NovelToon NovelToon
Di Antara Sepasang Kembar

Di Antara Sepasang Kembar

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Murni
Popularitas:472
Nilai: 5
Nama Author: HniHndyni

Cinta, sebuah anugerah yang tak selalu mudah didapatkan. Apalagi ketika harus memilih di antara dua hati yang begitu dekat, dua jiwa yang begitu mirip. Kisah mengharukan tentang cinta, pengorbanan, dan pencarian jati diri di tengah pusaran emosi yang membingungkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HniHndyni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kekhawatiran Kanaya

Kanaya terkesiap, langkahnya terhenti di ambang pintu. Anya, yang biasanya ceria dan bersemangat, terbaring lemah di sofa, wajahnya pucat pasi. Selimut tebal membungkus tubuhnya yang kurus.

"Anya...?" Kanaya berbisik, suaranya bergetar.

Migo, yang sedang duduk di samping Anya, menoleh. Wajahnya tampak lelah, namun ada setitik kelegaan di matanya.

"Kanaya? Kau sudah pulang," kata Migo, suaranya lembut.

Kanaya menghampiri Anya, duduk di sisi lain sofa. Ia meraih tangan Anya, merasakan betapa dinginnya kulit gadis itu.

"Ada apa dengan Anya? Dia sakit?" tanya Kanaya, suaranya dipenuhi kekhawatiran.

Migo mengangguk pelan. "Dia terkena demam berdarah. Untungnya, sekarang sudah membaik."

"Demam berdarah?" Kanaya mengerutkan kening. "Kok bisa? Aku tidak tahu apa-apa."

"Ponselnya mati karena baterai habis," jawab Migo, menjelaskan kejadian beberapa hari lalu. "Jadi, dia tidak bisa menghubungi siapapun."

Kanaya terdiam, merasa bersalah. Ia seharusnya lebih perhatian kepada Anya.

"Aku... aku merasa bersalah," kata Kanaya, suaranya lirih. "Aku seharusnya lebih memperhatikannya."

Migo tersenyum tipis. "Tidak apa-apa, Kanaya. Yang penting sekarang Anya sudah membaik."

Raka datang membawa segelas teh hangat. Ia memberikannya kepada Kanaya.

"Minumlah dulu, Kanaya," kata Raka, suaranya ramah.

Kanaya menerima teh itu, matanya berkaca-kaca. Ia menyesap teh hangat itu perlahan, sambil memandang Anya yang tertidur lelap.

"Terima kasih," kata Kanaya, suaranya masih bergetar. "Aku sangat lega Anya sudah baik-baik saja."

Suasana hening sejenak, hanya suara dentingan sendok teh yang memecah kesunyian. Kejadian ini menyatukan mereka, mengajarkan arti penting perhatian dan kebersamaan.Mereka saling memandang, sebuah ikatan persahabatan yang semakin kuat terjalin di antara mereka.

Migo menghela napas, lalu menceritakan kembali kejadian beberapa hari yang lalu, mulai dari hujan deras yang membuat mereka terlambat pulang, hingga Anya yang tiba-tiba pingsan di perjalanan. Ia menceritakan detail bagaimana paniknya saat itu, bagaimana ia menggendong Anya yang lemah dan dingin, perjalanan menegangkan menuju rumah sakit, dan menunggu dengan cemas di ruang tunggu IGD. Ia juga menceritakan bagaimana lega rasanya saat dokter menyatakan kondisi Anya sudah stabil.

Kanaya mendengarkan dengan seksama, sesekali matanya berkaca-kaca. Ia membayangkan betapa menegangkannya situasi tersebut. Setelah Migo selesai bercerita, ia berkata, "Aku tidak bisa membayangkan betapa takutnya kau saat itu, Migo. Untunglah semuanya sudah beres."

"Ya," sahut Migo, "Untungnya Anya kuat. Dan juga berkat bantuan Raka yang langsung datang setelah aku menghubunginya."

Raka mengangguk, "Aku langsung bergegas ke rumah sakit begitu Migo menghubungiku. Aku sangat khawatir."

Kanaya tersenyum, "Kalian berdua benar-benar hebat. Terima kasih sudah menjaga Anya."

"Sama-sama," jawab Migo dan Raka bersamaan.

Suasana kembali hening sejenak, diselingi hanya dengan suara napas Anya yang teratur.mereka saling memandang, sebuah ikatan persahabatan yang semakin kuat terjalin di antara mereka. Kejadian ini mengajarkan mereka arti penting kebersamaan dan saling mendukung satu sama lain. Mereka menyadari betapa berharganya persahabatan dan betapa pentingnya saling memperhatikan. Kejadian ini menjadi pengingat akan pentingnya komunikasi dan saling menjaga di antara mereka.

Kanaya menggenggam erat tangan Migo, air matanya masih membasahi pipi. "Aku sangat takut kehilanganmu, Migo," bisiknya, suaranya bergetar. "Saat kau menceritakan kejadian itu, aku merasa seperti jantungku mau copot."

Migo membalas genggaman tangan Kanaya, menariknya lebih dekat. "Aku juga takut kehilanganmu, Sayang," katanya, suaranya lembut. "Melihat Anya seperti itu... itu mengingatkan betapa rapuhnya hidup ini." Ia mencium lembut kening Kanaya.

Raka tersenyum melihat interaksi mesra mereka, lalu berkata, "Eh eh, jangan bermesraan terus dong. Anya masih butuh perawatan, lho." Ia bercanda, mencoba mencairkan suasana yang sedikit haru.

Kanaya tertawa kecil, menyeka air matanya. "Benar juga. Aku harus lebih memperhatikan Anya."

Migo mengangguk. "Kita harus memastikan Anya benar-benar pulih. Kita akan bergantian menjaganya."

"Aku setuju," kata Kanaya. "Kita akan menjadi tim terbaik untuk Anya." Ia melirik Anya yang masih tertidur pulas. "Dan untuk satu sama lain, tentu saja." Ia kembali menggenggam tangan Migo, merasakan kehangatan dan kenyamanan di tengah situasi yang sempat menegangkan.

Raka, yang mengamati mereka bertiga, merasa lega. Kejadian ini telah membuat ikatan persahabatan dan kasih sayang di antara mereka semakin kuat. Peristiwa itu menjadi pengingat akan pentingnya saling menjaga dan menghargai, baik sebagai sahabat maupun sebagai pasangan.Mereka tahu,kehidupan penuh dengan ketidakpastian,namun bersama-sama, mereka bisa melewati semuanya.

Beberapa hari kemudian, Anya sudah jauh lebih baik. Ia sudah bisa duduk dan bercanda dengan Kanaya dan Raka. Migo sibuk mengurus administrasi rumah sakit, sesekali ia melirik ke arah mereka bertiga. Senyum tipis terukir di wajahnya.

Anya, yang sudah pulih, menatap Migo dan Kanaya bergantian. "Kalian berdua... cocok sekali," katanya, suaranya sedikit menggoda.

Kanaya tersipu, menunduk malu. Migo hanya tersenyum, mengangguk setuju.

"Eh, jangan gombal-gombal di sini," potong Raka, menghindari tatapan mesra Migo dan Kanaya. "Kita harus merencanakan pesta kecil untuk merayakan kesembuhan Anya."

"Ide bagus!" seru Kanaya, mendukung usul Raka. "Kita bisa makan-makan di restoran favorit Anya."

"Setuju!" sahut Anya, matanya berbinar. "Aku mau makan banyak!"

Migo tertawa. "Tentu saja, Sayang. Kau bisa makan sebanyak yang kau mau." Ia mengusap lembut rambut Kanaya.

Raka menambahkan, "Kita juga bisa mengajak teman-teman kita yang lain. Supaya lebih meriah."

"Bagus sekali ide kalian!" kata Anya. "Setelah ini, aku ingin kembali kuliah dan menjalani hidupku seperti biasa. Aku bersyukur sekali karena kalian semua ada untukku."

Mereka berempat pun mulai berdiskusi tentang rencana pesta kecil tersebut, suasana penuh dengan canda dan tawa. Kejadian beberapa hari lalu telah memperkuat ikatan persahabatan dan kasih sayang di antara mereka. Mereka menyadari bahwa kehidupan memang penuh tantangan, tetapi dengan adanya dukungan dan kebersamaan, mereka bisa melewati semuanya dengan lebih mudah.Malam itu, di rumah sakit yang biasanya identik dengan kesedihan,terasa penuh dengan kehangatan dan kebahagiaan.

Beberapa minggu setelah pesta kecil merayakan kesembuhan Anya, kedekatan Anya dan Raka memang terlihat semakin nyata. Mereka sering terlihat bersama, baik di kampus maupun di luar kampus. Migo dan Kanaya mengamati hal ini dengan perasaan yang sedikit rumit.

Suatu sore, saat Migo dan Kanaya sedang berdua, Kanaya memecah kesunyian. "Aku merasa sedikit tidak nyaman melihat Anya dan Raka," katanya, suaranya pelan.

Migo mengangguk. "Aku juga. Tapi, kita harus menghormati perasaan mereka."

"Tapi... aku khawatir," lanjut Kanaya. "Anya baru saja putus dari Damar, mungkin ia butuh teman dekat. Tapi, aku takut Raka akan terluka jika Anya hanya menganggapnya sebagai teman."

Migo mengusap lembut tangan Kanaya. "Kita tidak bisa memaksa perasaan seseorang, Sayang. Yang bisa kita lakukan adalah mendukung mereka dan memastikan mereka bahagia, dengan cara mereka sendiri."

"Tapi bagaimana jika Anya hanya memanfaatkan Raka?" tanya Kanaya, suaranya dipenuhi kekhawatiran.

Migo tersenyum. "Kita percayakan saja kepada mereka. Kita hanya bisa menjadi teman dan tempat bercerita jika mereka membutuhkannya. Lagipula, kita juga harus fokus pada hubungan kita sendiri."

Kanaya mengangguk, merasakan ketenangan setelah mendengar kata-kata Migo. Ia menyadari bahwa kekhawatirannya memang beralasan, tetapi ia juga harus mempercayai Anya dan Raka. Mereka bertiga adalah sahabat, dan ia percaya bahwa mereka akan selalu saling mendukung, meskipun ada perasaan yang rumit di antara mereka. Mereka sepakat untuk tetap menjadi teman yang baik bagi Anya dan Raka,memberikan dukungan tanpa menghakimi.Mereka percaya bahwa waktu akan menjawab semuanya.

1
Jiwa Samudera
Karyanya lumayan bagus
HniHndyni: THANKYOu
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!