Ini kisah Riana , gadis muda yang memiliki kekasih bernama Nathan . Dan mereka sudah menjalin hubungan cukup lama , dan ingin melangkah ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan .
Namun kejadian tak terduga pun terjadi , Riana memelihat Nathan sedang bermesraan dengan teman masa kecilnya sendiri. Riana yang marah pun memutuskan untuk pergi ke salah satu klub yang ada di kotanya .Naasnya ada salah satu pengunjung yang tertarik hanya dengan melihat Riana dan memberikannya obat perangsang dalam minumannya .
Dan Riana yang tidak tahu apa-apa pun meminum minuman itu dan membuatnya hilang kendali atas tubuhnya. Dan saat laki - laki tadi yang memasukan obat akan beraksi , tiba-tiba ada seorang pria dewasa yang menolongnya. Namun sayangnya obat yang di kasi memiliki dosis yang tinggi sehingga harus membuat Riana dan laki - laki yang menolongnya itu terkena imbasnya .
Dan saat sudah sadar , betapa terkejutnya Riana saat tahu kalau laki-laki yang menidurinya adalah calon ayah mertuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rodiah Karpiah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh
Setelah pertemuan menegangkan yang terjadi di keluarga Rania tadi , kini Rania berada di depan rumahnya untuk mengantarkan Bagaskara pulang.
" Kenapa bapak harus berterus terang sekarang juga ? Bukannya saya bilang kalau kedatangan bapak kesini hanya untuk memberitahukan kepada orang tua saya kalau hubungan saya dan anak bapak sudah kandas! " Ucap Rania yang tidak bisa menahan kekesalannya , ia tahu kalau Bagaskara tidak salah.
Namun , ia belum siap jika memberitahukan orang tuanya saat ini . Hatinya belum siap , menerima tatapan kekecewaan dari kedua orang tuanya itu . Apalagi jika kak Rendra tahu kalau dia hamil sebelum menikah , pasti kakaknya itu akan memarahinya habis-habisan.
Bagaskara berdiri tegak di samping mobilnya, menatap Rania yang berdiri dengan ekspresi kesal. Ia tahu gadis itu sedang berjuang dengan emosinya, tetapi tidak ada penyesalan di wajahnya.
"Aku tidak pernah setuju dengan rencana awalmu, Rania," jawabnya tenang. "Aku datang ke sini untuk bertanggung jawab, bukan untuk menyembunyikan kebenaran." Ucapnya pelan namun menusuk.
Rania mengepalkan tangannya, menahan dorongan untuk berteriak. "Tapi aku belum siap!" ucapnya lirih, matanya memerah menahan tangis. "Aku belum siap menerima tatapan kecewa dari mereka… dari Kak Rendra…"
Bagaskara menghela napas panjang. Ia menyelipkan kedua tangannya ke dalam saku celana, mencoba bersikap lebih sabar. "Cepat atau lambat, mereka akan tahu. Apakah kau pikir menundanya akan membuat semuanya lebih mudah?" ucap Bagaskara yang selalu tajam pada Rania.
Rania menggigit bibirnya, menunduk. "Aku hanya… aku hanya ingin sedikit waktu…" ucapnya dengan terbata , Rania harus mengakui kalau saat ini ia terintimidasi oleh tatapan yang di layangkan oleh Bagaskara.
Bagaskara menatapnya, kali ini dengan lebih lembut. "Rania, aku tahu ini sulit untukmu. Tapi semakin lama kau menunda, semakin menyakitkan bagi semua orang." ucapnya dengan pelan , ia sadar kalau saat ini Rania takut padanya.
Rania yang mendengar itu pun menutup matanya, menarik napas panjang sebelum akhirnya membuka mata dan menatap Bagaskara. "Lalu bagaimana dengan Nathan? Apa bapak akan langsung memberitahunya juga?" tanya Rania sambil menatap kembali ke arah Bagaskara.
Dan Bagaskara pun terdiam sejenak, lalu mengangguk mantap. "Ya. Aku tidak akan membiarkan dia mengetahuinya dari orang lain." ucapnya dengan tenang.
Rania merasa perutnya mual. Ia tidak bisa membayangkan reaksi Nathan ketika mengetahui kebenaran ini. Bagaimana pria itu akan menghadapi kenyataan bahwa ayah angkatnya adalah ayah dari anak yang dulu pernah mereka impikan bersama?
Bagaskara membuka pintu mobilnya, tetapi sebelum masuk, ia menatap Rania dalam-dalam. "Kita akan melewati ini bersama. Aku janji." ucap Bagaskara dengan yakin , dan Rania yang mendengar itu pun hanya bisa menganggukan kepalanya.
Dan setelah itu Bagaskara langsung masuk kedalam mobilnya dan Rania hanya bisa memandang kepergiannya.
***
Setelah melihat kepergian mobil Bagaskara , Rania menghela napas panjang sebelum akhirnya melangkah masuk kembali ke dalam rumah. Perasaannya masih bergejolak, tetapi ia tahu bahwa tidak mungkin lagi menghindar. Begitu ia menutup pintu, tatapan tajam Pak Rudi langsung menyambutnya.
"Duduk," perintahnya dengan suara berat.
Rania menurut, duduk di sofa dengan punggung tegang. Bu Ani duduk di sampingnya, sementara Pak Rudi tetap berdiri, menyilangkan tangan di dadanya.
"Jelaskan," ucapnya, menahan emosi. "Kenapa bisa seperti ini?" ucap pak Rudi menuntut penjelasan dari anak perempuannya itu.
Rania menundukkan kepala, jari-jarinya saling meremas di pangkuannya. "Pak… Aku…" Ia menggigit bibir, berusaha merangkai kata. "Semua ini terjadi begitu saja… Aku tidak pernah berniat membuat kalian kecewa…" ucapnya dengan terbata .
Pak Rudi mengepalkan tangan, matanya berkilat marah. "Terjadi begitu saja?!" suaranya meninggi. "Rania, kamu bukan anak kecil! Hal seperti ini tidak bisa hanya terjadi begitu saja!" ucap pak Rudi yang kesal dengan jawaban anaknya itu.
Bu Ani menempelkan telapak tangannya ke dada suaminya, mencoba menenangkannya. "Mas, tenanglah dulu…" ucapnya pada suaminya itu.
"Tidak bisa, Ani!" bentak Pak Rudi. "Anak kita hamil di luar nikah! Apa aku harus bersikap tenang?!" ucap pak Rudi yang sudah kepalang emosi.
Rania menggigit bibirnya lebih keras, berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh.
"Apa kamu masih berhubungan dengan Nathan selama ini?" tanya Pak Rudi, suaranya lebih rendah, tetapi tetap tajam.
Rania langsung menggeleng. "Tidak, Pak. Aku dan Nathan sudah benar-benar berpisah sejak lama." ucapnya pelan namun dapat di dengar oleh orang tuanya.
Pak Rudi menatapnya tajam, seolah mencoba menilai apakah putrinya berkata jujur atau tidak.
"Lalu kenapa bisa dengan Bagaskara?" lanjutnya. "Kenapa pria itu? Bagaimana bisa kau…" Ia menarik napas tajam, seolah kesulitan mengucapkan kata-kata berikutnya.
Rania menelan ludah, meremas jemarinya lebih erat. "Aku juga tidak tahu bagaimana semua ini bisa terjadi, Pak…" suaranya lirih, nyaris bergetar. "Saat aku bertemu dengannya, aku dalam kondisi yang… rapuh. Saat itu aku memergoki Nathan tengah selingkuh dengan sahabat kecilnya , dan aku gelap mata dan masuk ke salah satu klub yang ada di sana , dan...." Ucap Rania menjelaskan semua yang terjadi saat itu.
Bu Ani mengusap punggung putrinya, tatapannya penuh iba.
Pak Rudi menggelengkan kepala dengan ekspresi marah dan kecewa. "Jadi, karena kau terluka, kau malah memilih berhubungan dengan pria yang dua kali lebih tua darimu? Yang notabene adalah ayah angkat mantan pacarmu sendiri?" Ucapnya yang tidak mau mendengar penjelasan Rania , baginya yang ia tahu sekarang adalah kebenarannya.
Kata-kata itu menusuk dada Rania seperti sembilu.
"Aku tidak merencanakan ini, Pak…" bisiknya lemah. "Tapi aku akan bertanggung jawab atas semuanya yang aku lakukan ! " ucap Rania yang berusaha terlihat tegar oleh orang tuanya.
Pak Rudi mengembuskan napas panjang, lalu menatap istrinya. "Kamu lihat, kan, Ani? Aku sudah bilang sejak awal, membiarkan Rania pergi dari rumah di malam hari dan tanpa pengawasan hanya akan membawa masalah!"
Bu Ani terdiam, tidak tahu harus berkata apa.
"Dan sekarang?" lanjut Pak Rudi, menatap putrinya dengan mata penuh penilaian. "Kau benar-benar yakin ingin menikah dengan pria itu? " tanya pak Rudi lagi yang menanyakan kesiapan anaknya.
Rania mengangkat wajahnya perlahan. "Pak… Aku tahu semua ini sulit diterima, tapi Pak Bagaskara mau bertanggung jawab. Dia tidak lari, dan dia berjanji akan menjagaku." ucapnya menjawab pertanyaan bapaknya tenang.
Pak Rudi mendengus. "Aku tidak peduli dia mau bertanggung jawab atau tidak. Yang aku pedulikan adalah kebahagiaanmu! Kau pikir aku bisa tenang menikahkan putriku dengan pria yang tidak aku kenal baik? Yang hanya aku tahu adalah seorang pebisnis yang tidak pernah memikirkan hal lain selain uang?"ucapnya dengan tajam namun penuh kasih , Rania tidak bisa tidak terkejut setelah mendengar perkataan ayahnya itu.
"Pak, dia bukan seperti itu…" ucapnya dengan sabar.
Pak Rudi menatapnya tajam. "Aku tidak butuh kata-kata, Rania. Aku butuh bukti." ucapnya lagi.
Suasana kembali hening, hanya terdengar napas berat Pak Rudi.
"Apa Kak Rendra sudah tahu?" tanya Bu Ani tiba-tiba.
Dada Rania mencelos. Ia belum siap menghadapi kakaknya.
"Belum," jawabnya pelan.
Pak Rudi mendengus. "Bagus. Sebelum dia tahu, pastikan semua ini sudah jelas. Aku tidak ingin ada drama tambahan." ucapnya lagi .
Dan Rania hanya bisa menundukkan kepalanya. "Baik, Pak."ucapnya yang hanya bisa pasrah untuk saat ini.
Pak Rudi mengusap wajahnya dengan lelah, lalu menatap istrinya. "Kita akan mengatur pernikahan ini. Tapi aku tetap pada pendirianku. Jika Bagaskara tidak bisa membuktikan dirinya pantas, aku tidak akan ragu membawa Rania kembali ke rumah ini." ucapnya lagi . Dan Bu Ani pun hanya menganggukkan kepalanya , meski masih terlihat ragu.
Sementara itu, Rania hanya bisa duduk diam, merasa semua ini semakin nyata. Ia akan menikah dengan Bagaskara. Dan dalam waktu dekat, ia harus menghadapi Kak Rendra dan Nathan. Hatinya berdebar keras. Apakah ia benar-benar siap menjalani semua ini ?
.
.
Bersambung....
Dimohon untuk tidak menjadi silent reader ya , aku menunggu keritik dan saran dari kalian 🤭🤗😍