Emily:Ketika Cinta Harus Memilih

Emily terkejut melihat kedatangan Jesika pagi ini di kediamannya. Kedua mata wanita hamil muda itu terlihat sembab dan tampak memerah menahan amarah. Beberapa hari ini Jesika seringkali menceritakan permasalahan rumah tangganya pada Emily.

"Ayo masuk dulu Cika," ucap Emily membuka daun pintu lebar-lebar untuk Jesika.

Jesika terlihat mengangguk pelan dan mengikuti langkah Emily. Wanita itu duduk di ruang tamu setelah di persilahkan oleh Emily. Wanita itu tampak memindai seluruh ruangan sementara Emily mengambilkan minuman untuknya. Meski ia sudah sering kesini tapi ia tidak memperhatikan interior rumah yang di tempati Emily yang baru ia tah jika rumah ini adalah milik Bibi dari suaminya.

"Silahkan di minum Cika. Maaf adanya hanya teh karena aku belum sempat berbelanja," ucap Emily duduk di hadapan Jesika.

Emily merasa canggung kali ini dihadapan Jesika, apalagi wanita itu terlihat diam saja tidak seperti biasanya yang menganggap rumah ini seperti rumahnya sendiri.

"Cika...ada apa?, kalian bertengkar lagi?," tanya Emily memberanikan diri untuk bertanya setelah beberapa menit saling diam.

"Emily... bisakah kamu pergi jauh dari kehidupan kami?," jawab Jesika membuat Emily tersentak kaget mendengar permintaan Jesika.

"Apa maksud kamu berbicara seperti itu Jesika?," tanya Emily yang sebenarnya tidak mengerti dengan tujuan Jesika memintanya untuk pergi dari kehidupan mereka.

"Jika kamu masih disini, Diego tidak akan pernah bisa melupakan cintanya padamu," jawab Jesika membuat Emily benar benar tampak terkejut.

"Cika kamu--

"Ya aku tahu segalanya tentang kalian. Hingga detik ini Diego masih mencintaimu Emily," jawab Jesika dengan dada yang tampak bergemuruh.

"Jesika kamu salah paham denganku. Iya... beberapa tahun yang lalu Diego mengungkapkan perasaannya padaku namun aku menolaknya karena aku tidak memiliki perasaan apapun padanya. Aku menganggapnya hanya sebatas teman tidak lebih, begitu juga hingga saat ini. Dan kejadian itu jauh sebelum kamu dan Diego bertemu," tutur Emily. Emily benar benar tidak menyangka jika Diego masih menaruh perasaan padanya setelah sekian lamanya. Ia pikir Diego menikahi Jesika, pria itu sudah melupakan perasaannya padanya.

"Dan kamu tahu Emily... Diego akan menceraikanku. Dia--Jesika tidak lagi melanjutkan ucapannya karena isakan tangisannya.

Emily hanya bisa menenangkan Jesika, Ia juga tidak bisa berkata-kata apa-apa takutnya Jesika salah paham dengannya. Ia benar-benar merutuki Diego karena menyia-nyiakan istri secantik Jesika yang sangat ini sedang mengandung anak pria itu.

"Jesika...aku tidak bisa pergi dari sini. Kamu pasti paham maksudku kan. Tapi aku janji akan melarang Diego untuk datang kesini setelah ini. Jujur sebenarnya selama ini aku tidak nyaman dengan sikapnya tapi kamu terlihat mendukung Diego, aku bisa apa Cika?," ucap Emily.

"Emily jika kamu masih disini, Diego pasti--

"Cika...aku dan Diego tidak akan pernah bisa bersatu. Kamu tahu benar apa alasannya kan?. Selain aku tidak mencintainya, aku dan Diego berbeda keyakinan Jesika," jawab Emily.

"Cika...maaf jika aku berkata seperti ini. Jika kamu tidak diinginkan lagi untuk apa bertahan?. Kamu hanya akan menyakiti dirimu sendiri dan anak dalam kandunganmu," ucap Emily membuat Jesika tiba-tiba saja mengamuk.

"Lalu kamu akan bersama Diego setelahnya dan kalian hidup bahagia sementara aku menderita, begitu?. Tidak Emily...aku tidak mau itu terjadi," teriak Jesika.

"Cika... tahan emosi kamu!, ingat kamu sedang hamil," jawab Emily.

"Aku tidak akan membiarkan kalian bersatu dan sementara aku hidup menderita dengan anakku. Kamu itu serigala berbulu domba Emily. Kamu--

"Stop Jesika!. Jangan diteruskan lagi. Aku tau apa yang kamu rasakan dan aku juga pernah di posisi seperti kamu saat ini. Dan kamu tau apa yang aku lakukan?, aku memilih pergi jauh dan membesarkan anakku di negara ini sendirian. Jangan bodoh karena cinta Cika, jika kita tidak dinginkan untuk apa kita bertahan?," ucap Emily tak kalah kencangnya. Hilang sudah kesabarannya di sudutkan dan dituduh seperti ini.

"Tapi aku bukan kamu Emily. Aku bukan kamu yang tidak memperjuangkan hak kamu," jawab Jesika.

"Hak apa yang kamu bicarakan Cika?," tanya Emily menyipitkan kedua matanya menatap Jesika dengan raut wajah yang tampak kebingungan.

"Jika aku dan Diego berpisah maka anakku akan kehilangan haknya atas harta milik Diego. Aku tidak mau itu terjadi," jawab Jesika.

Emily tersenyum miris, ternyata ini semua karena harta."Anak kamu tetap akan mendapatkan haknya Jesika. Diego harus memberikan nafkah untuk anaknya jika kalian berpisah," ucap Emily.

"Tapi--

"Cukup Jesika. Kamu tidak bisa menyalahkan aku atas apa yang terjadi di rumah tangga kamu. Aku tegaskan sekali lagi, aku tidak mencintai Diego dan tidak akan pernah mencintainya. Sebaiknya kamu pergi dari sini, aku mau mengantarkan Kafka ke sekolah dan juga akan pergi ke kantor," ucap Emily dengan tegas.

"Ingat Emily, urusan kita belum selesai," jawab Jesika lalu melangkah pergi.

Emily memijit kepalanya yang terasa berdenyut nyeri. Ia tidak menyangka Jesika bisa menuduhnya seperti itu. Selama ini ia pikir Diego sudah melupakan perasaannya padanya.

***

Emily bersiap untuk pulang dan melangkah keluar dari ruangannya. Ia melirik jam tangannya, ia hampir terlambat menjemput Kafka di sekolahnya. Emily melangkah dengan tergesa-gesa keluar dari lift namun ia di kejutkan dengan kedatangan Kafka yang berlari menghampiri. Dan ternyata Kafka datang bersama Diego.

"Mommy...Uncle Diego menjemputku," adu Kafka memeluk kedua kaki Emily.

Emily tersenyum tipis pada Kafka lalu menatap Diego dengan ekspresi wajah dinginnya."Lain kali tidak perlu repot-repot menjemput Kafka, Diego," ucap Emily.

"Em--

"Aku tidak ingin ada kesalahpahaman lagi antara aku dan Jesika dengan sikap berlebihanmu ini padaku dan Kafka. Terimakasih selama ini sudah banyak membantu tapi mulai sekarang menjauhlah dari kehidupan kami," ucap Emily dengan tegas lalu menarik pergelangan tangan Kafka keluar dari gedung perusahaaan.

Emily merasa ia apa yang ia lakukan ini sudah benar. Ia tidak ingin lagi menambah kesalahpahaman antara dirinya dengan Jesika.

"Mommy... Uncle Diego akan mengajakku ke wahana bermain," ucap Kafka saat sudah berada di dalam mobil.

"Kafka... mulai sekarang jangan merepotkan Uncle Diego lagi. Kafka bisa ke wahana bermainnya bersama Daddy nantinya. Weekend Daddy akan kesini," jawab Emily.

"Benarkah Mommy?," tanya Kafka dengan wajah berbinar.

"Iya sayang...," jawab Emily.

"Kalau begitu sampai di rumah nanti aku akan menghubungi Daddy," ucap Kafka yang tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.

Emily tersenyum tipis melihat kebahagiaan di wajah Kafka. Ia sudah sudah bertekad untuk tidak lagi berhubungan dengan keluarga Diego. Dan rencananya ia akan pindah dari rumah milik Grace agar Diego tidak lagi datang menemuinya.

...****************...