NovelToon NovelToon
Menikahi Tunangan Impoten

Menikahi Tunangan Impoten

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Beda Dunia / Cinta Seiring Waktu / Pelakor jahat
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: rose.rossie

Nayla, seorang gadis sederhana dengan mimpi besar, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis setelah menerima lamaran dari Arga, seorang pria tampan dan sukses namun dikelilingi rumor miring—katanya, ia impoten. Di tengah desakan keluarganya untuk menerima lamaran itu demi masa depan yang lebih baik, Nayla terjebak dalam pernikahan yang dipenuhi misteri dan tanda tanya.

Awalnya, Nayla merasa takut dan canggung. Bagaimana mungkin ia menjalani hidup dengan pria yang dikabarkan tak mampu menjadi suami seutuhnya? Namun, Arga ternyata berbeda dari bayangannya. Di balik sikap dinginnya, ia menyimpan luka masa lalu yang perlahan terbuka di hadapan Nayla.

Saat cinta mulai tumbuh di antara mereka, Nayla menyadari bahwa rumor hanyalah sebagian kecil dari kebenaran. Tetapi, ketika masa lalu Arga kembali menghantui mereka dalam wujud seseorang yang membawa rahasia besar, Nayla dihadapkan pada pilihan sulit, bertahan di pernikahan ini atau meninggalkan sang suami.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rose.rossie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19

Arga menatap isi amplop itu dengan raut wajah yang sulit diterjemahkan—antara takut, marah, dan frustasi. Tangan Nayla mencubit lengannya, membuat pria itu tersentak.

“Arga, apa isinya?” tanya Nayla dengan nada tegas, matanya penuh kekhawatiran.

Arga tidak segera menjawab. Ia hanya menyerahkan amplop itu ke tangan Nayla, lalu berdiri sambil memegangi pelipisnya. “Kita harus pergi,” gumamnya lagi.

Nayla menatap amplop itu dengan ragu, lalu menarik napas panjang sebelum mengintip isinya. Sebuah foto besar—Arga duduk di sofa, jelas diambil diam-diam, dengan seorang wanita berpakaian mencolok duduk di sampingnya. Yang membuat Nayla merinding adalah coretan besar di foto itu, “Bukti pertama. Tunggu bukti selanjutnya.”

“Ini... foto editan, kan?” Nayla mencoba mengelak, meski dalam hati ia merasa semakin waspada.

“Bukan itu masalahnya.” Arga menunjuk foto itu dengan ekspresi gelisah. “Lihat siapa wanita itu.”

Nayla memperhatikan lebih dekat. Rambut pirang, bibir merah menyala, senyum miring yang familier. Matanya membelalak. “Clara?!”

“Dan itu bukan tempat yang aku ingat pernah datangi,” tambah Arga sambil menggigit kuku jarinya, kebiasaan yang jarang sekali ia lakukan.

“Bagaimana bisa?” Nayla mulai merasa kesal. “Apa dia punya kembaran? Atau kemampuan teleportasi?”

“Yang aku tahu, Clara sangat ahli dalam memutarbalikkan fakta. Dan sekarang, dia sedang memainkan kartu terakhirnya,” jawab Arga dengan getir.

“Jadi, sekarang apa? Kita melapor polisi? Atau panggil tukang ojek buat kabur?” Nayla melemparkan ide absurd karena otaknya sudah mulai kelelahan.

Arga meliriknya dengan sedikit senyum tipis. “Aku suka semangat improvisasimu, tapi ini lebih rumit dari itu.”

Keesokan harinya, rumor buruk sudah mulai beredar. Seorang teman lama Nayla, Tika, menelepon dengan nada nyinyir.

“Nay, aku cuma mau memastikan aja... Itu gosip yang di grup alumni tentang Arga, bener nggak sih?”

Nayla mendekatkan ponsel ke telinga. “Gosip apa?”

“Yah, katanya...” Suara Tika tiba-tiba menurun seperti berbisik, “...Arga itu sebenarnya nggak bisa... kamu tahu lah. Itu alasan kalian belum punya anak, kan?”

Nayla tersedak ludahnya sendiri. “Tika! Apa-apaan sih!?”

“Aku cuma penasaran, jangan marah dong. Soalnya, gosip ini katanya dari sumber terpercaya,” Tika menambahkan, jelas menikmati momen itu.

Nayla merasa darahnya mendidih. Tapi alih-alih marah, ia mengambil napas panjang. “Sumber terpercaya? Clara?”

“Uh... iya, tapi jangan bilang aku yang bilang, ya!” Tika tertawa kecil sebelum menutup telepon.

Setelah panggilan itu berakhir, Nayla menghadap Arga yang sedang duduk dengan wajah murung di sofa. “Kabar baik, suamiku tercinta. Sekarang semua orang mengira kamu impoten.”

Arga memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam, lalu membuka matanya. “Kamu mau bantu aku bela diri, atau tambahin gosipnya?”

“Bela diri gimana?” Nayla meletakkan tangan di pinggul. “Mau bikin konferensi pers sambil bilang, ‘Halo, dunia! Aku masih berfungsi normal!’?”

“Yah, kalau itu berhasil membungkam Clara, kenapa tidak?” Arga menjawab sambil mengangkat bahu, nada sarkastis.

---

Malam itu, saat Nayla mencoba mencari solusi, ponselnya kembali berbunyi. Pesan dari nomor tak dikenal, “Waktumu hampir habis. Bukti kedua sedang dalam perjalanan.”

Nayla menelan ludah, lalu menunjukkan pesan itu kepada Arga. “Aku rasa ini bukan cuma soal gosip. Clara benar-benar berusaha menghancurkan kita.”

Arga membaca pesan itu, rahangnya mengeras. “Baiklah. Kalau dia mau main seperti ini, aku juga bisa. Kita nggak akan kabur. Kita lawan.”

“Lawan? Dengan apa? Amplop kosong?” Nayla menatapnya tak percaya.

“Dengan otak kita,” jawab Arga serius.

Ketukan keras di pintu memotong percakapan mereka. Arga dan Nayla saling menatap dengan cemas.

“Bukti kedua,” gumam Nayla pelan.

Arga berjalan menuju pintu, namun sebelum ia membukanya, suara dari luar terdengar. Suara yang dingin, tajam, dan penuh ancaman.

“Kalian siap kehilangan semuanya?”

Arga menghentikan tangannya di gagang pintu, sementara Nayla berdiri kaku di tempatnya. Apa pun yang ada di balik pintu itu, mereka tahu, bukan kabar baik.

Arga menarik napas panjang, menempelkan telinganya ke pintu seperti detektif amatir. “Apa kita buka pintunya, atau langsung lompat dari jendela?” bisiknya ke Nayla, yang masih memegang ponsel erat-erat.

“Kalau lompat dari jendela, pastikan kamu duluan. Aku nggak mau pingsan di tengah jalan karena ketimpa kamu,” jawab Nayla, setengah serius, setengah bercanda, meski jantungnya berdegup kencang.

Ketukan di pintu terdengar lagi, lebih keras kali ini. “Buka, Arga. Jangan membuatku menunggu,” suara itu terdengar semakin tegas.

“Clara,” gumam Arga dengan nada getir, mengenali suara itu.

Nayla memutar bola matanya. “Oh bagus. Dia datang tanpa undangan. Harusnya aku siapkan karpet merah.”

“Diam,” Arga mendesis, menatapnya tajam. Namun Nayla bisa melihat bahwa tangan Arga sedikit gemetar saat memutar gagang pintu.

Ketika pintu terbuka, Clara berdiri di sana dengan senyum yang terlalu manis untuk seseorang yang baru saja menyebarkan rumor busuk. Di tangannya, sebuah kotak kecil berwarna hitam. “Permisi, aku harap aku tidak mengganggu,” katanya dengan nada penuh kepalsuan.

Nayla menyeringai kecil. “Tidak mengganggu? Clara, kamu ini seperti lalat yang nggak pernah tahu kapan harus pergi.”

“Sayang sekali, Nayla,” Clara menimpali dengan senyum simpul. “Aku bukan lalat. Aku lebih seperti... lebah. Dan lebah, kau tahu, bisa menyengat kapan saja.”

“Jadi, mau apa kamu?” potong Arga, tidak ingin memperpanjang percakapan. “Kalau cuma datang untuk menyindir, aku punya hal yang lebih penting untuk dilakukan.”

Clara mengangkat kotak hitam itu. “Aku datang membawa hadiah. Atau lebih tepatnya, kebenaran.”

“Kalau ini video ulang tahunmu yang lama, aku nggak tertarik,” ujar Nayla, lipatannya di alis semakin dalam.

Clara terkekeh pelan, lalu membuka kotak itu. Isinya adalah flash drive kecil. “Ini, Nayla, adalah bukti kedua. Dan aku yakin kau akan sangat tertarik melihat isinya.”

Nayla melirik Arga. “Kamu bawa laptop, nggak? Atau kita harus cari warnet?”

“Nayla, serius,” Arga mengingatkan, meski wajahnya tampak tegang.

Clara tersenyum puas, lalu menyerahkan flash drive itu ke Nayla. “Aku tunggu reaksimu. Tapi sebelum itu, aku punya kabar baik untukmu.”

Nayla mendengus. “Kabar baik? Dari kamu? Rasanya sama aja kayak ular bilang dia punya hadiah.”

“Kabar baiknya,” Clara melanjutkan, tanpa terganggu, “rumor tentang impotensi Arga sudah menyebar lebih cepat dari api di ladang kering. Dan aku pastikan, itu bukan rumor lagi. Itu fakta di mata semua orang.”

Arga mengepalkan tangannya, matanya menyala dengan amarah. “Cukup, Clara.”

“Tapi, sayang,” Clara menyeringai tajam, “ini baru permulaan.”

---

Beberapa saat kemudian, di dalam kamar mereka, Nayla memandang flash drive itu dengan alis terangkat. “Kamu yakin kita harus lihat ini? Aku merasa seperti tokoh film horor yang baru saja buka peti terkutuk.”

“Kita nggak punya pilihan,” jawab Arga sambil memasang flash drive itu ke laptop.

Ketika file pertama terbuka, sebuah video mulai berjalan. Tampak Arga sedang duduk di sebuah meja, berhadapan dengan Clara. Suara mereka terdengar samar-samar, tapi video itu terlihat seperti rekaman rahasia.

“Apa ini?” bisik Nayla.

Namun sebelum mereka bisa mendengar apa pun, layar laptop mendadak mati.

“Listrik mati?” Nayla melongok keluar jendela, tapi lampu di rumah tetangga masih menyala.

Bersamaan dengan itu, ponsel Nayla berbunyi. Sebuah pesan baru muncul, “Kalian masih mau bermain? Aku bisa main lebih keras.”

Arga dan Nayla saling bertukar pandang, lalu suara keras terdengar dari jendela kamar mereka. Sebuah batu besar dilempar, menghancurkan kaca jendela.

Di batu itu, sebuah kertas tergulung, bertuliskan, “Selamat menikmati hadiah berikutnya.”

1
Mumtaz Zaky
emang cerita horor gituh??
roserossie: nggak kak, biar tegang pembacanya 😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!