NovelToon NovelToon
Dulu Guruku, Sekarang Istriku

Dulu Guruku, Sekarang Istriku

Status: tamat
Genre:Tamat / Berondong / Nikahmuda / Cintamanis / Crazy Rich/Konglomerat / Beda Usia / Romansa
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Grace caroline

'GURUKU ISTRIKU, SURGA DUNIAKU, DAN BIDADARI HATIKU.'

***

Dia adalah gurunya, dia adalah muridnya. Sebuah cinta terlarang yang berakar di antara halaman-halaman buku teks dan derap langkah di koridor sekolah. Empat tahun lebih mereka menyembunyikan cinta yang tak seharusnya, berjuang melawan segala rintangan yang ada. Namun, takdir, dengan segala kejutannya, mempertemukan mereka di pelaminan. Apa yang terjadi selanjutnya? Petualangan cinta mereka yang penuh risiko dan janji baru saja dimulai...

--- INI ADALAH SEASON 2 DARI NOVEL GURUKU ADALAH PACARKU ---

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1. Malam Pertama

Kaesang dan Tyas kini sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Setelah pesta resepsi selesai, semua anggota keluarga inti termasuk pasangan pengantin baru menaiki mobil yang telah disiapkan menuju hotel yang telah ditetapkan untuk kumpul-kumpul dan makan malam.

Di dalam mobil mereka, Kaesang dan Tyas masih saling bergandengan tangan. Keduanya sudah berganti pakaian yang lebih santai, meskipun tidak mengurangi aura mereka sebagai pengantin baru.

Tyas menyandarkan kepalanya dengan manja di bahu Kaesang.

"Dear, aku masih nggak nyangka loh kalo kita sekarang sudah menikah. Aku... bahagia banget. Rasanya seperti mimpi. Makasih ya sudah hadir di hidupku," ucap Kaesang tiba-tiba.

Bibir Tyas mengembang membentuk senyuman ceria, matanya terangkat menatap Kaesang yang tengah menatap lurus ke depan.

"Aku juga nggak nyangka. Rasanya secepat ini. Ehm, Yang, nanti...kita tidurnya di mana? Di hotel yang kita tuju ini juga?" tanya Tyas. Entahlah tiba-tiba ia merasa gugup.

Mengingat ia dan Kaesang yang sudah menikah dan tengah menuju hotel pikiran Tyas langsung tertuju ke berbagai kemungkinan. Ia malu sendiri, tapi juga bahagia.

"Kenapa? Kamu mau kita langsung unb0xing, Dear?" tanya Kaesang, terkesan frontal.

Tentu Tyas tersipu mendengar ucapan frontal Kaesang. Ia tidak bisa menutupi wajahnya yang memerah seperti tomat.

"Kamu ah. Malu tau, jangan di bahas di sini!" seru Tyas. Ia malu luar biasa karena di depan masih ada supir yang bisa saja mendengar percakapan mereka. Tidak ada pembatas di dalam mobil ini.

Kaesang tertawa. "Iya Dear. Ehm, kamu laper nggak? Tadi di resepsi kamu nggak makan apapun loh, cuma makan jajanan aja," kata Kaesang.

Saat di resepsi tadi, Kaesang sudah makan banyak mengingat ia sudah sangat lapar. Tapi Tyas hanya makan jajanan saja, di minta makan makanan berat Tyas malah menolak.

"Aku nggak laper Yang. Aku masih kenyang, nanti aja."

Masih ingat betul Kaesang jawaban Tyas itu.

"Aku nggak laper Yang. Masih kenyang, rasanya pernikahan ini buat aku nggak laper, semua rasa laperku udah di pending buat besok," ucap Tyas bercanda. Lalu tertawa setelahnya.

Kaesang geleng-geleng kepala mendengar ucapan Tyas. "Kamu ada-ada aja deh. Tapi nanti di hotel kamu makan ya, aku nggak mau kamu sakit. Nanti di sana itu kata papa kita bakal kumpul-kumpul keluarga dan makan. Papa dah siapin semuanya," ujar Kaesang.

Ia ingat di mana papanya sempat mengatakan padanya soal agenda setelah pernikahan.

Ia lupa sebagian dari agenda itu, tapi sebagian lagi dia ingat. Terlebih soal...

Tak lama tibalah mereka di sebuah hotel mewah dan berkelas bernama Heaven Moon Hotel. Mobil yang mereka naiki berhenti di depan pintu masuk hotel.

Kaesang dan Tyas turun, bersamaan dengan keluarga mereka yang lain yang juga turun lalu masuk secara beriringan ke dalam hotel itu.

Di dalam mereka di sambut oleh banyaknya karyawan hotel yang berdiri berjajar di depan pintu masuk. Mereka tersenyum ramah lalu merentangkan tangan menuntun Kaesang dan rombongannya menuju ruangan khusus yang sudah disiapkan.

Di dalam private room itu, Kaesang dan keluarga besarnya berkumpul di sekitar meja panjang berbalut taplak putih.

"Ini... benar-benar mewah!" batin Tyas, menatap sekeliling tempatnya berada.

Tak lama, beberapa karyawan hotel berdatangan, masing-masing membawa nampan berisi hidangan. Dengan cekatan, mereka meletakkan piring-piring itu di atas meja, lalu membuka dan menata dengan rapi.

Setelah tugas mereka selesai, para karyawan itu beranjak pergi, meninggalkan keluarga Kaesang untuk menikmati hidangan yang telah disiapkan.

"Kae, Tyas, semuanya, di makan yuk. Mumpung masih anget," kata Indra memulai.

Ia membuka piringnya, mengambil satu centong nasi dan beberapa lauk lalu meletakkannya di atas piringnya.

Kaesang dan yang lainnya pun melakukan hal yang sama, termasuk Tyas. Mereka masing-masing mengambil makanan dan mulai menyantapnya dengan lahap.

Kaesang menoleh ke Tyas, senyumnya mengembang saat melihat butiran nasi menempel di sudut bibir Tyas. Dengan lembut, ia mengulurkan tangannya, membersihkan butiran nasi itu dengan ibu jari.

"Lucu banget sih istri aku, makan aja belepotan," ucap Kaesang.

Pipi Tyas langsung merona merah melihat perlakuan Kaesang. Meskipun hanya sederhana, tapi kesederhanaan itulah yang membuat semuanya menjadi manis.

"Makasih Yang," kata Tyas, malu-malu.

Semua mata tertuju kepada mereka. Senyum-senyum sendiri, merasa lucu melihat Kaesang dan Tyas yang malu-malu.

"Kak Kae, nanti kakak sama kakak ipar tidurnya sekamar ya?" tanya Lingga tiba-tiba.

Tyas sedikit terkejut mendengar Lingga memanggilnya kakak ipar. Sedikit malu, tapi senang juga.

"Iya lah, udah sah kok. Kalo tidur sendiri-sendiri ntar dikiranya marahan lagi. Ya nggak Dear?" tanya Kaesang, menoleh ke Tyas.

Tyas hanya mengangguk, tanpa berucap.

"Kamu kenapa malu-malu sih, Yas? Santai aja, ini hari kamu dan Kaesang. Spesial buat kalian berdua," ucap Zora, setelah di lihatnya Tyas hanya diam karena merasa malu.

Tyas mengangguk, meskipun masih merasa malu. "I-iya Ma," jawabnya.

Dengan sedikit grogi ia memanggil Zora mama. Ya, panggilan yang seharusnya setelah ia dan Kaesang menikah.

"Kae, untuk malam ini kamu dan Tyas tidur di hotel ini ya. Tadi papa dan mama dah siapin sesuatu khusus buat kalian," kata papa Kaesang.

Kaesang mengerutkan keningnya. Menaruh sendok yang di pegangnya di atas piring. "Apa? Kalian jangan macam-macam ya! Nanti diem-diem kalian masang camera lagi buat ngintipin kami," tuduh Kaesang.

Ia merasa sedikit curiga.

"Heh, kamu ya! Mulai berani sekarang! Papa sama mama nggak mungkin lah sampe ngelakuin hal kayak gitu. Ngintipin anak sendiri, kayak nggak punya kerjaan aja!" ujar Indra, nada bicaranya sedikit ketus. Ia kembali melanjutkan makannya, tampak sedikit tergesa.

Tyas menyadari raut wajah kesal dari papa mertuanya. Ia lalu menyentuh lengan Kaesang. "Jangan gitu Yang, nggak baik," tegur Tyas.

Kaesang menoleh. "Cuma bercanda Dear," ucapnya.

"Ehm, Yas, ibu dan ayahmu mana? Kok nggak ikut makan juga? Mereka udah pulang?" tanya Zora, setelah selesai menelan makanannya.

Tyas meletakkan sendok yang di pegangnya di atas piring, menoleh ke mama mertuanya. "Udah Ma. Tadi katanya capek, mau langsung istirahat," jawabnya.

Zora hanya mengangguk sebagai jawaban. Setelahnya suasana hening kembali. Mereka masing-masing menikmati makanan mereka, tanpa ada yang saling bicara.

Sampai akhirnya Zora yang menyadari keheningan itu segera berucap, "Ehm, Kae...kamu dan Tyas kan udah menikah ya. Kamu masih ingat kan soal janji kamu sebulan yang lalu?" tanyanya.

Sebenarnya ia merasa ragu harus menanyakannya langsung kepada Kaesang. Tapi untuk segera tahu jawaban Kaesang, maka ia segera menanyakannya.

Kaesang menelan makanannya, menoleh ke mamanya. "Masih kok. Mama mau tau jawaban aku kan?" tanya Kaesang.

Zora mengangguk cepat. Kaesang kembali bicara, "Karena Tyas dan demi Tyas aku akan maafin mama dan akan tinggal lagi di rumah untuk sementara waktu," ucapnya.

Tyas menoleh ke Kaesang. Mengerutkan keningnya. "Kok demi aku Yang? Harusnya kamu memaafkan mama kamu dari hati dong. Karena kamu sudah ikhlas memaafkan dan melupakan kesalahan mama kamu. Kalo karena aku kan berarti kamu belum sepenuh hati memaafkan," katanya.

Benar apa yang Tyas katakan. Jika Kaesang melakukannya demi Tyas berarti belum sepenuh hati kan memaafkannya? Pikir Zora.

Kaesang mengerti apa yang Tyas katakan. Ia mengangguk, lalu meraih tangan Tyas yang tergeletak di atas meja dan menggenggamnya erat.

"Aku ngerti apa yang kamu maksud Dear. Tapi kamu salah kalo kamu ngira aku belum ikhlas. Aku udah memaafkan dan melupakan kesalahan Mama dengan sepenuh hati, kok. Nggak mau terus tersiksa dengan semua ini, Dear, aku mau melepaskannya perlahan-lahan," ucap Kaesang jujur.

"Terus kenapa tadi kamu bilang karena aku dan demi aku?" tanya Tyas, alisnya bertaut.

"Itu karena aku mau membuka hatiku lagi dan memaafkan mama karena kamu, Dear. Aku ingat kata-kata kamu beberapa tahun lalu waktu aku jujur soal masalahku. Kamu bikin aku sadar Dear kalo semua masalah itu perlu di lupakan dan di maafkan. Aku perlahan mengerti dan berusaha melupakannya," jawab Kaesang.

Senyum manis mengembang di bibirnya, tertuju pada Tyas yang membalas dengan senyum serupa. Lega rasanya jika karena dirinya Kaesang mau memaafkan mamanya. Walau ia sendiri sudah lupa apa yang Kaesang maksud tadi, saking lamanya.

"Kalian lagi ngomongin apa sih? Kesalahan apa, kok aku nggak di kasih tau?" tanya Lingga bingung.

Sedari tadi ia hanya diam, tidak paham dengan arah pembicaraan mereka. Ia hanya duduk dan menyimak, sampai ketika ia tidak sabar lagi ia segera bertanya.

"Ini urusan orang yang udah menikah. Kamu yang masih sekolah nggak usah ikut campur. Diem aja!" seru Kaesang, suaranya meninggi.

Lingga mendengus kesal. "Halah, mentang-mentang dah nikah jadi makin ngelunjak kakak! Au ah gelap!" Ia melanjutkan makannya, tak menghiraukan tawa keluarganya yang mulai menggema mendengar kekesalannya.

"Jadi kamu udah maafin Mama kan Kae?" tanya Zora lagi.

Kaesang mengangguk, senyum tipisnya merekah. "Iya mamaku sayang, aku udah maafin mama," jawabnya, suaranya lembut.

Zora tersenyum lebar, hatinya berbunga-bunga. Seolah-olah sebuah beban berat terangkat dari dadanya. Itu tandanya, Kaesang benar-benar memaafkannya.

"Akhirnya, makasih ya Kae, Yas! Kalian benar-benar membuat mama lega sekarang. Mama nggak sabar nunggu kalian pulang ke rumah dan nemenin mama. Mama sendirian loh di rumah," ucap Zora, matanya berbinar-binar. Bahagianya nggak ketulungan!

Tyas ikut tersenyum. "Besok kita temenin ya Ma," kata Tyas.

Zora mengangguk senang. "Iya, sayang. Mama tunggu kalian di rumah ya," jawabnya.

Suasana makan malam semakin hangat dan penuh canda tawa. Kaesang dan Tyas terlihat sangat bahagia sebagai pasangan suami istri baru. Keluarga mereka pun ikut merasakan kebahagiaan mereka.

Setelah makan malam selesai, Kaesang dan Tyas di antarkan beberapa karyawan hotel menuju kamar yang sudah disiapkan oleh orang tua Kaesang.

"Aku mau mandi dulu, Dear. Kamu mau ikut?" tanya Kaesang sambil tersenyum nakal.

Tyas langsung tersipu mendengar pertanyaan Kaesang. "Ish, kamu ini! Jangan ngelantur," jawabnya sambil memukul pelan lengan Kaesang.

Kaesang tertawa. "Bercanda, Dear. Aku serius mau mandi, kamu mau ikut?" tanyanya lagi.

Tyas menggeleng. "Enggak, males aku, mau langsung istirahat aja. Toh juga badanku masih bersih, kamu aja yang mandi," jawabnya.

Kaesang mengangguk. "Oke, aku mandi dulu ya. Nanti aku samperin kamu kalau sudah selesai," ucapnya.

Tyas mengangguk. Kaesang pun beranjak menuju kamar mandi. Tyas sendiri memilih untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjang yang empuk. Ia memejamkan matanya sejenak, menikmati kelelahan yang menyergapnya.

Tak lama kemudian, Kaesang keluar dari kamar mandi. Ia sudah berganti pakaian dengan piyama yang nyaman. Ia menghampiri Tyas yang masih rebahan di atas kasur.

"Kamu capek, Dear? Udah tidur aja, aku juga mau istirahat," kata Kaesang sambil mendekat ke Tyas. Ia membaringkan tubuhnya di samping Tyas, lalu menarik selimut menutupi tubuh keduanya.

"Aku masih nggak percaya kalo kita udah menikah, Yang," ucap Tyas, suaranya sedikit berbisik. Ia masih merasa seperti mimpi.

"Iya, aku juga. Rasanya baru kemarin kita pacaran," jawab Kaesang.

"Aku senang bisa jadi istri kamu, Yang," kata Tyas dengan lembut.

"Aku juga senang bisa jadi suami kamu, Dear. Aku janji akan selalu menjagamu dan membuatmu bahagia," jawab Kaesang.

Senyum merekah di wajah Tyas, memancarkan kebahagiaan yang teramat dalam. "Thank you my husband. I love you," ucap Tyas, memeluk erat tubuh Kaesang.

Keheningan menyelimuti mereka, hanya detak jantung mereka yang terdengar saling berirama. Tyas merasakan tangan Kaesang merayap ke pinggangnya, sentvhan lembut yang membuatnya merinding.

"Kamu cantik, Dear," bisik Kaesang, suaranya serak dan mengg0da.

Tyas tersipu, matanya terpejam erat. Ia merasakan napas hangat Kaesang membelai pipinya, membuat tubuhnya terasa panas.

"Aku... aku masih gugup, Yang," lirih Tyas, suaranya nyaris tak terdengar.

"Gugup kenapa, Dear?" tanya Kaesang, senyum nakalnya terukir di bibir.

"Aku... aku belum pernah..." Tyas terdiam, tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Wajahnya memerah seperti tomat, membuat Kaesang tertawa pelan.

"Nggak apa-apa, Dear. Kita bisa pelan-pelan. Aku akan sabar menunggu sampai kamu siap," ucap Kaesang, men-ci-um kening Tyas dengan lembut.

Tyas mengangguk, matanya masih terpejam. Ia merasakan tangan Kaesang melepaskan ikatan bajunya, sentuhan lembut yang membuatnya gemetar.

"Kamu cantik, Dear. Sangat cantik," bisik Kaesang, suaranya serak dan penuh gai-rah.

Tyas membuka matanya, menatap wajah Kaesang yang tampak penuh keinginan. Ia merasakan jantungnya berdebar kencang, tubuhnya bergetar menahan rasa gugup dan sedikit takut.

"Aku... aku siap, Yang," lirih Tyas, suaranya nyaris tak terdengar.

Senyum lebar terukir di wajah Kaesang. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Tyas, matanya menatap dalam ke mata Tyas.

"This is our day, Dear. Our day," bisik Kaesang, sebelum bibirnya menyentvh bibir Tyas dengan lembut.

Sentuhan lembut itu memicu aliran listrik yang mengalir di seluruh tubuh Tyas. Ia merasakan tubuhnya melemah, terhanyut dalam kehangatan ciu-man Kaesang.

"Yang... huufftt..." Tyas terengah-engah, napasnya terengah-engah saat Kaesang melepaskan civmannya.

"Aku apa, Dear?" tanya Kaesang, matanya berkilauan penuh gai-rah.

"Yang... Aku..." Tyas terdiam, tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Wajahnya memerah, menandakan perasaannya yang campur aduk.

Kaesang terkekeh pelan. "Kamu gugup, Dear?" tanyanya, jari-jarinya menelusuri pipi Tyas

dengan lembut.

Tyas mengangguk, matanya menatap dalam ke mata Kaesang. Ia merasa takut, tapi juga tertarik. Ia ingin mengetahui lebih jauh tentang dunia baru yang telah mereka masuki bersama.

Bersambung ...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!