Di dalam hening dan gelapnya malam, akhirnya Shima mengetahui sebuah rahasia yang akan mengubah seluruh hidupnya bersama Kim
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaLibra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kim Galau
Dengan secepat kilat, Devan menampar pipi Cello.
Plaaakkk
"Bicara omong kosong sekali lagi, akan tersiar kabar seorang kakak menghab*isi adiknya sendiri, besok pagi. "
Devan menghampiri Shima yang masih berdiri mematung tak jauh dari mereka.
"Ayo Shima kita makan. Biarkan saja orang d*ngu itu kelaparan. Kakak yakin sebenarnya kamu yang hamil tapi dia yang ngidam. Anak kalian memang pintar. "
Devan mengajak Shima makan di dapur saja. Santi yang semula hendak menyusul ke ruang tamu, menjadi urung karena melihat Devan dan Shima kembali ke dapur.
"Loh, katanya mau nyusul Cello di depan? " Tanya Santi.
"Biarkan saja anak kampr*et itu mati kelaparan." Devan bersungut-sungut.
Santi menatap ke arah Shima. Tapi Shima tak memberi kode apapun. Santi duduk di hadapan Shima dan Devan di sebelahnya.
"Bagaimana Shima? Apa kamu yakin akan bertahan dengan anak si*lan itu.? " Devan bertanya pada Shima.
" Aku bingung kak"
"Ya sudah. Kita makan dulu, kakak nanti sore akan pulang sendiri saja, biar mbakmu yang menjagamu disini. Minggu depan, kakak akan kembali kesini. "
Santi menoleh ke arah Devan bertanya-tanya. Devan menatap Santi seolah mengatakan "nanti aku ceritakan. "
Ketiganya makan dengan khidmat. Namun, Cello menyusul mereka ke ruang makan.
"Ambilkan aku makan! " Titah Cello pada Shima.
Shima tanpa berkata sepatah kata pun, langsung berdiri menyiapkan nasi goreng yang sempat di beli waktu pulang dari Rumah Sakit.
Hueeeekkk
Saat mencium nasi goreng tersebut, Cello kembali mual dan muntah. Cello berlari ke wastafel lalu berkumur membersihkan sisa muntahnya. Hanya cairan kuning yang keluar karena dari kemarin, Cello tidak bisa makan apapun.
Cello berbalik dan kembali duduk di meja makan. Saat melihat Shima makan, air liur Cello hampir menetes. Shima yang menyadari itu, menoleh kepada Cello.
"Ayo makan Mas,"
"Aku tidak mau yang ini Shima, aku mau punyamu. " Cello menyingkirkan nasi goreng miliknya dan menginginkan milik Shima.
Shima tersenyum dan memberikan nasi goreng miliknya. Saat Cello menyendokkan nasi ke mulutnya, ia pun kembali berlari ke wastafel.
Hueeeekkk
Shima yang kasihan melihat Cello lemas tak berdaya, menghampiri Cello dan menuntunnya untuk kembali duduk.
"Rasakan ! Terus saja hajar Bapakmu itu Nak. Biar dia tidak semena- mena dengan Ibumu" Ucap Devan dengan melirik ke arah perut Shima.
Shima menawarkan air putih untuk Cello dan Cello hanya mengangguk pasrah. Shima mendekatkan gelas ke bibir Cello. Hanya beberapa teguk karena Cello takut akan kembali muntah. Tapi ajaibnya, Cello tidak merasa mual seperti biasanya.
"Suapi aku! " Perintah Cello pada Shima.
Devan dengan kecepatan cahaya, menggeplak kepala Cello.
"Awwwwhhh.. Sakit kak" Cello merengek.
"Minta tolong yang benar. Shima itu istrimu Cell. Kakak sumpahin kamu gak bisa makan jika tidak disuapi istrimu. " Devan mengucap sumpah serapah.
Shima dengan telaten menyuapi Cello. Cello menghabiskan makan siangnya dengan sekejap. Rakus seperti tiga tahun tidak bertemu makanan.
Setelah menghabiskan makanannya, Cello bangkit dan menuju kamarnya kembali tanpa mengucapkan terima kasih pada Shima. Devan menghembuskan nafasnya kasar. Frustasi dengan sikap Cello yang hampir mirip dengan siluman biawak.
*
*
Sementara itu di tempat lain, Kim duduk di meja kerjanya. Mendesah nafas berat. Sesekali menatap kosong atap yang tidak lebih indah dari alur novel ini.
"Apa yang kau harapkan Kim? Shima sekarang sedang hamil. Akhhh... tentu saja Shima hamil, tidak mungkin jika Cello tidak menyentuh Shima sama sekali. Shima cantik dan punya daya tarik tersendiri. Apa lagi yang kamu tunggu Kim? Malang sekali nasibmu" Kepala Kim riuh dengan suara bisikan ghoib yang seolah mengejeknya.
Aditya masuk ke ruang kerja Kim dan mendapati Kim yang melamun.
"Cieeeeee.. Yang cintanya udah pupus sebelum berkembang. Mang enak? Rasain lu. Bini orang lu demenin. Sakit kan? Mamp*s gaak tuh! "
Kim melirik malas pada Aditya.
"Kalau kata gua Kim. Lu pergi jauh dah, ke Bali kek, ke Lombok kek. Ngurus rumah makan yang disono aja lu. Lama-lama lu stress mikirin bini orang. Udah sebulan lu planga-plongo kaya kerbau minta kawin" Aditya terus nyerocos.
"Berat Dit"
"Tinggal ajalah kalo berat Kim, kata gua mah."
"Aku harus gimana Dit? Aku gak bisa lupain Shima gitu aja. Seolah-olah, aku ini sudah kenal lama sama dia. Aku gak pernah ngrasain kaya gini sebelumnya."
"Emang gak ada cewek lain apa Kim? "
"Gak ada." Jawab Kim mantap.
"Sekarang, Shima sedang hamil. " Kim meneruskan.
"Tek dung ama siapa Kim? Ama lu.? "
Kim dengan senang hati menoyor kepala Aditya.
" Sama suaminya lah Dit. Aku gak sebr*ngsek itu, hamilin istri orang. " Jelas Kim
"Gua takutnya lu itu cuma penasaran sama Shima. Adrenalin lu kaya terpacu gitu kalau lu pas suka sama bini orang. Takutnya nanti, Shima keburu baper sama lu, lu nya dapet cewek lain lagi. Kasian Kim. Kalau kata mbah Sinah,.mbah gua yang orang jawa 'ojo ngerusak pager ayu'. "
"Artinya apa Dit.? "
"Jangan suka ngrusak rumah tangga orang. Karma Kim karmaaaa.. " Ucap Aditya gemas.
"Tapi gimana kalau aku ini sebenernya emang jodoh Shima yang sesungguhnya? Makanya dulu aku gak jadi nikah sama Nadia? "
"Aahh.. Serah lu dah. Emang nasehatin orang jatuh cinta tuh percuma. Kaya nasehatin Julia"
"Julia siapa? " Kim mengernyitkan dahinya.
"Tuh, cewek cantik yang sering nangkring di atas pager depan"
Kim mencoba mengingat-ingat sosok Julia.
"Kamu ngatain aku kaya orang g*la.? " Kim menaikkan volume suaranya.
Aditya yang berhasil kabur saat Kim mengingat Julia, tertawa terpingkal-pingkal dan segera bersembunyi dari kejaran Kim. Kim yang tak berniat menyusul Aditya, hanya mesam mesem sendiri persis seperti yang dikatakan Aditya, jika Kim seperti Mbak Julia.
*
*
Sudah sebulan Kim menahan untuk tidak mengganggu Shima. Kim sebenarnya sudah gatal ingin menemui Shima, tapi ia juga tidak mau gegabah seperti ucapan Aditya. Selama sebulan penuh, Kim berfikir siang dan malam. Apa benar, jika ia menyukai Shima karena cinta ? Atau hanya perasaan sesaat saja? Semakin pusing saja Kim dibuatnya.
Sepertinya waktu sebulan memang tidak cukup untuk Kim berfikir. Kim tidak akan mengganggu Shima, apalagi Shima sedang hamil saat ini. Tapi Kim akan tetap mengawasi Shima dari jauh.
Kim sebenarnya tahu perangai Cello yang sering mabuk dan keluar malam. Sepak terjang Cello, tidak luput dari bahan gosip anak-anak indekos yang sepenuhnya berpenghuni laki-laki tersebut. Setelah kasus di kantor polisi saat itu pun, Cello tak jera dan tetap pada kesenangannya tersebut, tanpa menghargai keberadaan Shima sama sekali.
Kim juga tahu jika Devan menawarkan perceraian pada Shima dan Cello, karena pada saat Kim hendak mengunjungi Shima, terdengar suara Devan yang sedang ribut. Kim yang belum sempat mengetuk pintu itu, tak bermaksud menguping pembicaraan mereka. Tapi suara Devan yang lantang terdengar jelas hingga ke telinga Kim yang berada di depan rumah.
"Aku yang membuatmu terjebak dengan pria br*ngsek ini, maka aku juga yang akan melepaskanmu darinya. "
Kata itu yang membuat semangat Kim berkobar semakin tinggi. Tapi jika mengingat saat ini Shima sedang hamil, benarkah Cello sudah berubah? Sudah benarkah keputusannya yang tetap menyimpan rasa suka terhadap Shima.?