Membaca novel ini mampu meningkatkan imun, iman dan Imron? Waduh!
Menikah bukan tujuan hidup Allan Hadikusuma. Ia tampan, banyak uang dan digilai banyak wanita.
Hatinya telah tertutup untuk hal bodoh bernama cinta, hingga terjadi pertemuan antara dirinya dengan Giany. Seorang wanita muda korban kekerasan fisik dan psikis oleh suaminya sendiri.
Diam-diam Allan mulai tertarik kepada Giany, hingga timbul keinginan dalam hatinya untuk merebut Giany dari suaminya yang dinilai kejam.
Bagaimana perjuangan Allan dalam merebut istri orang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Babylicious!
Allan membolak-balikkan tubuhnya di tempat tidur. Sudah hampir larut malam, namun ia belum juga dapat memejamkan mata. Bayangan Giany selalu saja menghantuinya.
"Kenapa aku jadi begini, ya? Apa aku terlalu bahagia mendengar Giany mau menggugat cerai suaminya?"
"Allan, kamu itu pendosa berat. Istri orang kok mau direbut," makinya pada diri sendiri.
Tangannya mengulur, meraih benda pipih persegi panjang yang berada di atas meja nakas. Ia membuka daftar kontak di ponselnya. Menatap dalam nama manis yang disematkan olehnya di sana.
Giany Allan ... Namanya Giany, bukan Babylicious!
"Biar saja lah. Lagi pula tidak ada yang tahu kalau aku simpan nomor Giany pakai nama ini."
Kesal kepada dirinya sendiri, Allan meletakkan kembali ponsel di atas meja, kemudian merebahkan kepala nya di bantal. Tetapi baru beberapa menit, ia meraih kembali benda itu dan mengetikkan sebuah pesan.
[Giany, kamu sudah tidur, belum?] ~ Allan
Sambil menarik napas, ia menekan simbol enter di ponsel. Antara ragu dan tidak untuk mengirimkan pesan tidak penting itu.
"Belum dibalas. Mungkin Giany sudah tidur." Allan melirik arah jarum jam di dinding. "Sudah jam sebelas, memang apa yang kamu harapkan, Allan. Dia pasti sudah tidur, lah ...."
Ia meletakkan kembali ponsel ke atas meja, sambil menghitung detik demi detik yang berlalu.
Menunggu itu menyebalkan, sesuatu yang Allan tidak sukai sejak dulu. Tetapi entah mengapa dengan Giany terasa berbeda. Menunggu balasan pesan saja sudah membuat jantungnya kembang kempis.
Tring! Terdengar bunyi deringan ponsel, pertanda adanya pesan baru. Secepat kilat, Allan menyambar benda menyebalkan yang sejak tadi ia tunggu berdering itu.
[Belum, Dokter ... Ada apa?] ~ Babylicious
"Kamu tidak pekanya keterlaluan, Giany. Sudah dikasih kode untuk panggil Mas Allan juga," gumam Allan dengan helaan napas panjang.
[Oh, tidak. Cuma mau kasih tahu, tadi teman saya yang tugas di capil bilang, besok berkas yang kamu butuhkan akan disiapkan. Jadi besok siang, kamu sudah bisa mendaftarkan gugatan ke pengadilan agama.] ~ Allan.
Sebuah alasan yang cukup masuk akal baru saja dikirimkan Allan kepada wanita pujaannya.
[Terima kasih, Dokter. Maaf merepotkan.] ~ Babylicious.
[Tidak apa-apa.]~ Allan.
Saling berkirim pesan pun berakhir begitu saja. Allan meletakkan kembali ponselnya di atas meja nakas. Sepertinya ia akan tidur nyenyak malam ini. Padahal hanya saling berkirim pesan, tetapi hal sederhana itu saja sudah sukses membuat hatinya berbunga-bunga.
_
_
Giany sudah terlelap ketika benda lembut dan kenyal pelan-pelan mendarat di pipi dan keningnya. Maysha baru saja terbangun. Gadis kecil nan cantik itu memberi kecupan sayang sekali lagi, lalu turun dari tempat tidur dan melangkah keluar kamar, menuju lantai atas. Ia membuka pintu kamar sang ayah.
Allan pun sudah terlelap dalam balutan selimut tebal.
Perlahan Maysha melangkah mendekat dan naik ke tempat tidur, kemudian mengecup pipi kanan ayahnya. Allan yang sangat sensitif dengan sentuhan itu langsung terbangun ketika merasakan sesuatu menyentuh wajahnya.
"Maysha, Sayang ..." ucapnya dengan suara serak. "Kenapa, Nak? Ayah kira Maysha sudah tidur."
"Yaah ..."
Tiba-tiba Allan terhenyak. Ia membeku menatap Maysha. Dan hanya dalam beberapa detik, kedua bola matanya telah digenangi cairan bening. Untuk pertama kali sejak tiga tahun lalu, ia mendengar kembali suara lembut Maysha memanggilnya dengan sebutan ayah.
Allan bahkan berpikir sedang bermimpi. Namun, kesadaran sepenuhnya segera kembali setelah ia meyakinkan dirinya bahwa semua bukanlah mimpi.
"Nak, kamu bisa panggil ayah? Coba ulang, Sayang!"
Maysha tersenyum sambil mengangguk. Kemudian mengulang kembali dengan susah payah.
"Yaaaah ..."
Allan kembali terkesiap. Tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya, ia meraih tubuh mungil itu dan memeluknya. Mengecupi seluruh bagian wajah putri kecilnya itu.
Rasa haru kembali merasuk. Selama hampir tiga tahun belakangan, berbagai terapi dan pengobatan telah dilakukan untuk Maysha, namun tak kunjung membuahkan hasil. Kini, bagai sebuah kejutan, Maysha datang dan tiba-tiba memanggilnya.
"Yah ... Ka-kak ...." ucap Maysha pelan.
"Kakak Giany?"
Ia menjawab dengan anggukan.
"Kakak Giany kenapa, Nak?"
Maysha menyilang kan tangannya di depan dada, yang berarti ia sangat menyayangi Giany, dan Allan mengerti dengan benar bahasa tubuh putrinya.
"Maysha sayang sama kakak Giany?" tanya Allan membuat putrinya kembali mengangguk.
"Ayah juga sayang, Nak."
Tiba-tiba wajah Maysha terlihat sedih. Ia memberi Allan sebuah isyarat dengan kembali menyilang kan tangan di dada sambil menggeleng.
"Yah, ka-kak ..."
Menyadari maksud putrinya, Allan hanya tersenyum sambil mengusap rambut gadis kecil itu.
"Maysha tidak mau Kakak Giany pergi dari rumah?"
Maysha menyahut dengan anggukan, dengan raut wajah yang sedih.
Tanpa sepengetahuan Allan, tadi Maysha sempat mengintip dari dalam kamar ketika terjadi keributan saat Desta datang untuk menjemput Giany. Gadis mungil itu menjadi takut jika Giany akan pergi meninggalkannya.
"Sayang, dengar ayah ya ... Kakak Giany tidak akan pergi. Dia akan tinggal bersama kita selamanya. Karena Kakak Giany adalah masa depan Maysha dan ayah. Maysha mau kan, kalau Kakak Giany jadi bundanya Maysha."
Maysha menjawab dengan anggukan kepala.
"Ya sudah, sekarang Maysha tidur ya, Nak ... Tidur di sini sama ayah, mau?" Allan kemudian membaringkan Maysha dan menyelimutinya.
Gadis kecil itu pun melingkarkan tangannya di tubuh sang ayah.
🌻🌻
Pagi itu dimulai dengan sarapan bersama. Maysha tampak lebih ceria dari kemarin, begitu pun dengan Allan. Kejutan membahagiakan menjadi hadiah di pagi itu, ketika Maysha dapat menyebutkan beberapa kata. Sebuah kemajuan yang sangat luar biasa.
"Pegang sendoknya begini, Sayang. Nah, bagus." Giany duduk di sisi Maysha sambil mengajari cara makan yang benar agar tidak berantakan.
Sesuatu yang dikagumi Giany sejak hari pertama kedatangannya di rumah itu adalah, suasana hangat di dalam keluarga. Sama sekali tidak ada perbedaan di antara mereka, bahkan Bibi Misa pun makan di meja yang sama.
Hal yang sangat berbeda dari kebanyakan keluarga di luar sana, ketika majikan dan pekerja makan di tempat yang berbeda. Allan sangat menghormati Bibi Misa yang telah bekerja selama puluhan tahun di keluarganya.
"Allan, kenapa tidak sarapan?" tanya Bu Dini.
"Menu sarapannya banyak, Bu. Bingung mau pilih yang mana. Sepertinya enak-enak."
"Itu Giany yang buat semua, Dokter. Coba roti bakarnya. Em ... Nasi gorengnya juga enak," ucap Bibi Misa.
"Oh, Giany yang buat? Pantas Maysha suka." Allan mengusap kepala Maysha yang begitu lahap menyantap nasi goreng kesukaannya.
"Kalau Mas Allan mau nasi goreng atau roti bakar?"
Allan menatap Giany tanpa berkedip, ketika pendengarannya menangkap panggilan indah yang sejak kemarin ingin didengarnya keluar dari mulut Giany. Laki-laki itu tak dapat berkata-kata, lidahnya terasa kaku untuk bergerak. Hingga tiba-tiba ...
"Dokter ... Dokter ..." panggil Giany membuyarkan lamunan Allan. "Mau nasi gorengnya?"
"Ah, iya boleh ..." Allan baru saja tersadar dari lamunannya.
Sadar Allan! Jangan mimpi dipanggil mas sama Giany.
"Jangan banyak-banyak, ya ..." ucap Allan setengah frustrasi.
Ia pun memulai sarapannya. Memang benar, walaupun hanya nasi goreng, tetapi terasa begitu nikmat melewati kerongkongannya. Sepertinya Allan akan betah makan di rumah jika Giany yang memasak.
Dulu, Ayra tidak suka apapun yang berhubungan dengan urusan dapur.
Sarapan selesai. Allan sedang menikmati secangkir teh manis yang baru saja dituangkan Giany untuknya.
"Allan, kamu punya nomor telepon Dokter Mega, kan? Boleh ibu minta?"
"Iya Bu, ada." Allan menggeser ponsel miliknya ke hadapan Bu Dini.
Dengan cepat, wanita paruh baya itu membuka daftar kontak di ponsel milik Allan. Sesuatu pun menarik perhatiannya, saat menemukan nama yang tertera di daftar paling atas.
"Allan, Babylicious itu siapa?" tanya Bu Dini membuat teh manis yang baru saja masuk ke dalam mulut Allan menyembur keluar.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻