cerita sampingan "Beginning and End", cerita dimulai dengan Kei dan Reina, pasangan berusia 19 tahun, yang menghabiskan waktu bersama di taman Grenery. Taman ini dipenuhi dengan pepohonan hijau dan bunga-bunga berwarna cerah, menciptakan suasana yang tenang namun penuh harapan. Momen ini sangat berarti bagi Kei, karena Reina baru saja menerima kabar bahwa dia akan pindah ke Osaka, jauh dari tempat mereka tinggal.
Saat mereka duduk di bangku taman, menikmati keindahan alam dan mengingat kenangan-kenangan indah yang telah mereka bagi, suasana tiba-tiba berubah. Pandangan mereka menjadi gelap, dan mereka dikelilingi oleh cahaya misterius berwarna ungu dan emas. Cahaya ini tampak hidup dan berbicara, membawa pesan yang tidak hanya akan mengubah hidup Kei dan Reina, tetapi juga menguji ikatan persahabatan mereka.
Pesan dari cahaya tersebut mungkin berkisar pada tema perubahan, perpisahan, dan harapan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raffa zahran dio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 : Terbakar nya Louyang
Setelah Kei dan Reina mengalahkan Lu Bu dalam pertempuran sengit di Hulao Gate, malam pun menyelimuti medan perang. Bulan purnama bersinar redup di antara awan gelap, menerangi hamparan tanah yang berlumuran darah. Bau anyir darah dan asap membumbung tinggi ke angkasa, menyelimuti udara dengan aroma kematian. Hulao Gate, gerbang menuju ibukota Luoyang, kini tampak seperti medan pembantaian. Bangkai prajurit berserakan di mana-mana, tubuh mereka terkapar tak bernyawa, tertusuk tombak, panah, atau pedang. Darah menggenang di tanah, membentuk sungai merah yang mengerikan. Asap membubung tinggi dari api unggun yang menyala di berbagai sudut, menjilati sisa-sisa pertempuran yang belum padam.
Di tengah keheningan malam, Ashura dan Ashinamaru, roh-roh yang bersemayam di dalam tubuh Kei dan Reina, memberikan rencana baru.
"Kei... bangunkan Lu Bu... segera..." ucap Ashura dengan suara berat di dalam tubuh Kei.
"Kenapa...?" tanya Kei agak sedikit tak percaya dengan perkataan Ashura. Suaranya datar, dingin, tapi ada setitik rasa peduli di baliknya.
"Buat Lu Bu bergabung dengan kalian dan jemput Luling Qi di dalam kastil Louyang..." ucap Ashura dari dalam tubuh Kei.
Reina yang mendengar itu langsung mengerutkan kening. "Hah? Kenapa kita harus membantu dia? Dia kan musuh kita!"
"Reina, dengarkan dulu," ucap Kei dengan nada tenang, meskipun ada sedikit keraguan dalam suaranya. "Ini adalah kesempatan untuk menghentikan Dong Zhuo dan menyelamatkan Luling Qi."
"Tapi bagaimana caranya? Lu Bu kan tiran! Dia tidak akan pernah mau bekerja sama dengan kita," jawab Reina, suaranya dipenuhi keraguan. Kecemasan tampak jelas di matanya, meskipun dia berusaha untuk tetap tegar.
"Kalian berdua kan tahu sejarah tentang peperangan Tiongkok. Katakan kepada Lu Bu bahwa dia hanya diperalat Dong Zhuo untuk mencapai tujuan jahatnya..." ucap Ashinamaru dari dalam tubuh Reina dengan suara lembut ala bidadari. "Sebentar lagi Dong Zhuo akan membakar Kastil Louyang dan ibu kota akan pindah ke kota Chang'an..." ucap Ashinamaru.
Kei mengangguk setuju. "Itu memang benar. Dong Zhuo memanfaatkan Lu Bu untuk mencapai ambisinya." Kei merasakan sedikit simpati terhadap Lu Bu, meskipun dia tahu bahwa Lu Bu adalah seorang tiran.
"Baiklah... akan ku coba..." ucap Kei dengan suara datar dan berjalan menuju Lu Bu yang terbaring tak berdaya. Reina pun berjalan di samping Kei, langkahnya ringan dan penuh semangat, meskipun masih dipenuhi keraguan.
Setelah tiba di depan Lu Bu, Kei dan Reina menjulurkan tangan mereka kepada Lu Bu.
"Lu Bu..." ucap Kei sambil menjulurkan tangan.
"Ayok berdiri... ada yang akan ku bicarakan..." ucap Reina dengan suara lembut dan menjulurkan tangan ke arah Lu Bu.
Lu Bu pun terbangun dan melihat Kei dan Reina. "Hah... apa maksud kalian!... aku belum kalah..." sorak Lu Bu tidak menerima kekalahannya dan diakhiri dengan batuk kecil. Wajahnya masih dipenuhi amarah, namun ada sedikit kelelahan di matanya.
"Jangan banyak bicara... berdirilah sekarang..." ucap Kei sambil menjulurkan tangan.
"Cih... kalian..." Lu Bu pun meraih tangan Kei dan Reina dan berdiri. "Apa yang mau kalian bicarakan, ha!" ucap Lu Bu dengan suara keras.
"Naiklah ke kudamu... kita akan pergi ke Kastil Louyang... segera!" ucap Reina dengan serius. "Di jalan menuju kastil, kita akan bicarakan..." ucap Reina dengan suara lembut namun agak serius.
"Merepotkan saja..." Lu Bu pun memanggil Red Hare-nya dengan siulan keras, dan Red Hare pun datang berlari dengan cepat dan gagah. Kei dan Reina juga sama seperti Lu Bu, mereka bertiga pun naik di atas kuda masing-masing dan melaju menuju Kastil Louyang.
Sepanjang perjalanan, tampak pertempuran yang masih berlanjut. Banyak mayat prajurit musuh dan sekutu terjatuh tak berdaya, terbaring di bawah langit malam yang suram. Reina pun membuka pembicaraan, "Lu Bu... sebentar lagi Dong Zhuo akan meninggalkan kalian di sini dan membakar Kastil Louyang dan pindah ke kota Chang'an..." ucap Reina sambil mengendarai kuda bidadarinya.
"Ha... apa maksud kau... aku tidak akan mudah percaya dengan musuh... kalau kau bohong... akan ku penggal kepala kalian berdua!" ucap Lu Bu dengan suara yang keras, melihat ke arah Reina sambil mengendarai Red Hare-nya. Ketidakpercayaan dan amarah masih terlihat jelas di wajah Lu Bu.
"Hah... tuan kau hanya diperalat sebagai mesin untuk mencapai tujuan jahatnya... dia hanya membodohi kau, Lu Bu..." ucap Kei dengan suara datar melihat ke arah depan sambil mengendarai kuda iblisnya. Kei merasakan sedikit simpati terhadap Lu Bu, meskipun dia tahu bahwa Lu Bu adalah seorang tiran.
Lu Bu pun terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Kei. "Menurutku benar... tapi tak mungkin Si monster itu akan memindahkan ibu kota ke Chang'an dengan situasi seperti ini," ucap Lu Bu, sedikit melunak karena keraguan yang menghantui pikirannya. Keraguan dan sedikit rasa takut mulai muncul di wajah Lu Bu.
Tiba-tiba, Kastil Louyang terbakar dengan sangat besar, menimbulkan api dan asap yang semakin menebal, sehingga menyebabkan desa-desa di kota Louyang juga ikut terbakar. Cahaya api membumbung tinggi, menerangi langit malam dengan warna merah menyala. Asap hitam membubung tinggi, menyelimuti seluruh kota dengan aroma yang menyesakkan.
Lu Bu terdiam, matanya terbelalak menatap Kastil Louyang yang terbakar. Api menjilati langit, menari-nari dengan liar, seperti iblis yang merayakan kemenangannya. Wajah Lu Bu yang tadinya dipenuhi amarah kini berubah pucat pasi, keringat dingin bercucuran di dahinya.
"Tidak... tidak mungkin... anakku, Luling Qi masih berada di dalam Kastil Louyang... dari mana kalian tahu akan terjadinya pembakaran ibu kota?" Lu Bu ketakutan, suaranya bergetar penuh kepanikan. Kekhawatiran yang mendalam melanda hatinya, membuatnya merasa putus asa. Wajahnya dipenuhi dengan kepanikan dan rasa takut yang mendalam.
"Nanti akan aku beri tahu sambil membicarakan rencana selanjutnya... sekarang, kita akan menjemput anakmu, Zhang Liao, dan Chen Gong..." ucap Reina kepada Lu Bu dengan sangat lembut, wajahnya sedikit serius. Reina mencoba untuk tetap tegar, meskipun hatinya dipenuhi rasa simpati terhadap Lu Bu.
"Hah... baiklah... terima kasih atas informasinya... tapi kenapa kalian juga membantu ku?" ucap Lu Bu sedikit waspada. Lu Bu masih ragu-ragu untuk percaya kepada Kei dan Reina.
"Akan aku beritahukan kepadamu sedikit informasi dan akan aku bicarakan semuanya setelah kita menyelamatkan anakmu dan para bawahanmu..." ucap Kei dengan nada suara yang datar. "Kami diberi perintah oleh dewa perang untuk menolongmu setelah mengalahkanmu dan membicarakan semua kebenaran sesuai dengan sejarah..." ucap Kei sambil melihat ke arah kota Louyang yang terbakar. Kei merasakan sedikit tanggung jawab untuk membantu Lu Bu, meskipun dia tahu bahwa Lu Bu adalah seorang tiran.
"Maksudnya... aku tak percaya dengan hal seperti itu... tapi... itu hanya sedikit informasi... beritahu aku setelah menyelamatkan anakku dan dua bawahan ku..." ujar Lu Bu sedikit tidak percaya dengan nada suara yang berat. Lu Bu masih ragu-ragu untuk percaya kepada Kei dan Reina.
"Kita akan menyelamatkan anakmu, Lu Bu. Percayalah pada kami," ucap Reina dengan suara lembut, mencoba menenangkan Lu Bu yang sedang dilanda kepanikan. Reina merasakan simpati terhadap Lu Bu dan ingin membantu menyelamatkan anak perempuannya.
Dengan semangat dan tekad untuk menyelamatkan orang-orang yang dicintainya, mereka melanjutkan perjalanan menuju Kastil Louyang yang kini terancam oleh api dan kehancuran. Dalam hati Lu Bu, harapan dan ketakutan berputar-putar, menunggu saat-saat yang menentukan.
"Kei, kau yakin ini adalah rencana yang tepat?" tanya Reina dengan sedikit ragu, meskipun dia mencoba untuk tetap optimis. Reina masih memiliki keraguan, tetapi dia ingin percaya kepada Kei.
"Aku tidak tahu pasti, Reina. Tapi kita harus mencoba," jawab Kei dengan nada datar, meskipun ada sedikit keraguan dalam suaranya. Kei juga memiliki keraguan, tetapi dia tahu bahwa mereka harus mencoba untuk menyelamatkan Luling Qi.
Mereka bertiga terus melaju menuju Kastil Louyang, diiringi oleh kobaran api yang semakin besar dan menjulang tinggi ke langit. Ketegangan dan ketidakpastian menyelimuti mereka, menghantui perjalanan mereka menuju medan pertempuran yang penuh bahaya.
"Lu Bu, apa kau masih ragu?" tanya Kei dengan nada datar, mencoba untuk memahami keraguan yang masih menghantui Lu Bu.
"Aku tidak tahu harus percaya kepada siapa lagi," jawab Lu Bu dengan suara yang berat, penuh keraguan. "Aku telah kehilangan segalanya. Aku tidak ingin kehilangan anakku juga." Lu Bu masih dipenuhi dengan rasa takut dan ketidakpercayaan.
"Kami akan membantumu, Lu Bu," ucap Reina dengan suara lembut, mencoba menenangkan Lu Bu. "Kami akan menyelamatkan Luling Qi." Reina mencoba untuk tetap optimis dan memberikan harapan kepada Lu Bu.
"Aku harap kau benar, Reina," jawab Lu Bu dengan suara yang sedikit lebih tenang. Lu Bu masih ragu-ragu, tetapi dia berharap bahwa Reina benar.
Mereka bertiga terus melaju, diiringi oleh kobaran api yang semakin besar dan menjulang tinggi ke langit. Ketegangan dan ketidakpastian menyelimuti mereka, menghantui perjalanan mereka menuju medan pertempuran yang penuh bahaya.