kamu pengin banyak harta, ngomong aja, nanti saya bantu."
Dengan cara apa? Nyolong? Amit-amit," sungut Juna, membuat Klawing terbahak seketika.
"Menurut informasi yang aku dengar, katanya, aku tuh sebenarnya masih memiliki Kakek yang kaya raya," ucap Juna tiba-tiba.
"Hah! Masa sih?" Kali ini Klawing nampak kaget.
Juna mengangguk. "Kata Nenek waktu masih hidup, aku tuh sebenarnya keturunan keluarga kaya. Tapi karena Nenek tidak tahan dengan kelakuan Kakek, Nenek memilih pergi bersama anaknya yang sekarang menjadi ibuku. Karena itu juga, nama Nenek dan Ibu dicoret sebagai keluarga."
"Astaga...." sepertinya Klawing terkejut. "Lalu sekarang, bagaimana keadaan Kakek kamu?"
"Aku tidak tahu. Aku tidak pernah melihat wajahnya dan aku juga nggak berani bertanya sama Ibu."
"Kenapa nggak berani?" Klawing malah jadi penasaran.
"Ibu bakalan marah besar. Aku merasa Ibu tuh nggak mau, aku mewarisi sifat buruk Kakekku jadi dia sama sekali tidak pernah mengatakan siapa nama Kakekku."
Klawing mengangguk paham.
"Aku mandi dulu. Nanti setelah makan, kita pergi, ke rumah orang yang memanfaatkanmu, terus kita ke rumah Brian buat menjalankan rencana kita."
"Oke."
Juna pun tersenyum dan dia segera bangkit, lalu bergegas menuju kamar mandi.
#####
Sementara itu di tempat lain.
"No, kamu sendirian?" tanya seorang wanita pada pria yang sedang duduk di dalam pos jaga sambil bermain ponsel. "Sarjo mana?"
Pria yang akrab dipanggil Sarno sontak mendongak dan senyumnya langsung merekah begitu matanya melihat sosok cantik yang menghampirinya.
"Iya, Non," jawab Sarno. "Kenapa? Mau ngajak main bertiga lagi?"
Wanita yang memilih duduk di kursi plastik satunya, langsung mendengus. "Sepertinya kita harus gerak cepat deh, No. Tadi Tuan besar cerita, katanya dia akan mengalihkan semua harta untuk cucunya."
"Udah aku duga," balas Sarno. "Pantes tadi Tuan besar ngundang pengacara ke rumah. Pasti membahas soal harta."
"Maka itu, No, kita harus gerak cepat. Kira-kira apa yang harus kita lakukan dulu ya, No?"
Sarno tidak langsung menjawab. Sambil berpikir, mata pria itu malah fokus pada dada wanita di hadapannya, yang mengenakan pakaian setengah terbuka.
"Orang disuruh mikir, malah lihatin dadaku terus," ternyata wanita bernama Tarmini itu tahu gelagat nakal pria di hadapannya.
"Hehehe..." Sarno sontak cengengesan. "Ya gimana ya, Non. Dada Nona kaya sedang meronta pengin dikeluarin sih. Aku kan jadi kasihan, barang kenyal sebagus itu terjerat baju yang sangat kencang."
"Tahu ah, orang disuruh mikir cari solusi, malah pikirannya kemana-mana?" Tarmini pun kesal dan dia segera beranjak dari duduknya.
"Jangan pergi dong, Non," Sarno langsung menahan tangan Tarmini. "Setidaknya bantu aku agar pikiranku fokus membantu Nona mencari solusi."
"Bantu kamu? Gimana caranya?" Tarmini menatap Sarno agak kesal.
Sarno langsung tersenyum lebar. "Bantu aku ngeluarin benih dulu. Nanti jika udah keluar, pasti aku bakalan fokus banget mikirin rencana kita."
"Masa gitu?" Tarmini pun keheranan.
"Bukankah Nona sudah membuktikannya semalam? Nona ingat kan, setelah kita bermain, kita langsug fokus membahas rencana kita lagi?"
Tarmini tercenung beberapa saat, kemudian dia mengangguk. "Tapi kan saat ini aku belum kepengin dimasukin, No. Gimana caranya membantu kamu?"
"Gampang. Nanti Nona pasti bakalan pengin dengan sendirinya," balas Sarno dengan antusias.
"Ya udah, gimana caranya?"
Sarno semakin kegirangan. Dengan semangat membara, pria itu langsung berdiri dan bergegas melepas resleting clananya.
Tarmini pun seketika tahu, apa yang harus dia lakukan. Wanita itu segera berlutut dan tangannya langsung meraih urat panjang dan besar serta berbulu lebat milik Sarno.
#####
Sedangkan di tempat lain, tepatnya di sebuah rumah mewah, nampak para penghuni di sana sedang menikmati makan malam.
"Xel, kapan kamu mulai kuliah lagi?" tanya seorang pria yang merupakan kepala keluarga di rumah itu.
"Minggu depan, Pih, kenapa?" balas anaknya yang akrab dipanggil Axel.
"Di kampusmu ada yang bernama Arjuna Wiwaha?"
"Arjuna Wiwaha?"
Papi mengangguk. "Dia cucunya Tuan Bratawali. Kalau kamu kenal dia, kamu harus menjadikan dia teman kamu, karena Arjuna akan mewarisi harta Kakeknya yang sangat melimpah," ucap pria yang menjadi pengacara pribadi Bratawali
lanjut thor 🙏