Namaku Dika Ananto. Seorang murid SMA yang ingin sekali menciptakan film. Sebagai murid pindahan, aku berharap banyak dengan Klub Film di sekolah baru. Namun, aku tidak pernah menduganya—Klub Film ini bermasalah!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agus S, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Orang Di Jam Sibuk
Sesuai yang direncanakan. Dika dan Tio berkunjung ke ruang klub Pelukis yang berada di lantai tiga gedung klub. Suasana koridor pada jam istirahat saat itu cukup ramai dibanding hari biasanya.
Dika secara tipis-tipis mendengar obrolan beberapa orang dari berbagai klub yang sedang menyiapkan kontribusi mereka dalam festival musim panas. Tidak butuh waktu lama. Tio mengajak Dika ke klub pelukis dan dia mengaku kenal dengan ketua klubnya.
Tio dengan segera mengetuk pintu ruang klub pelukis. Namun, tidak ada jawaban disana. Dika sebenarnya berniat mengatakan ke ketua klub untuk mengunjungi klub pelukis setelah pulang sekolah. Tapi, diluar dugaan setelah Tio kembali mengetuk pintu ruang klub pelukis. Secara tiba-tiba pintu klub terbuka dengan cepat.
Di depan pintu klub pelukis terdapat pria berambut hitam panjang diikat dengan kulit sawo matang. Dia mengangguk pada Tio seolah-olah mengerti ada sesuatu hal yang penting ingin dibicarakan.
Tio memperkenalkan kalau pria berkulit sawo matang itu bernama Dono. Dono adalah ketua klub pelukis yang andal. Tio juga berbisik kalau sebagian besar klub pelukis beranggotakan para gadis karena mereka tergila-gila dengan Dono. Disisi lain, Dono tertawa lepas mendengar pujian Tio.
"Nah, dia adik kelas gue. Anak baru. Dia bakal jadi Ketua Klub Film saat kita lulus dari sekolah ini," celetuk Tio untuk memperkenalkan Dika pada Dono.
"Oh, menarik sekali," balas Dono sambil menepuk pundak Dika, "Jarang sekali melihat seorang Tio mempunyai pemikiran yang seperti itu. Lu harus belajar dari dia cara memikat Ketua OSIS yang galak itu."
"Sialan, lo," kesal Tio.
"Ayo kita ngobrol di dalam aja. Gue udah tahu kalian mau ngapain datang kesini," celetuk Dono, "Cuma orang gila yang berani taruhan dengan si Ketua OSIS dan kalian sangat menarik perhatian banyak orang."
Dono langsung mengajak Tio dan Dika masuk ke ruang klub pelukis. Dika terpukau dengan banyak lukisan yang terpajang di sudut ruangan. Tepat di tengah ruangan ada beberapa lukisan yang berdiri tegak di atas kanvas. Dika tahu kalau itu mungkin berasal dari kegiatan klub pelukis yang belum selesai.
"Tumben sepi sekali ruang klubnya," kata Tio sambil mengambil dua kursi kayu dari sudut ruangan dan memberikannya pada Dika, "Emangnya kalian gak ada persiapan buat festival musim panas nanti?"
"Klub pelukis santai aja kali. Seminggu sebelum festivalnya dimulai klub pelukis pasti udah menyelesaikan projek mereka," balas Dono.
"Emang kalian bikin apa?" tanya Tio penasaran.
Dono menerangkan kalau klub pelukis berniat membuat lukisan yang dapat berwarna di dalam gelap. Dia menjelaskan kalau itu cukup sulit. Walau begitu, dia berniat mewujudkannya. Dono hanya berharap jika eksperimennya berhasil.
Tio mengangguk pelan karena mengerti apa yang dimaksud oleh Dono. Tanpa berbasa-basi panjang, Tio menjelaskan alasannya datang ke klub pelukis siang ini.
Dono hanya tertawa lepas dan mengaku kalau Tio terlalu formal seperti ingin bersikap seperti kakak kelas teladan di depan anggota klubnya. Dono menceritakan kalau Tio adalah orang yang selalu berterus-terang di depan Dika. Jadi, Dono meminta Dika untuk membiasakan diri dengan mulutnya Tio yang sembarangan.
"Gue pengen minta bantuan lu buat bikin sketsa dasar buat desain karakter dalam film yang dibuat sama klub film. Kira-kira bisa gak?" tanya Tio
"Bisa dijelaskan secara spesifik tidak?" jawab Dono sambil memberikan buku catatan dan pulpen ke arah Tio, "Tulis deskripsi karakternya disini. Biar gue mudah mengingatnya."
Tio memberikannya pada Dika dan meminta dia untuk mendeskripsikannya. Tio berbisik kepada Dika kalau semuanya ada di tangan Dika. Sebab penentuannya ada di tangan Tio. Karena itu, Tio meminta Dika untuk menuliskan deskripsinya.
Dono bertanya balik ke arah Tio mengenai waktu pengerjaan yang ingin diselesaikan oleh klub pelukis. Tio langsung menjelaskan kalau dia ingin desain sketsanya selesai pada besok pagi.
Ada suara tertawaan yang lepas dari Dono. Dia tertawa karena mendengar waktu permintaan sahabat baiknya di kelasnya itu. Dono menjelaskan kalau dia tidak bisa menyelesaikan dalam waktu sesingkat itu.
"Oke-oke, gue komisi ke lu. Jadi, bisa selesai besok, 'kan?" kesal Tio sambil menatap Dono, "Bakal gue bayar nanti."
Dono tersenyum kecil, "Begitu dong."
"Sialan, habis lagi duit gue, nih," keluh Tio.
"Gue sebenarnya mau bantu kok. Tapi, beberapa hari terakhir ada banyak komisi yang masuk ke klub pelukis. Gue bisa ngasih gratis jika lu kuat nunggu sampai minggu depan. Komisi dari klub itu lebih penting, bos."
Tidak butuh waktu lama. Hal yang ditulis oleh Dika akhirnya selesai. Tio dan Dika berpamitan kepada Dono. Dono hanya membalas kepergian mereka berdua dengan senyuman kecil.
"Terima kasih telah berbisnis dengan klub pelukis," gumam Dono.
...***...
Disepanjang koridor. Tio bernada kesal dan mengatakan kalau Dono sangat licik karena selalu lihai mencari pendapatan.
Dika yang mendengar ucapan penuh kesal, mulai membalas perkataan kakak kelasnya itu dan mengatakan kalau hal tersebut sangat wajar. Dika menjelaskan sebagai pekerja seniman seperti Dono. Dia harus bisa memanfaatkan kemampuan melukisnya.
Tio hanya mengangguk lemas dan membalas ucapan Dika kalau dirinya terlalu lemah. Sesampainya di depan ruang klub penggemar film, Tio mengatakan pada Dika kalau Dono adalah orang yang suka uang.
Belum saja Tio mengetuk ruang klub penggemar film. Pintu itu tiba-tiba terbuka. Ada seorang gadis berkacamata dengan rambut hitam yang dikuncir dua terkejut dengan kedatangan Tio.
Sambil menunjuk-nunjuk Tio. Gadis itu hanya bisa menghembuskan napas berat seolah-olah mengerti apa yang diinginkan oleh Tio. Kemudian dia meminta Tio untuk menunggu diluar ruang klub dan menutup pintu.
Tio menjelaskan kalau gadis berkacamata itu bernama Widia. Gadis itu ketua klub penggemar film. Tio mengatakan kalau kepimpinannya sangat hebat hingga mempunyai anggota klub yang cukup banyak di sekolah.
Tidak butuh waktu lama. Beberapa anggota klub penggemar film keluar dari ruangan dengan wajah kecewa dan bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Kemudian gadis berkacamata itu meminta Tio untuk masuk ke dalam ruang klub dan mendiskusikannya secara terperinci.
Dika terkejut melihat ruang klub penggemar film yang sangat luas dan dipenuhi rak berisi blu-ray film serta merchandise film terkenal. Tepat di dekat dinding ada proyektor untuk menonton film dan terdapat beberapa bantal di lantai.
Widia langsung meminta keduanya untuk duduk di lantai karena klub penggemar film tidak ada tempat untuk pembicaraan yang serius. Karena sejak awal, klub penggemar film adalah tempat yang santai.
Tio memperkenalkan Dika pada Widia. Dia hanya bisa mengangguk pelan mengenai perkenalan Tio.
"Apakah kalian meminta kolaborasi lagi dengan kami?" tanya Widia untuk memastikan niat kedatangan Tio, "Kamu tahu. Jika kamu meminta itu. Kami tidak akan menerima lagi. Yah, siapapun merasa kesal dengan insiden tahun lalu."
"Gue akan menjamin kalau kedatangan ini bukan tentang kolaborasi," jawab Tio, "Gue cuma ingin meminjam anak klub penggemar film yang jago akting untuk tampil dalam film buatan klub film."
Tio meminta Dika untuk memperlihatkan ponselnya dan memperlihatkan cara pengambilan gambar milik Dika pada Widia.
"Yang akan menjadi sutradaranya adalah anak ini," sela Tio, "Gimana menurut lu?"
"Harus gue akui. Pengambilan gambarnya emang bagus. Dika ini bakal jadi sutradara yang berbakat di masa depan," ungkap Widia sambil menghembuskan napas panjang, "Tapi, aku sebagai Ketua Klub Penggemar Film masih tidak bisa mempercayai kalian. Apalagi aku belum tahu apapun tentang film yang ingin kalian buat."
Diluar dugaan. Bel tanda berakhirnya jam istirahat pertama telah selesai. Tio menghembus napas berat. Dia berjanji akan membawakannya pada Widia saat jam istirahat kedua. Dengan cepat perundingan itu selesai menggunakan cara yang sangat menggantung.