Nyatanya, cinta sepihak itu sangat menyakitkan. Namun, Melody malah menyukainya.
Cinta juga bisa membuat seseorang menjadi bodoh, sama seperti Venda, dia sudah cukup sering disakiti oleh kekasihnya, namun ia tetap memilih bertahan.
"Cewek gak tau diri kayak lo buat apa dipertahanin?"
Pertahankan apa yang harus dipertahankan, lepas apa yang harus dilepaskan. Jangan menyakiti diri sendiri.
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Dari bangun tidur hingga sekarang Melody terus menerbitkan senyumnya. Tentu saja karena tadi malam. Padahal dia telah dijadikan taruhan oleh Gian dan Raden, namun Melody merasa biasa saja karena Gian telah membuatnya semakin nyaman.
Asik menyisir rambut, senyum Melody tiba-tiba luntur, dia terdiam sambil menatap wajahnya di pantulan cermin.
"Gak ada salahnya kan gue berharap lebih?" gumamnya. "Tapi, kalau Kak Gian gak ada rasa apa-apa gimana? Excited sendiri lagi dong gue?"
Melody menghela nafas berat ia. Menutup wajahnya dengan kedua tangannya. "Pliss jangan gila dulu, Mel!"
Melody menegakkan tubuhnya kembali dan menatap wajahnya dari pantulan cermin di depannya.
"Tenang, lo harus tenang. Jangan makin gila dulu!" ucapnya. "Kayaknya gue harus berubah. Biar gak terlalu berharap sama Kak Gian..."
Tidak mungkin.
"Gue harus bisa kurangin rasa ini. Iya, harus bisa!"
Tidak akan pernah bisa.
"Gue mau jadi cewek cuek aja lah! Siapa tau Kak Gian mau ngejar gue."
Tidak akan pernah terjadi.
Melody merengek sembari menghentakkan kakinya. "Aaaa gimana dong? Gue bisa gila lama-lama!"
"Kenapa, Mel?"
Suara Airani membuat Melody terkejut dan langsung berbalik menatap ibunya yang entah sejak kapan sudah berada di dalam kamarnya.
"Mama?"
"Kenapa? Kamu ada masalah?" Airani mendekati anaknya dan menyuruh Melody duduk di kursi rias. Wanita paruh baya itu mulai mempercantik rambut Melody.
"Nggak ada kok," jawab Melody.
"Kalau ada masalah cerita sama Mama ya? Kalau diingat-ingat, kamu jarang cerita sama Mama. Cerita apa aja, keseharian kamu di sekolah, atau dimanapun."
"Jangan pendam semuanya sendiri, sayang. Masa kamu lebih sering cerita ke Venda daripada Mama?"
Melody menyengir. "Gak gitu, Ma. Aku cuma malu kalau cerita ke Mama, hehehe..."
"Kok malu? Oh, kamu udah main cinta-cintaan ya?"
"Iihhh bukan gitu!" Melody cemberut, namun pipinya bersemu malu, dan Airani bisa melihatnya dengan jelas.
Wanita itu terkekeh kecil. Dia mengikat rambut Melody sebagai sentuhan terakhir.
"Intinya jangan sungkan cerita ke Mama ya sayang?"
"Iya mamaku yang cantik," ucap Melody dia berdiri dan berbalik menatap sang ibu. "Nanti aku cerita ke Mama deh. Sekarang aku mau berangkat dulu ya?"
Melody menyalami tangan Airani.
"Hati-hati. Papa udah nunggu tuh."
"Siap!"
****
Baru saja Melody dan Venda memasuki area koridor kelas, mereka sudah dihadang oleh Lisa dan salah satu temannya yang bernama Sinta.
"Apa nih?" tanya Melody menatap keduanya dengan tatapan tak suka.
"Lo yang suruh Gian balapan tadi malam kan? Ngaku lo!" tuding Lisa. Dia tidak terima Gian dikenal banyak orang di sirkuit semalam. Terlebih pagi ini banyak gosip tentang Gian yang semakin tampan ketika balapan. Lisa tidak terima jika ada yang memuji miliknya secara terang-terangan. Dia menyesal kenapa tidak tau info tentang Gian balapan, tau gitu dia ikut nonton juga.
"Sok tau lo! Minggir-minggir, bidadari mau ke kelas!" Melody mengibaskan tangannya mengusir Lisa dan Sinta.
"Wah, makin berani dia, Sa!" kompor Sinta.
"Gak usah kompor bisa gak sih?" kesal Venda.
"Gak usah deketin Gian lagi! Dia itu gak bakal suka sama lo!" Lisa mendorong tubuh Melody, untungnya ada Venda yang sigap menahan, jika tidak, Melody bisa terjatuh.
"Santai dong! Lo nantangin gue? Hah?!" Melody balas mendorong Lisa dengan kencang sampai gadis itu terjatuh.
"Lo yang sopan dong sama kakak kelas!" Kini Sinta membalas perbuatan Melody.
Dan di situlah terjadi aksi dari keempat gadis itu. Murid-murid yang sudah datang berbondong-bondong mengerumuni mereka dan bersorak ramai.
Mereka yang tadinya hanya saling mendorong, kini saling mencakar dan menjambak sambil adu mulut. Bahkan Venda yang terkenal kalem pun ikut beraksi.
Tanpa mereka sadari, perbuatan mereka membangunkan singa yang sedang tidur.
"ADA APA INI?!"
Suara Bu Yella membuat kerumunan murid langsung menyingkir dan memperlihatkan Melody dan Lisa yang saling jambak.
"Mau jadi apa kalian kalau seperti ini? HAH?!"
Lisa, Melody, Sinta dan Venda terkejut dan sontak terdiam menunduk. Suara Bu Yella sangat memekakkan telinga.
"Kalian berempat ikut saya ke ruang BK!"
****
Rangga berdecak kesal. Dia menunggu di depan ruang BK bersama Gian. Tentu saja mereka menunggu Venda dan Melody.
Keduanya terkejut ketika tau Melody dan Venda terlibat perkelahian. Terlebih Rangga, dia tak menyangka Venda akan masuk BK,. padahal biasanya dirinya lah yang keluar masuk BK.
Untuk gadis baik seperti Venda, tentu ruang BK bukanlah tempat yang wajar.
Ceklek
Pintu ruang BK terbuka memperlihatkan keempat gadis yang keluar dari sana sambil membawa sebuah amplop coklat yang berisi surat.
"Gian." Mata Lisa berbinar mendapati Gian berada di sana. "Kamu nungguin aku?"
Bibir Melody mencebik tak suka. Dia menghentakkan kakinya dengan kesal lalu melenggang dari sana, diikuti Venda dan Rangga. Melody muak sekali melihat wajah Lisa, apalagi ketika dia cari perhatian dengan Gian.
Saat Gian ingin mengikuti mereka, Lisa malah memegang tangannya.
"Kamu mau ke mana, Gian? Kamu nunggu aku kan dari tadi?" tanya Lisa. Dia menatap Gian dengan tatapan penuh harap.
Gian menepis pelan tangan Lisa. "Gue nunggu Melody." Setelah itu ia langsung pergi dari sana menyusul Melody.
"Iiihhh!" Wajah Lisa berubah marah. "Apa sih sempurna nya Melody?! Cantikan juga gue kemana-mana!" Kakinya menghentak kesal.
"Kayaknya lain kali kita harus bikin tuh cewek nangis darah, Sa," ujar Sinta. "Kalau gue jadi elo sih gak akan terima digituin. Yakali cewek secantik elo ditolak."
Lisa mengeraskan rahangnya. Benar kata Sinta, lain kali ia harus memberi Melody pelajaran yang lebih parah agar gadis itu kapok. Lihat saja nanti.
Apapun yang dia inginkan harus bisa dia dapatkan, apapun rintangannya.
****
Gian itu bukan hanya tampan, dia juga pintar, baik, sopan, nyaris sempurna. Itulah yang membuat Melody tergila-gila dengan Gian.
Awalnya Melody hanya berniat mengagumi saja. Tapi lama kelamaan dia mulai jatuh ke dalam pesona seorang Gian Mavendra. Gadis itu mulai berani mendekati Gian dan memberikan perhatian kecil secara terang-terangan.
Terlebih saat Gian merespon segala tingkahnya. Wajar kalau Melody berharap lebih.
"Surat peringatan?" Gian duduk di sebelah Melody. Saat ini mereka berada di sebuah taman kecil yang ada di samping gedung sekolah.
Sedangkan Venda dan Rangga lebih memilih tempat lain.
Melody mengangguk. "Iya."
Gian menatap wajah cantik di sampingnya dengan intens. Ada luka cakar di dekat pelipis Melody, sepertinya itu terkena kuku Lisa.
"Kak Gian mau hukum aku?" Melody menoleh ke arah Gian.
"Buat apa? Lo udah dapat surat peringatan," jawab Gian.
Melody cemberut. Dia berdecak kesal mengingat tingkah Lisa yang membuatnya mendapat surat peringatan dari BK.
"Ngeselin banget itu orang! Apa dia gak bisa liat aku tenang bentar aja?" gerutu Melody.
"Kalian ada masalah?"
"Fans fanatik Kakak tuh! Dia ngelabrak aku tau!"
Gian mengerutkan keningnya, bingung. "Jadi gara-gara gue?"
"Siapa lagi? Dia kan fans berat Kak Gian. Dia nuduh kalau aku yang nyuruh Kakak balapan." Melody menghela nafas berat, ia melirik Gian, "Kakak kasih harapan apa ke dia? Sampai bisa segila itu. Nih lihat, perih!" Melody merengek sambil menunjuk luka cakar di lengannya yang memerah.
"Kayaknya pulang sekolah aku harus ke rumah sakit deh. Mau periksa lukanya, takut kena rabies," lanjut gadis itu.
Gian terkekeh geli mendengar ucapan Melody.
"Ayo, kita obati ke UKS aja," ajak Gian.
"Gak mau! Aku mau langsung ke rumah sakit!"
"Itu cakaran manusia, Melody. Mana bisa sampai kena rabies?"
"Ya bisa aja kan?"
Gian mengangguk saja. Dia berdiri dan mengulurkan tangannya pada Melody. "Sementara obati ke UKS dulu. Nanti pulang sekolah lo boleh ke rumah sakit."
Melody melirik telapak tangan Gian yang lebih besar dari telapak tangannya. Dengan ragu Melody mengulurkan tangannya dan langsung disambut oleh Gian.
"Tapi, Kak—"
"Gak ada tapi-tapi."
Mereka pun berjalan beriringan menuju UKS tanpa tau ada seseorang yang memperhatikan mereka sedari tadi.
"Ternyata kamu bisa secepat itu lupain aku, Gian..."
bersambung...