Wanita, seorang insan yang diciptakan dari tulang rusuk adamnya. Bisakah seorang wanita hidup tanpa pemilik rusuknya? Bisakah seorang wanita memilih untuk berdiri sendiri tanpa melengkapi pemilik rusuknya? Ini adalah cerita yang mengisahkan tentang seorang wanita yang memperjuangkan kariernya dan kehidupan cintanya. Ashfa Zaina Azmi, yang biasa dipanggil Azmi meniti kariernya dari seorang tukang fotokopi hingga ia bisa berdiri sejajar dengan laki-laki yang dikaguminya. Bagaimana perjalanannya untuk sampai ke titik itu? Dan bagaimana kehidupan cintanya? Note: Halo semuanya.. ini adalah karya keenam author. Setiap cerita yang author tulis berasal dari banyaknya cerita yang author kemas menjadi satu novel. Jika ada kesamaan nama, setting dan latar belakang, semuanya murni kebetulan. Semoga pembaca semuanya menyukainya.. Terimakasih atas dukungannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Aku Resmi Janda
Kabar perceraian Azmi dan Priyo segera menyebar di kalangan karyawan. Entah siapa yang menyebarkan, yang pasti Azmi menjadi pihak yang dipersalahkan.
“Masak iya, menikah baru seumur jagung langsung diceraikan? Berarti Azmi yang tidak becus jadi istri!”
“Iya! Padahal Priyo itu laki-laki yang lurus, kalau sampai cerai sudah pasti wanitanya yang bodoh!”
“Tapi apa sebenarnya alasan mereka bercerai?”
“Siapa yang tahu? Tang pasti mereka sedang dalam proses pengadilan sekarang karena baik Priyo maupun Azmi izin untuk menghadiri sidang.”
Sementara karyawan wanita menyalahkan Azmi, karyawan laki-laki banyak yang bersimpati dengan Azmi.
“Gila! Sudah seperti barang bekas saja! Habis pakai, buang!”
“Priyo bukan type yang seperti itu!”
“Kalau bukan, apa alasannya? Sama saja Priyo merusak masa depan Azmi!”
“Tapi janda itu lebih menggoda!”
“Gila saja!”
“Woy! Kalau tidak mau order barang, jangan ngerumpi disini! Sudah seperti emak-emak rempong saja!” Seru Ipit.
“Kamu tahu alasan Azmi cerai tidak, Pit?”
“Bukan urusanku! Lagian, daripada mengurusi orang lebih baik urus diri kalian sendiri!”
“Ah dasar kau, bujang lapuk!”
“Biarpun lapuk, aku masih tahu cara menghormati orang! Hush!” Ipit mengusir para mekanik yang nongkrong di depan Warehouse.
Budi yang melihat hal tersebut hanya menggelengkan kepala. Ia memang tahu Azmi bercerai dan sempat bertanya karena selama ini Azmi dan Priyo baik-baik saja. Azmi menjawab kalau dirinya juga tidak tahu mengapa Priyo menjatuhkan talak 3 kepadanya begitu saja.
Di sisi lain.
Azmi diantarkan kedua orang tuanya untuk menghadiri sidang. Disana juga ada Priyo karena mereka sedang melalui mediasi yang di mediatori oleh pihak dari pengadilan agama.
“Talak tiga yang dijatuhkan masih harus diperjelas karena konsekuensinya, kalian tidak bisa rujuk setelah ini ditetapkan.”
“Apakah talak 3 bisa dijatuhkan jika saya belum pernah digauli?” Tanya Azmi.
Sontak saja semua mata tertuju padanya. Priyo tidak menyangka Azmi akan menanyakan hal itu.
“Ada beberapa pendapat mengenai hal itu. Sebagian pendapat mengatakan jika istri belum digauli maka jatuhnya talak 1, tetapi jika sudah digauli makan jatuh talak 3. Lalu, apa yang membuat Anda menalak istri Anda yang bahkan belum digauli?” Tanya hakim kepada Priyo.
“Saya tetap pada keputusan saya untuk menceraikan istri saya.” Jawab Priyo mantap tanpa menatap Azmi yang sudah berderai air mata.
Ia mengungkit masalah digauli agar ada kesempatan untuk rujuk, karena sesungguhnya ia masih ingin mempertahankan pernikahannya.
“Kamu bahkan tidak menatapku sama sekali, Mas. Jika ini keinginanmu, maka aku akan menerimanya.” Batin Azmi yang segera mengusap air matanya.
Priyo yang bersikukuh dan Azmi yang pasrah, tiba pada satu keputusan yaitu perceraian. Hakim tidak bisa lagi menasihati keduanya untuk rujuk. Kata-kata “perceraian dibenci Allah” sudah tak mempan.
Setelah proses mediasi tidak berhasil, keduanya menjalani persidangan untuk memutuskan perkara. Semuanya berjalan lancar karena tidak adanya gono-gini dan hak asuh. Keduanya keluar dari pengadilan agama dengan kertas yang menerangkan jika keduanya bukan lagi suami-istri, melainkan duda cerai, dan janda cerai.
“Aku resmi janda, Bu.” Tangis Azmi di pelukan sang ibu yang senantiasa menunggunya.
“Tak apa.” Sang ayah menepuk pundak anaknya.
“Maafkan saya telah mengecewakan keperyawaan Ayah. Saya juga tidak memiliki pilihan lain.” Kata Priyo.
“Setidaknya, beritahu kami apa kesalahan Azmi”
“Azmi tidak salah, Yah. Azmi istri yang baik. Saya yang tidak cukup baik untuknya. Daripada pernikahan kami berjalan Azmi tersakiti, lebih baik saya mengembalikannya kepada Ayah dan Ibu.”
Ayah Azmi tak lagi berkomentar. Sejak ada kata perceraian, beliau sudah berhadapan dengan Priyo dan Azmi untuk mendamaikan. Tetapi Priyo bersikukuh untuk tetap menceraikan Azmi, bahkan menjatuhkan talak 3 yang tidak ada kemungkinan rujuk jika mantan istri tidak menikah lagi dan cerai/suaminya meninggal secara alami (bukan direncanakan).
Jawaban Priyo tetap sama saat ini dan Azmi juga tidak tahu alasan mengapa suaminya menceraikan dirinya. Hal ini membuat Ayah Azmi menerima keadaan anaknya dengan lapang dada. Mungkin ini sudah jalan Azmi. Sempat sang istri hendak marah karena Azmi diperlakukan seperti itu, tetapi marah pun percuma karena keputusan sudah tidak bisa dirubah.
“Apakah selama masa idah kamu akan tetap bertanggung jawab?” Tanya Ayah Azmi yang membuat Priyo terdiam.
Pasalnya, Azmi yang belum digauli tidak memiliki masa idah dan diperbolehkan langsung menikah.
“Iya, Pak. Selama masa idah, saya akan tetap memberikan nafkah seperti biasa.” Jawab Priyo.
Azmi menatap Priyo meminta penjelasan. Kenapa Priyo mengatakan itu, jika Azmi bukan tanggungannya lagi? Priyo yang mengerti maksud tatapan Azmi hanya menggoyangkan ponselnya sebagai isyarat, ia akan menjelaskannya disana nanti.
Mereka kembali pulang di Batukajang. Azmi bersama kedua orang tuanya dan Priyo mengendarai motornya sendiri. Priyo yang sampai di rumah lebih dulu, mengirimkan pesan kepada Azmi.
Suami Priyo: Mi, maafkan aku harus berbohong. Semua ini aku lakukan untuk menjaga harga diriku. Aku akan menafkahimu 3 bulan kedepan. Anggaplah itu rasa Terimakasih ku untuk apa yang kamu lakukan untukku selama ini. Biarlah keadaanmu yang masih suci hanya diketahui olehku dan Allah. Jika suatu hari kamu menemukan laki-laki yang baik, menikahlah. Aku akan mendoakan kebahagiaanmu.
Azmi: Kamu masih tidak mau mengatakan alasanmu yang sebenarnya, Mas?
Suami Priyo: Maafkan aku.
Azmi tak lagi membalas pesan Priyo. Ia mengganti nama kontak Priyo dengan menghapus panggilan suami disana. Jika tebakan benar, perceraian mereka didasari ketidakmampuan Priyo dalam berhubungan karena sejak percobaan pertama mereka, suaminya terkesan menghindar. Sejatinya Azmi sudah mau menerima apapun keadaan Priyo, tetapi suaminya memilih jalan perceraian.
“Ya Allah.. Hamba mengimani semua yang terjadi kepada hamba atas kehendak-Mu.” Batin Azmi.
Sampai dirumah, Azmi mengurung diri di kamar. Kedua orang tuanya memahami kesedihan Azmi, sehingga tidak berkomentar apapun. Sementara Egi yang ikut sedih berusaha tidak menunjukkan kesedihannya. Mungkin ia masih anak-anak, tetapi ia tahu sang kakak sangat terpukul saat ini karena ia tahu usaha apa yang dilakukan Azmi untuk memantaskan diri sebagai istri.
Budi: Non, kamu bisa istirahat besok! Bos Rudi memberikanmu izin extra.
Raika: Ceritalah kepada agar kamu lega.
Dino: Bagaimana keadaanmu?
Dari banyaknya pesan yang masuk, Azmi membalas mereka satu-persatu. Dan pesan dari Dino menarik perhatiannya. Laki-laki yang tidak banyak bicara dan terkesan dingin menanyakan keadaannya.
Azmi: Aku baik-baik saja, Kak.
Dino: Jangan memaksakan diri! Istirahatlah sampai besok.
Azmi: Terima kasih.
Dino: Jangan dengarkan apa kata orang! Yang penting adalah dirimu sendiri.
Azmi: Ya. Apakah Kakak mengasihaniku?
Dino: Tidak. Kamu wanita kuat.
Tanpa sadar Azmi mengulas senyum. Laki-laki kaku yang bahkan tidak mengobrol walau satu ruangan, menyemangatinya. Ada sisi lain yang baru Azmi tahu dari Dino.