"Seharusnya aku tahu, kalau sejak awal kamu hanya menganggap pernikahan ini hanya pernikahan kontrak tanpa ada rasa didalamnya. Lalu kenapa harus ada benihmu didalam rahimku?"
Indira tidak pernah mengira, bahwa pada suatu hari dia akan mendapatkan lamaran perjodohan, untuk menikah dengan pria yang bernama Juno Bastian. Indira yang memang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Juno, langsung setuju menikah dengan lelaki itu. Akan tetapi, tidak dengan Juno yang sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Indira. Dia mengubah pernikahan itu menjadi pernikahan kontrak dengan memaksa Indira menandatangani surat persetujuan perceraian untuk dua tahun kemudian.
Dua tahun berlalu, Indira dinyatakan positif hamil dan dia berharap dengan kehamilannya ini, akan membuat Juno urung bercerai dengannya. Namun takdir berkata lain, ketika kehadiran masa lalu Juno yang juga sedang hamil anaknya, sudah mengubah segalanya.
Apa yang akan terjadi pada rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Pengakuan Juno
...☘️☘️☘️...
Beberapa menit sebelumnya, Juno datang ke taman hiburan sendiri. Setelah dia memerintahkan asisten dan sekretarisnya untuk mengurus beberapa pekerjaan yang mendesak sebelum ia pulang ke Jakarta.
Juno melihat putranya bersama dengan Dikta, tapi tidak ada Indira di sana. Juno pun mendekati putranya dan tersenyum hangat padanya.
"Hai nak!"
"Papa? Kenapa papa disini?" reaksi yang ditunjukkan oleh Devan berbeda sekali dengan reaksinya kemarin. Devan terkesan dingin dan cuek pada Juno.
"Lah? Kok kamu nanyanya gitu sih. Kita kan udah janji mau main bareng hari ini, tapi kenapa kamu ninggalin papa? Tadi papa ke rumah, kamunya nggak ada!" cetus Juno seraya mengelus kepala putranya. Devan langsung menepis tangan Juno dan menghindarinya.
'Kenapa Devan bersikap berbeda dengan sebelumnya? Apa aku sudah berbuat kesalahan?' tanya Juno dalam hatinya. Sebab, dia dapat merasakan perbedaan sikap Devan kemarin dan hari ini kepadanya.
"Aku nggak mau jalan-jalan sama papa, mending jalan-jalan sama Om dokter sama mama aja!" kata Devan ketus dan jelas, Juno merasa ada yang salah.
"Loh? Kenapa gitu nak? Kan Papa mau jalan-jalan sama Devan, kita belum pernah jalan-jalan bareng."
"Nggak usah deh Pa, mending papah main sama nenek cihil itu!"
"Nenek sihir? Siapa?"
"Nggak tahu! Datang-datang dia langsung marahin Devan sama mama. Nih papa lihat sendiri, pipi sama dagu Devan jadi luka gara-gara nenek sihir itu!" adu anak laki-laki itu seraya menunjukkan pipi dan dagunya yang tergores dan memperlihatkan warna merah.
"Siapa sayang? Siapa yang berani nyakitin Devan sama mama Devan?" tanya Juno dengan emosi, saat mendengar pengaduan dari putranya. Bahwa ada nenek sihir yang mengganggunya dan mengganggu Indira.
"Nggak tahu namanya! Tapi dia jahat, pokoknya nenek sihir!" ketus Devan kesal.
Lantas, Juno pun melihat ke arah Dikta yang tadi diam saja. Dikta yang paham dengan arti lirikan Juno, langsung berbicara.
"Istri anda yang datang."
Deg!
Mendengar kata istri yang dimaksud oleh Dikta, kontan saja kedua mata Juno melebar. 'Istri? Apa maksudnya Sheila?'
"Kemana mama kamu, Sayang?" tanya Juno pada Devan.
"Nggak tahu, tadi kecana!" seru Devan sambil menunjuk ke arah belakang restoran. Karena terakhir kali dia melihat mamanya dan wanita itu pergi ke arah sana.
"Saya titip anak saya," ucap Juno pada Dikta, walaupun sebenarnya dia enggan untuk menitipkan Devan pada pria ini. Pria yang jelas-jelas menunjukkan dia memiliki tujuan lain, berdekatan dengan Indira dan Devan.
"Tanpa anda suruh, saya akan selalu menjaga Devan."
Tadinya Juno ingin membalas ucapan Dikta padanya, tapi dia tahu bahwa ujung-ujungnya mereka akan berdebat. Maka dari itu, Juno pun pergi dari sana untuk menyusul Indira dan Sheila terlebih dahulu.
Tak lama kemudian, Juno sampai dibelakang restoran dan dia melihat sebuah pemandangan yang mencengangkan. Dimana Sheila benar-benar ada di sana dan dia baru saja menampar juga mendorong Indira sampai jatuh.
Wanita lembut yang selama ini ia kenal, bisa melakukan hal sekasar ini. Sungguh, dia tidak menyangka. Tapi, jika dia mengingat-ingat perlakuan Sheila saat emosi kepada Viola, dia jadi berasumsi sendiri bahwa sifat asli Sheila memang tempramental.
"Sheila! Apa-apaan kamu? Kenapa kamu pukul dan dorong Indira? Dan... kenapa juga kamu bisa ada di sini?" ucap Juno setelah dia membantu istri pertamanya untuk berdiri.
"A-aku...kesini karena aku kangen sama kamu, sayang. Makanya aku nyusulin kamu."
"Tapi darimana kamu tahu aku ada disini? Kamu bahkan nemuin Indira dan Devan?" cecar Juno dengan emosi, karena apa yang dikatakan oleh Sheila tidak masuk akal. Bisa-bisanya wanita itu tahu letak persis keberadaannya di sini.
"Terus kenapa kamu nggak bilang sama aku soal wanita kampung ini dan anaknya yang masih hidup? Apa aku bukan istri kamu? Sampai-sampai kamu menyembunyikan hal ini dari aku?" ucap Sheila yang mengalihkan pertanyaan Juno. Tatapannya tak akan menghakimi Juno dan Indira di sana.
"Jangan bicara yang nggak-nggak Shei. Kamu tahu benar, kalau aku berusaha menghubungi kamu selama di sini dan kamu di Bali. Tapi, udah satupun telepon dari aku yang kamu angkat kan? Kamu cuma hubungi aku saat kamu minta uang," kata Juno dengan ketus, tajam, yang tajamnya sampai menghunus ke dalam hati Sheila. Karena memang apa yang dikatakan Juno adalah fakta.
Indira menangkap sesuatu dari percakapan mereka berdua, bahwa intinya, rumah tangga mereka berdua tidak seharmonis saat mereka berselingkuh dulu.
"Aku memang kehabisan uang. Tapi itu bukan intinya sekarang. Kamu harus jelasin sama aku, tentang wanita kampung ini dan anak haramnya itu!"
Baik Indira maupun Juno tersentak kaget mendengar perkataan Sheila yang telah lancang mengatakan, Devan sebagai anak haram. Indira emosi, ingin kali dia memberikan pelajaran pada bibir Sheila. Akan tetapi, dia akan membalas Sheila dengan lembut.
"Astaghfirullah Mbak, tega sekali Mbak mengatakan itu kepada anak saya. Saya tidak masalah kalau mbak menghina saya, tapi tidak dengan menghina anak saya Mbak. Anak saya bukan anak haram," ucap Indira dengan terisak. Matanya terlihat berkaca-kaca, yang membuat Juno merasa bersalah.
"Hey! Diem kamu wanita ular. Barusan kamu bentak bentak aku, narik tangan aku. Sekarang berlagak menangis kamu hah!" sentak Sheila dengan emosi, dia berdecih dan tak percaya kalau Indira jago akting.
"Shei cukup! Devan bukan anak haram. Dia anak aku dan Indira yang masih berada dalam status pernikahan. Jangan pernah kamu berani menghina darah daging aku!" ujar Juno yang ternyata membela Indira dan Devan. Sheila sampai tidak percaya karena Juno yang selalu membelanya, sekarang malah membela Indira dan anaknya.
"Juno, kamu keterlaluan! Gimana bisa kamu membela wanita kampung ini dan anaknya!" ujar Sheila tak terima.
"Apa salah jika aku membela anak aku dan wanita yang masih berstatus sebagai istriku?" pengakuan Juno tentang status pernikahannya dan Indira, membuat Sheila dan Indira tercengang.
'Mas Juno... mengakui aku yang masih istrinya?' batin Indira tak percaya. Jika dulu, dia sama sekali tidak pernah mendapatkan pengakuan dari Juno yang selalu membahas kontrak pernikahan. Tapi sekarang, didepan Sheila, istrinya yang lain...pria itu mengakuinya sebagai istri.
"Sayang! Dia nggak mungkin masih istri kamu! Aku istri kamu satu-satunya dan Viola anak kamu satu-satunya!" teriak Sheila marah, disertai dengan air mata yang mengalir membasahi wajahnya.
Sorot mata Juno menggelap, dia pun berkata tegas. "Kamu harus terima, ini faktanya. Indira masih istri aku, karena aku tidak pernah menceraikan dia dan tidak akan pernah menceraikannya."
Indira melotot ke arah Juno, saat Juno mengatakan TIDAK AKAN PERNAH MENCERAIKAN DIRINYA.
****
penyesalan mu lagi otw juno