Tahu dengan Abrilla atau biasa di panggil Rila? Si bungsu dari Keluarga Anggara?
Dulu jatuh cinta dengan Ed? Tapi ternyata pria itu sangat tidak rekomended. Cukup lama menjomblo, Rila akhirnya merasakan buterfly era lagi.
Kali ini dengan siapa?
Maxwell Louis Sanjaya, pria berkebangsaan Indonesia-Belanda. Berdasarkan informasi yang Rila dapat, Max berstatus duda anak satu. Sulitnya informasi yang Rila dapat membuat gadis itu semakin nekat untuk mendekati Max.
Apakah Rila berhasil mendapatkan hati pria itu? Atau sebaliknya?
Kabarnya, kurang dari 3 bulan, Max akan melangsungkan pertunangan dengan wanita pilihan mami-nya. Bagaimana usaha Rila untuk mendapatkan apa yang dia inginkan?
Ikuti terus ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Anis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengungkap Kebenaran (2)
"Lelah sudah kami menghadapi drama kalian. Berbagai ancaman dan tindakan kejahatan sudah kami lewati selama bertahun-tahun. Mungkin sekarang memang sudah saatnya kita mengakhiri semuanya, Tuan Winata." ujar Max kini memilih duduk di salah satu kursi, di mengawasi gerak gerik pria tua itu.
"Nyonya Anita sudah kami tahan, mungkin saat ini dia sedang menikmati sedikit siksaan dari orang ku." tambah Max dengan senyum sinis. "Dia pantas mendapatkannya, dan juga sebentar lagi kalian pun akan merasakannya."
Winata berjalan mendekati Max, disusul Iris.
"Kau tidak akan lagi bisa menghindar. Pasal berlapis menanti kalian." kata Sandi menambahkan.
"Bagaimana bisa kalian tahu isi hutan milikku? Siapa yang memberitahu mu?" tanya Winata, selama puluhan tahun dia menutup mulut banyak orang agar bisnis dalam hutan itu terlindungi, kini sudah diketahui oleh Max dan Sandy.
Kedua pria itu hanya terkekeh saja, seakan mengabaikan Winata.
"Aku selalu mengawasi pergerakan kalian, katakan dengan siapa kalian bekerja sama?" tanya Winata lagi, kini dengan nada lebih tinggi. "Apakah polisi itu yang membuka suara? Kalian membayar tinggi mereka untuk berkhianat denganku?"
"Kami tidak serendah dirimu yang selalu menggampangkan tentang uang. Untuk urusan itu, ada seseorang yang lebih dulu tahu. Dan sudah kukatakan dari awal, mungkin sudah saatnya kita akhiri semuanya." ujar Sandy, namun Winata menggelengkan kepala.
"Tidak semudah itu. Jika malam ini memang harus berakhir, maka bukan hanya aku saja yang hancur. Tapi kalian juga. Tapi sebelum itu kita tunggu kabar kematian mami dan juga putramu, Max." Winata menggoyangkan ponselnya seakan meledek Max dan Sandy.
Kini ganti Sandy yang tertawa. "Mau kau tunggu sampai kapan pun, itu tidak akan terjadi. Istri mu dan juga Hiro sudah ada di suatu tempat. Sejak awal, mereka tidak di bawa oleh anak buah mu, Tuan Winata. Mereka dibawa oleh seseorang yang dapat menjamin keselamatan mereka, terutama Hiro."
"Apa? Bagaimana mungkin?" Iris, wanita itu terkejut. "Kalian pasti berbohong. Max, katakan itu tidak benar. Kalian mengatakan itu supaya kita tidak jadi menikah kan? Ingat Max, aku yang selalu ada untukmu, aku sangat mencintaimu dibandingkan orang lain. Bahkan kekasihmu itu, dia bukan wanita baik. Dia itu simpanan pria lain, yang pasti berniat mendekatimu karna harta bukan cinta. Aku punya buktinya."
Iris menyalakan ponselnya dan membuka galeri. "Lihat, dia menggandeng mesra pria lain. Dia tidak setia, Max. Hanya aku, hanya aku yang pantas untukmu."
"Tutup mulutmu, Iris." Suara seseorang membuat mereka menoleh. Disana seorang wanita berjalan masuk dengan menggendong anak laki-laki yang sedang tertidur lelap.
Winata dan Iris menatap penuh keterkejutan.
"Bagaimana mungkin Hiro disini?' ujar Winata mengenali anak laki-laki itu.
"Kau, kenapa kau disini? Dan Hiro, kenapa bisa bersamamu?' tanya Iris menunjuk Rila.
Ya, Rila datang dengan menggendong Hiro. Bocah itu tidur di pundak Rila dengan tenang. Pemandangan yang membuat Max dan Sandy tersenyum lega.
"Selamat malam, Tuan Winata. Senang bisa bertemu denganmu dalam kondisi seperti ini. Penuh keterkejutan bukan?" sapa Rila pada pria tua itu.
"Siapa kau? Berani sekali masuk ke area ini?" Bukannya menjawab sapaan, Winata malah balik bertanya.
"Baiklah, aku akan memperkenalkan diri. Agar keponakan mu itu tidak berkata sembarangan. Mengatakan aku hanya mengincar harta Max. Memang di dunia ini hanya dia yang kaya." jawab Rila menyindir Iris.
"Kau memang perempuan murahan, aku melihat sendiri bagaimana mesranya dirimu bersama pria lain. Bahkan sampai berbelanja barang branded." sela Iris tidak terima.
Rila mengangkat tangan ke atas, dari pintu masuk Zee datang. "Bawa Hiro kembali ke mobil."
Dengan hati-hati Zee menggendong bocah itu. Melihat Zee sudah mengamankan Hiro, dengan berani Rila mendekati Iris dan Winata. Membuat kedua orang itu mundur sedikit.
Max dan Sandy melihat itu sedikit was-was. Mereka saling melirik seakan mengatakan "dia berani sekali".
"Aku Abrilla Anggara, putri kesayangan Alfian Anggara dan Fricila Andini. Aku yakin Tuan Winata pasti mengenal kedua orang tuaku." ujar Rila menatap tajam Winata dan Iris bergantian.
Raut wajah Winata tentu sangat terkejut.
"Iris, kau salah menyinggungnya." bisik Winata pada telinga keponakannya.
"Dan pria yang aku gandeng mesra tadi adalah salah satu kembaranku. Abrico Anggara, dia yang mengelola bisnis Keluarga Andara, keluarga ibuku. Jadi hubungan ku dan Rico adalah kakak adik."
Saat nama Rico disebut, Iris baru sadar. "Kau adik dari Kak Rico? Tidak mungkin."
Tentu saja Iris mengenal Rico, yang tak lain dulunya teman dekat Max. Namun karena suatu hal yang juga ulahnya, hubungan meraka berakhir buruk. Iris menggerutuki kebodohannya yang tidak mengenali Rico.
Tiba-tiba tangan Rila mencengkram rahang Iris dengan keras. Hal itu membuat yang lain terkejut.
"Apa yang kau lakukan pada keponakan ku?" tanya Winata berniat melepaskan Iris dari cengkraman Rila. Namun sebuah pistol langsung Rila todongkan pada pria itu.
"Berani maju, kepala mu akan pecah." ancam Rila dengan nada dingin.
Winata akhirnya memilih mundur karena nyawanya dalam bahaya.
Max dan Sandy merasakan hawa semakin dingin. Mereka seakan ikut merasakan senam jantung juga.
"Dia tidak sesabar kakaknya, Rico." bisik Sandy, diangguki oleh Max.
"Aku paling benci dengan orang yang berniat buruk kepada sesama wanita. Aku paling benci dengan wanita yang berani menyentuh anak-anak dengan niat buruk. Beruntung Hiro baik-baik saja, jika tidak, sekarang nyawamu sudah melayang."
Plakkkk
Usai berkata seperti itu pada Iris, Rila juga mendaratkan tamparan pada pipi wanita itu, membuat Iris meringis sakit.
"Rila, apa maksud mu?" tanya Max ikut mendekat. "Apa yang dia lakukan pada Hiro?"
"Sapu tangan yang digunakan mami mu untuk membius Hiro adalah pemberian darinya. Dan asal kau tahu, itu bukan bius biasa, diberikan dalam dosis tinggi dan mengandung racun. Jika saja aku tidak segera memeriksa Hiro, anakmu mungkin sudah tiada." jawab Rila, membuat Max langsung menatap Iris dengan tajam.
"Beraninya kau melakukan itu pada putraku? Begitu ingin menjadi istriku? Menjadi ibu sambung putraku?"
"Tidak kak, ini salah paham. Tante Jena sendiri yang menginginkan Hiro mati menyusul ibunya. Bukan aku, Tante Jena pasti berbohong. Aku sangat menyayangi Hiro, tapi Tante Jena tidak. Mamimu selalu menyalahkan Hiro yang menjadi prioritas mu dibandingkan dia yang telah melahirkan mu." Iris mengelak, dia tidak mau nama. baiknya buruk dihadapkan Max.
"Iris, kau tega mengatakan tante berbohong?" Jena datang dengan kondisi wajah sudah babak belur, darah kering ada diujung bibirnya. Dengan tertatih-tatih wanita itu berjalan mendekati mereka.
"Aku sudah merawatmu dari kecil, menyayangimu seperti putriku sendiri tapi ini balasan mu?" tanya wanita itu menunjuk Iris.
"Dan kamu suamiku," ujar Jena dengan air mata sudah mengalir. "Aku sangat mencintaimu, meskipun harus meninggalkan putraku, aku kembali padamu. Tapi kau malah menginginkan kematianku bersama cucuku. Bukankah kau sudah berjanji tidak akan menyakiti Hiro?"
Winata tersenyum sinis menatap istrinya. "Kau pikir setelah menikah dengan Marten hingga memiliki anak dan kembali padaku, perasaan ku padamu tetap sama?"
akoh udh mmpir....
ni anknya feli sm alfi y kk???
d tnggu up'ny.....smngtttt....