Misca Veronica merupakan seorang pembantu yang harus terjebak di dalam perseteruan anak dan ayah. Hidup yang awalnya tenang, berubah menjadi panas.
"Berapa kali kali Daddy bilang, jangan pernah jodohkan Daddy!" [Devanno Aldebaran]
"Pura-pura nolak, pas ketemu rasanya mau loucing dedek baru. Dasar duda meresahkan!" [Sancia Aldebaran]
Beginilah kucing yang sudah lama tidak bi-rahi, sekalinya menemukan lawan yang tepat pasti tidak mungkin menolak.
Akan tetapi, Misca yang berasal dari kalangan bawah harus menghadapi hujatan yang cukup membuatnya ragu untuk menjadi Nyonya Devano.
Lantas, bagaimana keseruan mereka selanjutnya? Bisakah Cia mempersatukan Misca dan Devano? Saksikan kisahnya hanya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mphoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Oleh-oleh untuk Mama dan Papa
"Hai, epribadehh! Pria yang paling ganteng, baik hati, dan tidak sombong telah kembali. Yuhhuu, apakah ada yang merindukanku, hem?"
Semua orang menoleh terkejut ke arah seseorang yang berhasil mengganggu acara makan malam dan memberikan syok terapi pada Misca juga Nina. Mereka semua refleks berdiri, lalu berbalik menatap orang tersebut.
"Da-davino?" ucap Irene, Devano, juga Vigor secara bersamaan.
"O-om Davino? O-om sudah kembali dari luar negeri?" tanya Cia sambil melongo menatap sang paman yang sudah lama tidak bertemu.
Kemiripan wajah Devano dan Davino bagai pinang dibelah dua. Mereka terlahir kembar identik membuat semua orang hampir tidak bisa membedakan, kecuali seorang ibu. Hanya ibulah yang mampu mengenali anak-anaknya jauh lebih baik, daripada seorang ayah.
Davino Aldebaran sudah hampir beberapa tahun tidak kembali ke rumah karena harus menyelesaikan pendidikan untuk menerima tanggung jawab besar dalam membantu mengelola perusahaan keluarga setelah Vigor pensiun.
Sementara Devano memiliki perusahaan sendiri yang sudah didirikan sejak kuliah, sampai mengalahkan besarnya perusahaan keluarga yang Vigor kelola.
"Wa-waw, Ci-cia, ka-kamu punya du-dua Daddy?" tanya Nina syok.
Wajah gadis itu tercengang menyaksikan Devano ada dua. Maklum, Nina tidak begitu mengenal keluarga Aldebaran yang pasti super duper sibuk dan jarang sekali berada di rumah.
Jangankan Nina, Misca sendiri pun sampai berulang kali mengucek mata saking tidak percaya, "Astaga, aku tidak menyangka te-ternyata du-duda yang menyebalkan ini keturunan amoeba?"
Batin Misca bertanya-tanya. Matanya tak henti-hentinya terus memandangi wajah mereka secara gantian. Namun, tetap saja kesamaan juga kemiripan yang hampir 100 persen nyaris tidak dapat dibedakan.
Wajah kedua pria tersebut sangatlah mirip. Begitu juga tubuh yang kekar, berotot, serta ketampanan mereka tiada duanya.
Hanya karakter dan sifat yang menjadi patokan untuk membedakan mereka. Devano cenderung egois, sensi, juga gengsi tingkat dewa. Sementara Davino lebih ramah, perhatian, juga murah senyum.
"Dasar anak nakal, ngapain kamu pulang setelah 2 tahun tidak pulang. Memalukan!"
Suara renyah sendok yang dilempar oleh Irene terdengar sangat nyaring mencium dahi Davino.
Sungguh luar biasa. Ini namanya bukan sambutan, melainkan sambitan dari seorang ibu yang mengapresiasikan rasa bahagia dan sedih bercampur marah setelah mendapati sang anak telah kembali.
"Awwsh, sakit tahu, Ma!" keluh Davino sembari mengusap dahi yang memerah.
"Bodo amat, Mama tidak peduli! Kalau ada pis4u udah Mama tancep di d4damu sekalian!" seru Irene kesal, tetapi di dalam lubuk hati dia begitu merindukan sang anak terlihat dari tatapan yang sendu.
Bagaimana seorang ibu tidak marah, biasanya Davino rutin pulang 3 bulan sekali. Cuma kali ini udah hampir 2 tahun tidak pulang, jadi wajar saja emosi kerinduan yang membludak menguasai hati Irene.
Akan tetapi, kemarahan Irene tidak berlangsung lama aat melihat gadis cantik berdiri tepat di samping Davino dengan senyum yang manis seperti memberikan sapaan, walaupun tanpa suara.
"A-anak siapa yang kamu culik itu, Davino? Da-dan pe-perutnya ...."
Irene menjeda ucapannya saat melihat perut gadis yang Davino bawa ke rumah sedang mengandung sekitar lima bulanan.
"Heheh ..., ke-kenalin, ini, Sanita Apriliani Clasen. Dia adik kelasku di kampus usianya juga masih 23 tahun dan ini ...."
Davino mengelus perut April sambil tersenyum puas melirik Devano yang pastinya sudah tahu tanpa perlu dijelaskan apa maksud dari tatapan matanya.
"Oleh-oleh buat Mama sama Papa hihi ... Aarghh!"
Sebuah gelas melayang tepat di dahi Davino hingga terluka dan berdarah. Vigor sengaja melakukannya karena sang anak sudah benar-benar keterlaluan.
"Papa!" pekik semua orang sambil menatap tajam ke arah Vigor.
"Masih untung dahimu yang terluka, daripada kuhabiskan nyawamu di sini!" tegas Vigor saat melihat Davino memegangi dahi yang sudah bercucuran darah, sehingga Nina terlihat ketakutan bersembunyi di belakang tubuh Misca.
Baru kali ini Nina melihat gebrakan keluarga Aldebaran yang susah diprediksi. Mungkin Vigor terlihat leboh tenang, tidak banyak bicara, tetapi sangat baik. Namun, tetap saja sebagai kepala rumah tangga sekaligus seorang ayah pasti harus memiliki sikap yang tegas bagi anak-anaknya.
"Rasain, siapa suruh jauh-jauh pergi ke luar negeri untuk menuntut ilmu supaya bisa nerusin bisnis keluar, ini malah launcing pewarisnya dulu. Kocak!" batin Devano.
Irene memang kesal dan marah kepada Davino, tetap saja hati seorang ibu tidak akan tega melihat anaknya terluka, meskipun tidak parah.
"Inilah akibatnya kalau kamu macam-macam sama Papa! Bisa-bisanya Mama minta cucu sama Devano, malah kamu yang duluan ngasih. Dasar nakal!"
"Awsshh, Mama! Udah tahu sakit, malah di pencet!"
Wajah panik April terlihat jelas saat memapah kekasihnya untuk duduk di kursi. Irene meminta sang pembantu untuk membawakan kotak P3K supaya bisa mengobati luka yang cukup beresiko.
Semua orang duduk di kursinya masing-masing sambil fokus menatap Davino yang sedang diobati oleh Irene. April yang tidak banyak berbicara memberanikan diri untuk mengatakan sesuatu demi membela sang kekasih.
"Se-sebelumnya, April minta maaf karena kedatangan kami membuat kalian semua terkejut dan pastinya marah besar. April juga tidak tahu kenapa semua bisa sampai begini, soalnya Davino bilang katanya kalau main kuda-kudaan itu enak dan membuat badan jadi sehat. Ya, memng sih, awalnya itu sakit, enak, ketagihan, cuma lama-lama bukannya sehat malah hamil."
Semua mata terbuka lebar setelah mendengar penjelasan April yang cukup polos. Sementara Davino hanya cengengesan karena malu rahasianya dibuka di depan keluarga.
"Davino!" teriak Vigor, Irene, juga Devano serentak membuat Cia menutup kedua telinganya saking berisiknya orang dewasa ketika marah yang mengharuskan menggunakan otot leher.
"Heheh ..., ya-ya, ma-maaf, Ma, Pa. Na-namanya juga kebelet, daripada dibuang mubajir mending di cicil aja jadi cucu. Mumpung sawahnya lagi gacor, sekalian aja langsung panen," jawab Davino tanpa bersalah.
Tak tahu harus berkata apa lagi, Irene dan Vigor hanya bisa menggelengkan kepala dan menarik napas dalam-dalam menghadapi anaknya yang satu ini. Nasi sudah menjadi bubur, kalaupun diperpanjang tidak ada gunanya.
Vigor sendiri memaklumi karena usia Davino sama dengan Devano, sehingga hasrat yang tersirat di dalam tubuhnya sangatlah besar.
Satu sisi Vigor juga ikut adil dalam kesalahan yang dibuat oleh Davino. Dia begitu keras menyuruh sang anak untuk menyelesaikan masa pendidikan terlebih dahulu barulah menikah. Berbeda sama Devano yang memang sedari dulu sudah mandiri.
Selepas keadaan di ruang makan kembali membaik. Irene dan Vigor akhirnya menerima April dan memperlakukannya sama seperti Misca. Mereka tidak terbayangkan menginginkan satu menantu, tetapi takdir malah memberikan dua sekaligus bonus pewaris. Sunggu luar biasa.
Tak hanya itu, Vigor juga minta maaf telah menciptakan kegaduhan di makan malam mereka, sekaligus Irene memperkenalkan Misca kepada Davino yang cukup terkejut mengetahui sang kakak akan menikah dalam waktu dekat.
"Baiklah, keputusan Papa sudah bulat, tidak ada pilihan lain. kalian semua harus menikah di hari yang sama. Papa dan Mama akan mengurus pernikahan kalian minggu depan di Gereja. Untuk resepsinya bulan depan di Bali!"
Devano dan Davino tersedak bersamaan, begitu juga Misca sama April yang terlihat syok karena tidak ada persiapan matang untuk menikah secepat itu.
Mau tidak mau, suka tidak suka. Inilah resiko Davino yang harus dijalankan, sehingga berimbas ke pernikahan Devano yang ikut dimajukan.
"Ini semua gara-gara ulah kau, Davino!" ucap Devano menatap tajam bagaikan bel4ti yang menvsuk jantung.
"Sudahlah, Bro. Harusnya berterima kasih, semakin cepat kita menikah semakin cepat pula malam pertamanya. Bukankah, itu malah bagus, hem? Siapa tahu kau sudah lupa rasanya seperti apa," goda Davino berhasil memancing Devano untuk mengepalkan tangan.
"Ka---"
"Sudah cukup! Jangan dibahas lagi, selesaikan makan malam ini biar anak-anak bisa langsung istirahat. Kasihan April juga. Dia pasti lelah, apalagi sedang hamil begini!" timpal Irene menghentikan perdebatan anak kembarnya yang hampir adu jontos.
Saat sedang asyik menikmati makan malam, tiba-tiba saja Cia tersenyum sendiri sambil melamun membayangkan seumpama yang menjadi April itu Misca.
Wajah cantik, tubuh gemoy, juga lucu dengan perut yang menyimpan balon membuat Cia terkekeh sendiri, lalu melontarkan kalimat yang berhasil membuat satu keluarga tersedak bersama kecuali Nina.
...*...
...*...
...*...
...Bersambung...
" aku membencimu"