Dila tidak pernah membayangkan dirinya akan menjadi pendamping seorang pendakwah, satu satunya cucu laki laki dari Kyai pemilik pondok pesantren dan sosok inspiratif yang terkenal di media sosial melalui perjodohan balas budi. Selain itu, ia tidak menduga bahwa laki laki yang biasa disapa Ustadz Alfi itu menyatakan perasaan kepadanya tanpa alasan. Dila akhirnya luluh karena kesungguhan dari Ustadz Alfi dan bersedia untuk menjadi pendamping dalam keadaan suka maupun duka.
Bagaimana kisah selanjutnya?, ikuti terus kelanjutannya hanya di sini setiap Rabu s/d Jumat pukul 20.00
[Salam Hangat Dari Dybi😉]
[Bunga Matahari Biru x @chocowrite_04]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunga Matahari Biru (Dybi), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Namanya Selalu Terpikirkan
POV Ustadz Alfi
Semenjak aku bertemu dengan gadis yang tidak dikenal di cafe, perasaanku semakin membuncah terus menerus. Bahkan sampai detik ini, aku terpikir kembali mengenai perasaan aneh ini. Perasaan yang terus mengaitkan gadis tadi dengan gadis yang menyelamatkan Umi.
Saat ini, ku rebahkan tubuhku yang lelah sehabis pergi ke cafe. Rasa lelah ini belum hilang sebab menyetir mobil tidak hanya satu tempat saja. Aku hari ini sudah mengunjungi tempat pengisian bahan bakar mobil lalu mengunjungi restoran dan cafe. Walaupun mengendarai mobil, tetap saja pegal duduk di depan kendali mobil.
Aku memiliki riwayat demam jika kelelahan maka dari itu Azzam atau Bang Umay menyetir mobilku saat ada jadwal dakwah karena tenagaku tidak kuat menyetir mobil lama lama. Katakan saja diriku ini lemah tapi tidak ada yang tahu tentang kelemahanku ini selain orang orang terdekatku saja. Dunia tidak boleh tahu tentang kelemahanku, itu akan membuat bisnis yang kubangun terancam juga.
Diatas kasur ini, aku menyilangkan kedua tangan untuk menjadikan bantalan kepalaku. Suasana hening di dalam kamar ini membuatku merasa kantuk sedikit. Akhirnya mataku tertutup untuk mengistirahatkan sejenak tubuh, hati dan pikiranku yang lelah. Sungguh hanya sebentar saja
Namun dugaanku salah total. Saat lagi tenang tenangnya, terdengar suara ketukan pintu disertai suara cempreng khas yang dihasilkan oleh seseorang. Suara itu memang khas bagaikan aroma masakan yang dibuat oleh Umi. Dan tentu saja aku mengenalnya, siapa lagi kalau bukan adik perempuanku yang limited edition.
Aku bahkan sempat berpikir kenapa aku dan Ais sangat bertolak belakang sifatnya. Berkali kali aku bertanya, saat Umi sedang hamil dan ngidam agaknya dia tidak pernah melewatkan permintaan aneh dari Uminya. Tapi kalau ditelusuri lebih dalam, sifat Ais menuruni sifat Umi. Sedangkan dirinya, tentu saja sifat Abinya menurun kepadanya. Uminya yang ekspresif dan Abinya yang kaku.
"Assalamualaikum Kak Al"salam Aisyah yang memecah heningnya kamarku sejak tadi.
Dengan kembali membuka mataku malas dan menghela napas untuk lebih bersabar dengan adikku satu satunya itu. Aku langsung duduk dan membiarkan Ais membuka pintu kamarku karena memang tidak terkunci.
"Wa'alaikumussalam Ais. Masuk saja, pintunya gak dikunci"ucapku yang sepertinya direspon dengan baik karena terlihat gagang pintu bergerak.
Benar saja tidak lama dari itu, Ais langsung membuka pintu dengan perlahan lahan yang memasang wajah tersenyum senyum manis seperti itu menghampiri ku saat ini. Aku pun memutar otak dengan keras memikirkan maksud kedatangan Ais kali ini. Ada apa sebenarnya? Pasti ada maunya nih, minta apa kira kira?
"Kak Alfi hehe. Waktu itu kan kakak punya nomornya kak Dila dari kertas didalam pulpennya bukan begitu? Kakak menyimpan nomor tersebut pastinya kan"
"Em_aku minta dong nomor itu. Yaa kakakku yang ganteng rupawan"pinta Ais yang cengengesan dan memohon persetujuan dariku.
Tebakanku benar benar tepat sekali, pasti ingin meminta sesuatu padaku. Sudah diluar kepala tentang sifat Ais ini. Tapi tunggu dulu, saat aku sudah mungkin sedikit melupakan nama itu Ais malah mengingatkanku lagi. Tidak Abi, tidak Umi dan tidak Ais kenapa selalu mengingatkanku akan Dila. Seandainya mereka semua tahu bahwa nama itu selalu menggetarkan hatiku hanya dengan mengingatnya. Padahal aku tidak pernah melihatnya apalagi bertegur sapa dengannya.
Tapi instingku lebih mengarah bahwa aku pernah bertemu dengan perempuan tersebut hari ini dan di cafe. Pakaianku dengannya juga terlihat sama dari segi warna dan desain hiasannya. Aku menyesal tidak memeriksa hadiah Umi untuknya, kan tidak penasaran seperti ini.
Aku termenung dan menggeleng geleng kepala dengan pikiranku sendiri. Mungkin Ais yang diacuhkan olehku menatapku heran. Itu terbukti saat sebuah tangan berada di depanku terlihat bergerak-gerak dan membuatku tersadar dari lamunan.
"Oiya, untuk apa kamu meminta nomor itu Ais?"tanyaku yang menatap Ais selidik seraya menetralkan pikiranku ini tentang Dila. Kumohon jangan terus teringat dengannya bisa gak sih?
"Pengen punya nomornya saja Kak, aku kan udah berteman sama Kak Ila tentu harus punya nomornya. Kumohon Kak, kasih yaaa" rayu Ais yang memasang wajah melasnya didepanku agar aku kakak laki laki baik hati dan tidak sombong ini untuk segera mengabulkan permintaannya.
Walaupun aku menggerutu sebal karena waktu istirahatku diganggu, tetap saja tanganku mengambil ponselku di nakas. Di dalam ponsel ini, aku mengacak acak isi kontak milikku yang beribu-ribu kontak untuk mencari nomor itu sampai dapat. Karena ketika aku memakai fitur search di kontak tidak ada, apakah aku lupa menamai nomor itu? Ah iya benar, nomor itu belum kuberi nama rupanya.
Sebelum menuruti keinginan adikku, kuberi nama "Dila" pada nomor yang awalnya berjejer rapi angka angka. Lalu dengan cepat aku mengirimnya ke nomor adikku melalui Whatsapp dan kembali meletakkan ponselku sembarangan di ranjang. Ais tersenyum sumringah saat ia menerima pesan dariku berupa kontak Dila.
"Terimakasih kakakku yang tersayang, tercinta dan yang terganteng nomor satu di dunia hehe"ucapnya dan sekaligus memuji-mujiku dengan gamblangnya.
"Hm_ sama sama"balasku yang melanjutkan aksiku beristirahat. Sungguh mataku berkunang kunang dan mulai terasa pusing. Mungkin ini efek dibangunkan secara tiba tiba oleh Ais.
Kamarku hening kembali bertanda Ais sudah paham menghilang dari kamarku ketika aku menutup mata dengan memijat keningku. Namun tidak semudah itu, aku kembali merasa seperti ada yang menggelitik di hatiku dan jujur saja ini membuatku cukup frustasi.
Dila.... Dila....
Namamu menggetarkan hatiku sampai frustasi seperti ini. Bisakah namamu hilang sejenak dari pikiran dan hatiku Dila? Sungguh aku sedang lelah saat ini. Kenapa bisa bisanya aku terlena dan terhanyut di tatapan mata perempuan tidak aku kenali lalu mengaitkannya denganmu karena berbagai kebetulan?
Matamu indah dan kurang ajarnya lagi tidak tahu diri aku malah merasa tentram. Firasatku berkata kalian adalah satu orang yang sama. Jika memang dirimu, kamu harus tanggung jawab membuatku seperti ini. Jantungku berdetak seakan akan tidak terkendali, hatiku berdesir seakan akan berbunga bunga akibat cinta dan penasaran dengan dirimu.
Ya Allah Ya Rabb…
Rasa salah tingkah dan gugup diriku berhadapan dengannya lebih dari rasa gugup ketika demam panggung di hadapan banyak orang. Aku takut merasa kecewa jika timbul cinta dihatiku namun perasaanku ini tidak terbalas dikemudian hari olehnya.
Aku tidak percaya diri Ya Allah…
*Pov Orang Ket**iga (Dybi*)
Ustadz Alfi mulai tidak tenang kembali sebab pikirannya masih terus terpaku dengan rasa penasaran dengan 2 orang yang mungkin satu nama. Apakah dirinya salah karena tadi mengunjungi cafe yang sama dengan perempuan pembuat frustasi itu?
Ia menutup wajahnya dengan bantal lalu menghempaskan kedua tangannya diatas ranjang dengan pasrah. Semakin dipikirkan semakin membuat kepalanya tantrum akibat itu. Harus ditekankan olehnya, dirinya tidak boleh merasakan rasa berlebihan seperti ini dan mengatakan kepadanya bahwa Dila adalah deretan perempuan yang mengaguminya. Serasa tidak pantas jika ia memiliki perasaan sepihak begini.
Ustadz Alfi merupakan seorang laki laki kaku yang tidak pernah merasakan cinta dengan lawan jenis. Baginya urusan cinta sangat melelahkan dan lebih penting ketika niatnya digunakan untuk berdakwah. Ilmu yang baik adalah ilmu yang disalurkan kembali kepada orang lain agar tidak berhenti di titiknya saja. Apalagi kakeknya adalah pemilik pesantren ternama dan mengamanahkan dirinya agar berdakwah. Kalau tidak berdakwah, dirinya harus sangat bersedia menggantikan beliau agar pesantren berada di bawah pimpinannya sesuai kesepakatannya disaat masih menjadi santri.
Padahal selain Gus Alfi, ada dua kandidat yang bisa memimpin pesantren yaitu Abinya (Gus Ishaq) dan kembaran Abinya sekaligus pamannya (Gus Ridwan).
Kenapa tidak Abi Ishaq atau Abi Ridwan saja? Jawaban dari kedua gus itu sungguh diluar nalar pikiran sang kakek. Bagaimana tidak, yang biasanya dipanggil Gus Kembar itu malah menyarankan agar Gus Alfi lah yang memimpin pesantren. Mereka ingin fokus dengan rumah tangganya dan agar lebih adil keduanya tidak sama sama memimpin pesantren.
Gambaran singkat mengenai kembaran Abinya Ustadz Alfi yaitu keluarga Gus Ridwan yang mengelola restoran besar khas makanan sunda di Bandung. Bernama lengkap Abdurrahman Ridwan Al Fahri biasanya dipanggil Gus Ridwan atau Gus Kembar. Beliau menikah dengan Sintya Arista Al Fahri dan dikaruniai putri yang bernama Amita Rokhayati Al Fahri. Keduanya diberi sebutan Ning oleh siapa saja. Sementara Ustadz Alfi atau Aisyah menyapa adik dari abi dan istrinya sebagai Paman dan Bibi atau Abi dan Umi. Sama sajalah.
Kembali lagi dengan Ustadz Alfi yang tidak sadar terlelap begitu pulas akibat lelah hayati dan rohaninya. Tiba tiba terdengar ketukan kembali di pintu kamarnya. Ia langsung membuka matanya terkejut dan duduk dengan tiba tiba.
Tok Tok Tok
"Assalamualaikum Al"panggil Abi Ishaq diluar kamarnya. Dirinya mengajarkan kepada anak anaknya untuk mengetuk pintu dulu sebelum masuk ke kamar siapa saja agar menjaga privasi si empunya kamar.
"Wa'alaikumussalam Abi tunggu"jawab Ustadz Alfi terburu buru membukakan pintu untuk Abinya.
Saat pintu terbuka, terlihatlah Abi Ishaq yang lengkap bersiap melaksanakan sholat. Sedangkan beliau melihat Ustadz Alfi yang saat ini mengenakan kaos oblong dengan celana panjang tentu saja protes.
"Sudah masuk waktunya sholat wahai Gus Alfi, anda tidak bersiap siap?"senyum Abi Ishaq penuh arti.
"Astaghfirullah, maaf Abi. Alfi segera bersiap siap"sesal Ustadz Alfi yang berlari mengambil pakaian bersih untuk sholat lalu ke kamar mandi. Sedangkan Abi Ishaq berpikir heran dibuatnya.
“Biasanya anak itu selalu tepat waktu, ada apa dengannya? Apakah ia terlalu lelah berdakwah jadi seperti itu? Tapi tidak juga tuh... Kenapa ya? Sepertinya banyak pikiran”pikir Abi Ishaq
(Dybi : "Tolong katakan kepada Gus Ishaq bahwa Gus Alfi lelah pikiran dan hayatinya sebab Gus Ishaq jugalah yang membahas menantu, menantu dan menantu")
Ustadz Alfi yang sudah bersiap langsung mengikuti langkah abinya untuk sholat berjamaah. Di Ruangan sholat, sudah ada Aisyah yang tersenyum dan Umi Shita yang berjalan kearah suami serta putranya. Abi Ishaq sudah rapi sedangkan Ustadz Alfi rambutnya masih belum terbalut kopiah. Jadilah Umi Shita juga yang merapikannya tanpa menyentuh wajah putranya.
"Umi, kok hanya Alfi saja yang dipakaikan? Abi tidak?"cemburu Abi Ishaq menatap sengit Ustadz Alfi yang malah melempar senyuman menyeringai
"Loh anak kita belum rapi Abi, tentu Umi harus merapikannya. Siapa lagi yang akan membantunya? Alfi belum memiliki seseorang yang akan selalu merapikan penampilannya ini"senyum Umi Shita yang berjalan menuju posisinya.
"Nah makanya nikah Al, nikah. Nikah itu enak loh. Apalagi saat masa masa berdua, bisa pacaran halal"ledek Abi Ishaq yang juga berada di posisinya.
"Abi sungguh cukup dengan masalah itu, Alfi belum berniat untuk menikah. Bilang saja Abi cemburu"ucap Ustadz Alfi yang dihadiahi tepukan di bahunya oleh Abi Ishaq.
"Dasar anak nakal"tatap tajam Abi Ishaq.
"Eh?! Ayo dimulai sholatnya. Ini kok malah debat. Abi, Alfi"titah nyonya rumah yakni Umi Shita membuat kedua laki laki beda generasi itu terdiam menuruti perkataannya.
"Iyaa Umii"patuh keduanya serempak
Aisyah susah payah menahan tawanya. Ya Allah keluarganya ini sungguh luar biasa yah, pikirnya. Dirinya harus memfokuskan pikirannya kembali untuk melaksanakan sholat.
Bersambung...
mampir juga dinovelku jika berkenan/Smile//Pray/