NovelToon NovelToon
Mengejar Cinta CEO Duda

Mengejar Cinta CEO Duda

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Diam-Diam Cinta
Popularitas:7.2k
Nilai: 5
Nama Author: triani

Alya, gadis miskin yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di salah satu universitas harus bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya tertarik saat menerima tawaran menjadi seorang baby sister dengan gaji yang menurutnya cukup besar. Tapi hal yang tidak terduga, ternyata ia akan menjadi baby sister seorang anak 6 tahun dari CEO terkenal. kerumitan pun mulai terjadi saat sang CEO memberinya tawaran untuk menjadi pasangannya di depan publik. Bagaimanakah kisah cinta mereka? Apa kerumitan itu akan segera berlalu atau akan semakin rumit saat mantan istri sang CEO kembali?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19, acara pesta

Malam itu, Alya berdiri di depan cermin besar di kamarnya, memandangi dirinya sendiri dengan canggung. Gaun biru tua yang ia kenakan memeluk tubuhnya dengan pas, menonjolkan keanggunannya yang sederhana. Rambutnya yang biasanya ia biarkan tergerai kini dikerli ringan di beberapa bagian, sementara sebagian lainnya disanggul sederhana di belakang. Riasan wajahnya tipis, hanya menonjolkan mata dan senyumnya yang lembut. Ia merasa asing melihat bayangannya sendiri.

“Yah, ini hanya untuk satu malam,” gumamnya pada diri sendiri. “Setelah ini, aku bisa kembali menjadi Alya yang biasa.”

Tara yang sudah siap dengan gaun merah mudanya membuka pintu kamar Alya dengan semangat. “Alya! Wah, cantik sekali! Kamu kelihatan seperti putri sungguhan!” seru Tara dengan mata berbinar.

Alya terkekeh dan meraih tangan Tara. “Kamu juga terlihat seperti putri kecil. Ayo, kita pergi sebelum terlambat.”

Ketika mereka turun ke ruang tamu, Aditya sedang berdiri di dekat sofa, mengenakan setelan jas hitam yang rapi. Ia tengah memeriksa jam tangannya dengan ekspresi serius, tetapi begitu pandangannya jatuh pada Alya, waktu seakan berhenti.

Aditya memandang Alya tanpa berkedip. Wajahnya tetap tenang, tetapi di dalam hatinya, ia terkejut. Wanita yang biasanya ia kenal sederhana dan penuh semangat itu kini tampak begitu anggun dan dewasa. Ia terpaksa memalingkan pandangan ketika Alya menatapnya.

“Maaf, kami agak lama bersiap,” kata Alya sambil tersenyum canggung.

Aditya membersihkan tenggorokannya, mencoba menutupi kecanggungan. “Tidak masalah. Kita masih punya waktu.”

Tara, yang menyadari tatapan ayahnya, menarik tangan Alya sambil tersenyum jahil. “Papa, Alya cantik, kan?”

Aditya terbatuk pelan. “Tara, jangan bicara sembarangan.”

Alya hanya tertawa kecil, sementara Tara melirik ayahnya dengan ekspresi puas.

---

Acara perusahaan berlangsung di ballroom hotel mewah dengan lampu kristal menggantung di langit-langit. Musik klasik mengalun lembut di latar belakang, dan para tamu berdandan formal, bercakap-cakap dalam kelompok-kelompok kecil.

Ketika Aditya, Alya, dan Tara masuk ke dalam ruangan, semua mata langsung tertuju pada mereka. Aditya dengan karismanya yang dingin, Tara yang lucu dengan gaun merah mudanya, dan Alya yang tampak seperti bagian dari keluarga sempurna itu meski ia merasa sangat gugup.

“Semua orang menatap kita,” bisik Alya pelan pada Aditya.

Aditya meliriknya sekilas. “Itu hal biasa. Tetap tenang dan jangan lakukan sesuatu yang mencurigakan.”

Alya mendengus kecil. “Terima kasih atas dukungannya, Pak Aditya.”

Tara, yang tidak peduli dengan suasana tegang itu, menggenggam tangan Alya dan Aditya. “Ayo, kita jalan-jalan! Tara ingin lihat makanan enaknya!”

Aditya mengangguk. “Baiklah. Kita juga harus menyapa beberapa kolega.”

---

Di salah satu meja, seorang pria paruh baya dengan jas abu-abu menghampiri mereka. “Aditya! Akhirnya kau bawa keluargamu ke acara seperti ini. Tara semakin cantik saja,” katanya sambil menunduk pada Tara, lalu menatap Alya. “Dan ini pasti istrimu.”

Alya hampir tersedak, tetapi Aditya segera merespons dengan tenang, meski ada jeda kecil sebelum ia berbicara. “Iya, ini Alya. Dia membantu saya merawat Tara.”

Pria itu tertawa. “Ah, aku mengerti. Tapi kalian bertiga terlihat seperti keluarga harmonis. Bagus sekali.”

Setelah pria itu pergi, Alya menatap Aditya dengan alis terangkat. “Aku tidak tahu aku punya peran baru malam ini,” bisiknya dengan nada setengah bercanda.

Aditya mendesah pelan. “Hanya untuk malam ini. Jangan dibesar-besarkan.”

Tara, yang mendengar percakapan mereka, menatap Alya dengan senyum lebar. “Kak Alya, kamu cocok jadi mama Tara! Bagaimana kalau aku panggil mama saja? kayaknya ide bagus."

Alya hampir tersedak mendengar ucapan Tara, "Tara, jangan bicara sembarangan."

"Tapi boleh kan ayah?" tanya Tara sedikit merengek.

Aditya memalingkan wajah untuk menyembunyikan rasa malunya, sementara Alya hanya tertawa kecil, mencoba mengabaikan ketegangan yang terasa.

---

Di penghujung malam, Aditya diminta untuk memberikan pidato. Ia berdiri di depan mikrofon dengan Tara di sebelahnya. Alya berdiri sedikit di belakang, tetapi Tara menarik tangannya, memaksanya untuk maju.

Aditya, yang biasanya penuh percaya diri, merasa aneh memiliki Alya di sisinya. “Terima kasih atas kehadiran Anda semua,” katanya sambil sesekali melirik Alya yang mencoba terlihat tenang.

Acara hampir mencapai puncaknya ketika tamu-tamu mulai berkerumun di sekitar Aditya, memuji pidatonya yang penuh wibawa. Alya berdiri di samping Tara, mencoba menjaga diri tetap tenang di tengah sorotan yang seolah-olah tidak pernah berhenti mengarah pada keluarga kecil itu. Namun, suasana berubah ketika seorang wanita anggun dengan gaun hitam mewah melangkah masuk ke dalam ballroom.

Semua mata tertuju padanya. Wajahnya cantik dengan senyum penuh percaya diri, tetapi ada aura dingin yang memancar darinya. Nadia, mantan istri Aditya, hadir dengan pesonanya yang memukau tetapi membawa ketegangan yang langsung terasa di udara.

Aditya terdiam sejenak begitu melihatnya. Ia tidak menduga Nadia akan muncul, terlebih di acara yang sangat penting ini. “Apa yang dia lakukan di sini?” gumamnya pelan.

Alya, yang menyadari perubahan ekspresi Aditya, mendekatkan diri pada Tara. “Kamu baik-baik saja?” bisiknya.

Tara memegang erat tangan Alya, sedikit gugup. “Itu Mama...” katanya pelan.

---

Nadia akhirnya mendekati mereka, menyapa Aditya dengan suara lembut namun sarat dengan nada mengejek. “Aditya, sudah lama sekali. Aku hampir lupa bagaimana penampilanmu di luar kantor.”

Aditya tetap tenang meski jelas terlihat bahwa ia merasa tidak nyaman. “Nadia. Apa yang membawamu ke sini?”

Nadia hanya tersenyum sambil melirik Alya. “Oh, aku hanya penasaran. Banyak sekali yang membicarakan ‘keluarga sempurnamu’ ini. Aku harus melihatnya dengan mata kepala sendiri.”

Tatapannya berhenti pada Alya. “Dan kamu pasti Alya. Pengasuh Tara, bukan? Atau ada peran lain yang lebih penting?”

Alya, yang sudah terbiasa dengan komentar sinis dari orang-orang tertentu, hanya tersenyum. “Betul sekali. Nama saya Alya. Saya senang akhirnya bisa bertemu dengan Ibu Nadia. Tara sering bercerita tentang Ibu.”

Jawaban itu membuat Nadia sedikit terkejut. Ia tidak menyangka Alya akan tetap tenang. Dengan nada yang lebih tajam, ia berkata, “Kamu cukup percaya diri, ya? Tapi aku penasaran, apa kamu tahu betapa beratnya menjadi bagian dari kehidupan ini? Hidup di bawah sorotan publik tidak semudah yang kamu bayangkan.”

Alya menatap Nadia dengan senyuman lembut, tetapi sorot matanya penuh ketegasan. “Saya yakin itu. Tapi yang lebih penting bagi saya adalah bagaimana membuat Tara bahagia dan merasa dicintai. Selama dia tersenyum, itu sudah cukup untuk saya.”

---

Kerumunan di sekitar mereka mulai terdiam, memperhatikan percakapan tersebut. Beberapa orang mulai berbisik-bisik, dan Aditya akhirnya angkat bicara.

“Nadia, aku rasa ini bukan tempat yang tepat untuk diskusi seperti ini,” katanya dengan nada dingin.

Namun, Nadia tidak menyerah. “Aku hanya ingin memastikan bahwa Tara tidak dipengaruhi oleh seseorang yang tidak tahu apa-apa tentang keluarga ini.”

Alya tetap tenang. Ia melirik Tara yang mulai gelisah, lalu berkata dengan suara pelan namun tegas, “Tara adalah anak yang luar biasa. Dia cerdas, penuh rasa ingin tahu, dan memiliki hati yang besar. Jika saya bisa sedikit saja membuatnya merasa nyaman di tengah semua tekanan ini, itu sudah menjadi kehormatan untuk saya.”

Nadia mendengus kecil, tetapi kerumunan yang mendengar perkataan Alya mulai bertepuk tangan kecil sebagai tanda dukungan. Beberapa bahkan tersenyum ke arah Alya, mengagumi cara elegannya menangani situasi.

---

Aditya, yang selama ini hanya diam dan mengamati, akhirnya melangkah maju. “Cukup, Nadia,” katanya dengan nada tegas. “Alya ada di sini karena dia membuat Tara bahagia. Itu lebih dari apa yang pernah kau lakukan untuk anak kita selama bertahun-tahun.”

Nadia tersentak mendengar kata-kata itu. Untuk pertama kalinya, ia kehilangan kontrol. “Kau tidak tahu apa-apa tentang apa yang telah kulakukan!”

“Tara tahu,” potong Aditya dengan tatapan tajam. “Dan itu sudah cukup.”

Alya yang tidak ingin situasi semakin buruk, segera menggenggam tangan Tara. “Tara, ayo kita lihat makanan penutupnya. Aku dengar ada es krim favoritmu.”

Tara mengangguk dan mengikuti Alya, meninggalkan Aditya dan Nadia yang masih terjebak dalam ketegangan.

---

Setelah acara berakhir, Aditya mendekati Alya yang tengah membantu Tara mengenakan jaketnya. “Terima kasih,” katanya pelan.

Alya menoleh, sedikit terkejut. “Untuk apa?”

“Untuk tetap tenang. Untuk Tara. Dan... untuk menghadapi Nadia dengan cara yang bahkan aku sendiri tidak bisa lakukan,” jawab Aditya dengan nada tulus.

Alya tersenyum kecil. “Itu bukan apa-apa. Yang penting Tara tidak merasa terganggu.”

Aditya menatap Alya sejenak, lalu berdehem, kembali ke sikap dinginnya. “Besok kita akan membicarakan beberapa hal. Istirahatlah malam ini.”

Alya mengangguk, sementara di dalam hatinya, ia tidak bisa mengabaikan rasa hangat yang muncul dari perhatian kecil Aditya. Di sisi lain, Aditya menyadari bahwa ia mulai melihat Alya sebagai lebih dari sekadar pengasuh Tara—dan itu membuat pikirannya semakin rumit.

Aditya dan Alya saling pandang di dalam mobil. Alya membuka pembicaraan dengan nada bercanda. “Malam ini menarik. Aku tidak tahu harus berterima kasih atau mengeluh.”

Aditya hanya mengangguk pelan. “Kau berhasil melewati ini dengan baik.”

Alya tersenyum kecil, merasa aneh mendengar pujian darinya. Tara yang duduk di tengah langsung memeluk Alya. “Tara senang sekali! Kamu mama Tara yang paling hebat."

Aditya diam, menatap anaknya yang terlihat begitu menyayangi Alya. Untuk pertama kalinya, ia merasa keputusan malam itu bukan hanya demi citranya, tetapi juga demi Tara—dan mungkin, tanpa ia sadari, demi Alya juga.

Bersambung

Happy reading

1
yuning
aku ikutan menghangat
yuning
waalaikumsalam,sama sama Thor
Nursina
seru lanjutkan
Entin Fatkurina
so aweet
Tri Ani: makacihhhhhh
total 1 replies
yuning
calon istri idaman
yuning
menjadikan Alya istrimu solusinya
SRI JARWATI
Mama alya ....uuh pasti happy banget si tara , mwmiliki mama pengganti yg lpsmuh kasih sayang
SRI JARWATI
Semengat Tara , kamu memang anak yg cerdas.
SRI JARWATI
Bagus banget ceritanya, aqu suka
SRI JARWATI
Dasar manusia es , nyebelin
SRI JARWATI
Jangan menyerah alya , kamu pasti bisa mencairkan manusia dingin itu , semangat
SRI JARWATI
Terus semangat alya
SRI JARWATI
Semangat alya , kamu bisa
SRI JARWATI
Tuan CEO nya dingin banget ya , iihh serem
SRI JARWATI
Ceritanya bagus , selalu bikin penasaran dan menambah wawasan bagi yg belum berpengalaman
SRI JARWATI
Bagus banget cara merayunya /Good/
yuning
sarangheo
yuning
Alya calon ibu dari anak anak kamu
yuning
mulai jatuh hati
Entin Fatkurina
mulai ada getar getar ini.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!