"Jangan harap aku akan tunduk kepada siapapun! Apalagi seorang wanita sepertimu!" Alaska Dirgantara.
"Sekeras apapun hatimu menolakku, aku tidak peduli! Akan aku pastikan hati sekeras batu itu luluh dengan caraku!" ucap Arumi Nadya Karima.
Alaska Dirgantara, merupakan pewaris tunggal Dirgantara. Pria keras dan kasar yang terpaksa harus menerima perjodohan dengan wanita pilihan Papa Farhan---ayah kandungnya, sebagai syarat untuk mendapatkan aset keluarganya.
***
Terbangun dari koma selama tiga bulan, Arumi Nadya Karima dikagetkan dengan status barunya yang tiba-tiba sudah menjadi istri dari pria kejam yang bahkan tidak dikenalinya sama sekali. Dan lebih parahnya lagi, ia hanya dijadikan alat untuk mempermudah jalannya mendapatkan aset Dirgantara dari ayah mertuanya.
Akankah Arumi mampu menjalini hari-harinya berganti status seorang istri dari pria keras dan kejam? Atau memilih pergi dari suaminya? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 19 : Tiba-tiba Pingsan
..."Jangan menjadikan wanitamu sebagai barang, karena bagaimanapun ia adalah orang satu-satunya yang selalu menemanimu tanpa mempermasalahkan kurangmu yang mungkin tidak diketahui orang lain."...
...~~~...
"Apa yang Mas katakan tidak salah? Arumi harus melakukan semua itu?" tanya Arumi masih belum menyangka dengan apa yang suaminya katakan barusan itu.
"Ya itu bener. Kamu harus lakukan semua yang aku perintahkan! Ingat jangan minta bantuan sama Bibi atau siapapun itu!" Alaska dengan tegas memperingati istrinya.
"Tapi Mas, aku mana bisa bersihin semua itu sendiran, apalagi rumah ini sangat besar," ujar Arumi yang dipikir emang benar adanya.
"Aku enggak mau tahu, kamu harus lakukan perintah dariku! Itu tergantung kamu nanti, mau kerjakan atau menerima hukuman dariku," ucap Alaska dengan tatapan yang begitu tajam dan terkesan dingin.
"Huf! Baik Mas, aku kerjakan semuanya, tapi Mas jangan salahkan aku jika aku enggak mampu membereskan semuanya," kata Arumi dengan penuh kekesalan.
"Terserah kamu saja. Keputusan aku tetep sama, kamu harus melakukan semuanya sampai aku pulang semua sudah beres, kalau tidak kamu siap-siap menerima hukuman dariku!" ujar Alaska tanpa memberikan toleransi sedikitpun.
"Mas tega sama istri sendiri!" ketus Arumi karena saking kesalnya.
"Sudahlah jangan mengeluh, membuang waktuku saja. Aku harus segera ke kantor, kamu jaga rumah!" tegas Alaska dengan tidak memperdulikan ucapan dari istrinya.
"Iya Mas. Hati-hati di jalan," ucap Arumi yang kini hanya pasrah merima apa yang suaminya perintahkan.
"Bagus, kamu memang harus jadi penurut agar tidak melawan." Alaska hanya tersenyum sekilas melihat wajah istrinya itu yang nampaknya sangat kesal.
Detik kemudian, Alaska melangkahkan kakinya menuju mobil yang sudah disiapkan oleh supir. Namun, baru saja beberapa langkah, Arumi memanggilnya dari belakang.
"Mas tunggu!" teriak Arumi dengan sedikit berlari menghampiri Alaska.
"Ya, ada apalagi si? Aku tidak bisa berlama-lama dan harus segera ke kantor," ucap Alaska yang kini kesal dengan adanya Arumi.
"Maaf Mas, Arumi cuma mau salim," kata Arumi sembari mengulurkan tangan kanannya.
"Hah apa? Aku gak sudi menyentuh tenganmu itu!" ketus Alaska menolak uluran tangan dari Arumi.
"Mas kalau mau kerja itu harusnya istri cium tangan suaminya dulu. Masa Mas mau pergi gitu saja?" kata Arumi terkesan lembut seakan tidak memperdulikan kata dari Alaska.
"Dasar tukang modus! Ni," ucap Alaska yang terpaksa mengulurkan tangannya untuk dicium oleh istrinya.
Melihat itu, lantas saja Arumi segera menyambut tangan suaminya dengan senyuman. Sapuan halus menyentuh punggung tangan Alaska, membuatnya sedikit berdebar. Entahlah itu apa, tapi yang pasti ia tidak menginginkannya Arumi. Namun, ucapan dengan tindakannya seakan saling bertentangan.
"Mas sudah. Sekarang boleh kerja, tapi cium dulu kening aku kayak biasa," ucap Arumi terseyum dengan mengisyaratkan sesuatu yang membuat Alaska tertegun.
"Enggak sudi aku cium kamu! Bagus-bagus aku menurutimu, ini malah ngelunjak," ujar Alaska menyakiti hati istrinya.
Wajah Arumi ditekuk, ia sangat kecewa dengan jawaban dari Alaska. Sungguh seburuk itukah tanggapan Alaska akan dirinya itu? Arumi dibuat tidak percaya dengan apa yang kini ia alami.
"Ya udah, aku kerja dulu." Alaska begitu saja masuk ke dalam mobil tanpa mengucap salam. Hal itu membuat Arumi cukup kecewa.
"Wa'alaikumsalam. Mas, kamu kini berbeda. Melupakan semua yang aku ajarkan, padahal kamu dalam seminggu kemarin sangat aku idam-idamkan sebagai seorang suami yang bertanggung jawab. Sekarang kamu malah sangat berbeda dengan harapanku," gumam Arumi setelah melihat mobil suaminya pergi begitu saja melewati gerbang besar rumah mewahnya.
Sesaat kemudian, Arumi masuk ke dalam rumah yang besar dan mewah itu. Langkahnya mengayun begitu saja ke arah meja makan dan membereskan sisa sarapan paginya tadi bersama suaminya, lantas ia membawa piring kotor untuk dibersihkan.
Di dapur terlihat Bibi Retno sedang membersihkan piring-piring, Arumi pun menghampirinya dengan membawa piring juga gelas kotor.
"Sini Bi biar aku saja yang kerjakan," ucap Arumi mengambil alih pekerjaan pembantunya itu.
"Tidak usah Non, Non Arumi diam saja di rumah. Istirahatlah, kemarin Non seharian bersihin kamar pasti capek. Ini biar Bibi saja yang bersihin," tolak Bibi Retno yang kini juga mengambil alih kembali pekerjannya.
"Enggak bisa Bi, ini perkerjaanku sekarang. Nanti kalau aku istirahat, Mas Alaska bakalan marah dan beri hukuman sama aku," ucap Arumi tanpa sadar mengatakan hal itu kepada Bibi Retno.
"Sudah Non tidak apa biar ini Bibi saja, lagian sedikit lagi selesai kok. Den Alaska tidak ada di rumah. Jadi, Non Arumi bisa istirahat. Jangan khawatir perkerjaannya Bibi yang beresin semuanya," kata Bibi Retno sembari membersihkan piring kotor itu di wastafel.
"Tidak bisa Bi, ini pekerjaan aku. Aku enggak bisa membiarkan Bibi yang melakukan tugasku. Sampai Mas Alaska tahu semua ini, maka ia akan marah besar sama aku," sahut Arumi yang membuat Bibir Retno tidak bisa apa-apa lagi.
"Ya sudah tidak apa, Bibi yang kerjakan ini saja. Non kerjakan yang lain," ujar Bibi Retno memberikan peringanan.
"Iya Bi, Arumi ke dalam dulu ya?" ucap Arumi yang tidak bisa membantah lagi jika itu maunya Bibi Retno.
Bibi Retno hanya mengangguk dan tersenyum manis kepada Arumi.
...****************...
Pukul Lima Sore.
Terlihat seorang wanita cantik yang baru menyelesaikan tugas yang diperintahkan oleh suaminya itu. Dari mulai, mencuci, mengepel lantai, menyapu, menyiram tanaman, dan membersihkan barang-barang yang ada di rumah membuatnya sangat kelelahan, itu pun hanya mendapatkan jeda sedikit hanya sewaktu adzan saja untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.
Tidak ada hentinya Arumi berkerja, sampai membuatnya kelelahan. Bahkan sekarang ini, ia sedeng berada di dapur bersama Bibi Retno yang baru saja selasai memasak. Kini keduanya tengah menghidangkan makanan ke atas meja.
Ting! Tong!
Suara bel ditekan oleh seseorang dari luar. Membuat Arumi buru-buru menghampiri pintu depan, karena ia sudah tahu kalau itu adalah suaminya.
Dibukanya pintu itu, terlihatlah seorang laki-laki tampan dengan membawa lelah setelah bekerja dari pagi sampai sore hari. Tatapan laki-laki itu tertuju kepada Arumi yang kini tengah terseyum, menyambutnya dengan wajah pucat karena kelelahan.
"Mas sudah pulang? Sini masuk biar aku bawakan tasnya," ucap Arumi dengan lembut menyambut Alaska. Tangannya kini mengambil alih tas yang ada di genggaman tangan Alaska.
"Mas salim dulu," kata Arumi kembali yang membuat Alaska menurut karena ia juga engan untuk berdebat lagi.
Sesaat Arumi mencium panggung tangan Alaska, baru saja ia menciumnya dan ingin mendongak. Tiba-tiba saja kepalanya pusing seakan semua yang dilihatnya berputar. Tubuhnya lemas dan tidak kuasa menyeimbangkan beban tubuhnya, seketika membuat Arumi kehilangan kendali akan dirinya sendiri.
Brukk!
Benar saja tubuh Arumi terjatuh begitu saja ke lantai dan membuat perhatian Alaska teralihkan kepada istrinya itu.
"Arumi!" teriak Alaska cukup kaget.